Senin, 13 Januari 2014

JAVA HEAT BUKAN HANYA TENTANG JAWA

Unsur budaya Jawa memang sangat kuat dirasakan pada Film Java Heat. Terhitung sejak awal scene saja, Java Heat sudah membuka filmnya dengan establish Candi Borobudur disertai teks yang bertuliskan “Jawa Indonesia. Negara ke empat terbesar di dunia. Negara dengan muslim terbanyak di dunia”, serta memperkenalkan tentang kepemimpinan Jawa oleh Kesultanan.
Secara garis besar, Java Heat bercerita tentang perjuangan seorang Marinir Amerika Serikat bernama Jake, bersama seorang Detektif dari Datasemen 88 bernama Hashim, dalam mencari pelaku pengeboman yang terjadi di Pesta Keraton Yogyakarta hingga menewaskan putri Keraton, yaitu Sultana.
Tidak berhenti di situ, pengeboman tersebut ternyata hanya sebagai pengalihan yang direncanakan si pelaku untuk mencuri perhiasan Mahkota Jawa, yang kala itu sedang dipamerkan kepada publik oleh Sultana karena hendak dijual.
Konflik dalam cerita pun menjadi semakin rumit. Namun, meski di awal film yang dikambing hitamkan adalah teroris muslim, tapi diakhir semua mulai terjawab bahwa pelaku utama yang menjadi otak dari semua kejahatan yang telah terjadi adalah Malik, seorang pencuri perhiasan dari Amerika Serikat yang menjadi buronan polisi di sana.
Oleh Sutradaranya yaitu Conor Allyn, film ini memang dikenalkan sebagai film Hollywood yang bergenre action dengan menggunakan bahasa Inggris di sebagian besar dialognya. Namun dalam produksinya, keseluruhan film ini justru diambil di Jawa Tengah. Dan karena hal tersebutlah, film ini ikut membawa atau menampilkan konten budaya lokal di Jawa Tengah, guna memenuhi asas kesesuaian dalam sinematografi yang bertujuan untuk pencapaian nilai estetika yang tinggi pada film. Unsur-unsur budaya Jawa yang terdapat dalam film tersebut antara lain:
1.         Icon Jawa
a.         Candi Borobudur
Candi Borobudur yang merupakan salah satu icon Jawa ditampilkan sebagai establish pada menit awal ketika film dimulai. Candi Borobudur juga menjadi lokasi syuting untuk adegan puncak dalam film, yakni pada scene 39 yang berlokasi di Stupa Borobudur.
Perkembangan arsitektur Jawa pada abad 13-15M banyak dipengaruhi oleh Hindu-Budha, hal ini tampak pada banyaknya candi-candi di tanah Jawa yang memiliki banyak persamaan dengan candi-candi yang ada di India.
Candi-candi yang ada di Jawa sangat terkenal di dunia. Candi-candi ini lah yang kemudian membawa identitas yang begitu kuat bagi Indonesia dimata dunia, kususnya tanah Jawa. Oleh karena itu, Candi Borobudur yang pernah menjadi salah satu keajaiban dunia ini dipilih sebagai icon yang dirasa mampu mewakili tanah Jawa dalam film Java Heat.
b.        Keraton Yogyakarta
Selain Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintah di Yogyakarta juga ditampilkan dalam film bersama dengan sistem kepemimpinannya yang di bawahi oleh Kesultanan.
Jawa tengah memiliki 2 keraton besar, yaitu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Yogjakarta) serta Keraton Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo). Ciri khas Jawa melekat erat pada kedua keraton ini. Seperti halnya arsitektur, Keraton Yogja menggunakan Joglo sebagai ciri khas arsitektur Jawa. Hal ini juga tampak pada Keraton Solo yang juga memiliki Joglo. Namun, Keraton Jogja yang dibangun secara bertahap hingga tahun 1790 dan didesain langsung oleh Sultan Hamengkubuwono I dikatakan mewakili kesempurnaan arsitektur Jawa. Oleh karena itu, dipilihlah Keraton Yogja dalam film Java Heat yang menggambarkan keindahan arsitektur Jawa.
2.         Bahasa
Bahasa Jawa digunakan dalam dialog antar pemain, tepatnya pada scene 3, 9, dan 40, yaitu dengan menggunakan kata ‘Mas’ ketika memanggil kakak laki-laki. Dialog tersebut diucapkan langsung oleh Nita, Vitria, dan Hashim sebagai warga lokal, yang memanggil Jake—seorang warga Amerika dengan menambahkan kata ‘Mas’ di depannya.
Keragaman budaya yang ada Indonesia membuat Indonesia memiliki keragaman bahasa pula. Masing masing bahasa itu sendiri memiliki ciri khas dalam pelantunan dan pelafalannya, serta kata-katanya yang beraneka ragam sesuai dengan daerah asalnya.
Ketika Sunda yang memanggil kakak laki-laki dengan kata ‘Aa’, Bali dengan kata ‘Bli’, dan betawi dengan kata ‘Abang’, maka Jawa memiliki kata ‘Mas’ sebagai panggilan untuk kakak laki-laki. Itu lah sebabnya penggunaan kata ini digunakan dalam film karena bisa mewakili Jawa.
3.         Kesenian
a.         Wayang Kulit dan Gamelan
Wayang kulit dan gamelan sebagai salah satu kesenian Jawa turut ditampilkan pada scene 6. Kala itu diceritakan bahwa salah satu pemain sedang jalan-jalan di Pasar Malam yang di dalamnya terdapat hiburan berupa pertunjukan wayang dan diiringi dengan permainan musik gamelan.
Wayang kulit merupakan kesenian dari tanah Jawa yang tidak kalah menonjol dengan kesenian dari daerah lain. Wayang kulit juga telah ditetapkan sebagai warisan budaya asli Indonesia oleh UNESCO pada 7 November 2003. Hal ini lah yang kemudian mempertegas eksistensi wayang sebagai kesenian Indonesia di mata dunia.
Gamelan sendiri merupakan salah satu unsur musik yang terdapat di setiap pagelaran wayang kulit lengkap dengan sinden sebagai penyanyinya. Dikarenakan gamelan mengisi setiap pergerakan dari wayang kulit yang dimainkan oleh dalang (pemain wayang), maka sebuah pagelaran wayang kulit tidak dapat dipisahkan dari gamelan. Dan karena eksistensinya lah, wayang kulit dan gamelan dipilih sebagai kesenian yang memperkuat unsur budaya Jawa dalam film Java Heat.
b.        Tari Merak
Selain wayang kulit dan gamelan, tari merak juga ditampilkan pada scene 12 dan 23 sebagai kesenian Jawa yang diangkat pada film.
Tari ini berasal dari daerah yang sama dengan Keraton Yogya dan Candi Borobudur, yaitu Jawa Tengah. Sehingga, dihadirkannya tarian ini turut mejadi pelengkap kesenian budaya Jawa yang ditampilkan pada film Java Heat.
c.         Pencak Silat
Seni bela diri Jawa berupa pencak silat diperkenalkan langsung pada scene 30 melalui adegan Hashim yang membanting tubuh Jake menggunakan jurus silatnya.
Pencak silat sebagai salah satu seni bela diri asli Indonesia, telah diakui eksistensinya hingga ke luar negeri. Di Indonesia sendiri pencak silat terdiri dari beberapa aliran yang memiliki ciri khas dalam setiap gerakannnya. Hal inilah yang kemudian membedakan teknik serta keindahan gerakan dari masing-masing aliran tersebut. Dan diangkatnya adegan pencak silat pada scene 30 ini, makin memperluas gambaran akan kekayaan budaya Jawa di mata dunia.
d.        Kebaya
Dalam film, pakaian kebaya ditampilkan melalui adegan Sultana sebagai Putri Keraton yang menghadiri Pesta Keraton dengan memakai kebaya pada scene 1.
Sebagai pakaian tradisional, pakaian wanita asli Jawa ini memang kerap kali dipergunakan dalam acara-acara formal seperti pesta. Kebaya yang selalu dipadukan dengan selendang sebagai bawahan ini, juga ditampilkan dalam film Java Heat guna memperkental konten budaya Jawa yang terdapat pada film.
e.         Batik
Pakaian batik yang termasuk wujud kesenian budaya Jawa juga ditampilkan berulang kali dalam film Java Heat. Terlihat dari awal scene saja batik sudah menjadi topik obrolan pemain yang dikenalkan sebagai baju yang bersifat formal. Dan ditambah lagi pada scene-scene lain ketika batik dipilih sebagai kostum pemain.
Awalnya, batik adalah busana yang lebih sering dikenakan oleh laki-laki dan dipasangkan dengan kebaya yang dikenakan oleh perempuan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, batik mulai banyak dipakai oleh perempuan.
Batik memiliki berbagai macam motif sesuai dengan ciri khas dari daerah asalnya. Oleh karena itu, meski di Indonesia banyak daerah yang menjadi pengrajin batik, namun akan tetap ada perbedaan antara batik yang satu dengan lainnya.
Batik adalah kekayaan budaya Indonesia yang telah ditetapkan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Sebagai bentuk kecintaan terhadap kekayaan budaya tanah air, Pemerintah menetapkan batik sebagai pakaian yang wajib dikenakan setiap hari Jumat dan Sabtu. Dan dengan diangkatnya batik dalam film Java Heat, maka dapat memperkenalkan kepada dunia akan keindahan batik yang merupakan kesenian asli dari Indonesia.
f.         Keris
Keris adalah adalah senjata tikam pendek yang berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya. Keris memiliki lengkungan yang membuat bentuknya unik hingga mudah dibedakan dengan senjata tajam lainnya.
Keris diperkirakan telah digunakan oleh masayarakat Jawa sebelum 9 Masehi. Hal ini terlihat pada motif di Candi Borobudur yang memperlihatkan seseorang memegang senjata seperti keris.
Secara simbolis, keris melambangkan keperkasaan, kedewasaan, serta kejantanan. Hal ini lah yang kemudian divisualisasikan pada film Java Heat dalam adegan di mana keris dipergunakan untuk menyerang seseorang yang dianggap sebagai lawan, yaitu pada scene 38 ketika Perdana Mentri Keraton menyerang Malik menggunakan kerisnya.
4.         Nilai budaya Jawa
Nilai budaya masyarakat Jawa dalam berhubungan dengan sesamanya yakni saling menghormati, juga dimunculkan dalam film Java Heat. Tepatnya pada scene 9 dan 29 yang menggambarkan tentang kebiasaan masyarakat Jawa, yaitu mencium tangan orang yang lebih tua (dari segi umur atau derajatnya) baik ketika bertemu atau berpamitan, serta berbicara dan bersikap sopan kepada mereka.
Dalam budaya Jawa tata karma dikenal dengan istilah unggah-ungguh. Nilai-nilai inilah yang tidak luput dari pengamatan Conor sebagai Sutradara Java Heat. Masyarakt Jawa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, turut dihadirkan sebagai identitas Jawa pada film Java Heat.
Selain temuan mengenai budaya Jawa yang ditampilkan dalam film, terdapat juga pesan atau maksud yang ingin disampaikan Conor Allyn melalui karyanya ini. Sebuah pesan yang justru tidak banyak diketahui/disadari oleh masyarakat Indonesia terutama Jawa, karena mereka sudah terlanjur bangga mengetahui budayanya diangkat ke dalam film Internasional.
Dibandingkan dengan masyarakat kelas menengah ke atas, masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia memiliki lebih banyak konflik dalam hidupannya. Dengan jumlah perokok di Indonesia yang didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, seolah memberi simpulan bahwa sebagian besar dari mereka yang banyak merokok, melakukannya karena memiliki banyak masalah.
Di menit awal ketika film ini dimulai, divisualisasikan dua orang polisi Yogyakarta sedang mengintrogasi seorang warga asing dari Amerika sambil merokok. Dan ketika polisi tersebut bertatapan serta berbicara langsung dengan orang Amerika, sikap yang sengaja dihadirkan adalah sikap tegang hingga berkeringat.
Rokok sebagai properti yang sengaja digunakan dalam adegan introgasi, memberi penjelasan bahwa kedua polisi tersebut adalah masyarakat kelas menengah ke bawah yang memiliki banyak masalah. Dan sikap tegang hingga berkeringat dari polisi tersebut menunjukkan bahwa ada ketakutan dari Indonesia terhadap Amerika.
Masih pada scene yang sama, dihadirkannya simbol panah dengan tulisan kiblat di ruang introgasi sebetulnya bukanlah visualisasi yang tepat. Dalam film, ruangan tersebut digambarkan kotor sekali. Tambah lagi setiap orang yang masuk ke dalamnya tidak melepas alas kaki. Membuat lantainya sering terinjak, hingga mengartikan bahwa setiap orang yang datang ke tempat tersebut, sama dengan menginjak-injak tempat beribadah orang muslim.
Padahal, orang muslim Jawa sangat toleran terhadap peribadatan, dan akan sangat mungkin bagi mereka memberikan izin kepada siapa saja yang sedang diintrogasi untuk melaksanakan shalat di luar ruangan tersebut. Namun dalam scene ini digambarkan seakan orang muslim Jawa tidak mungkin menginzinkan siapapun yang sedang diintrogasi untuk meninggalkan ruangan ketika waktu shalat tiba.
Masuk ke dalam dialognya, pernyataan Letnan Hashim yang berbunyi “Amerika tidak mengenal kami, kami bukan teroris semuanya” dapat diartikan bahwa orang Jawa melakukan sebuah pengakuan kepada Amerika, yaitu masyarakat Jawa memang teroris, namun tidak semuanya. Dan ketika dihubungkan dengan kalimat “Amerika tidak mengenal kami”, dapat diartikan pula bahwa orang Jawa ini seakan-akan sedang memfitnah Amerika dengan menganggap Amerika mengecap semua masyarakat Jawa sebagai teroris. Pemaknaan ini semakin kuat sifatnya karena dialog yang diucapkan oleh Hashim bukanlah sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.
Dalam film, Conor Allyn menghadirkan seorang tokoh bule yang bernama Malik. Dari cerita yang terekam, diketahui bahwa Malik adalah seorang muslim yang telah berulang kali melakukan kejahatan seperti pembunuhan, pencurian, hingga pengeboman. Selain itu, Malik kerap kali berbuat zina dan suka mengadu domba. Setiap masalah yang sedang terjadi dalam film Java Heat, juga diakibatkan oleh Malik yang merupakan dalang dari semuanya.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa Conor Allyn ingin menyampaikan pesan melalui tokoh Malik tentang kenyataan seputar orang muslim yang juga bisa menjadi biang kerok dari suatu masalah, sekaligus pezina dan pengadu domba. Dalam film identitas muslim Malik dijelaskan dari namanya yang berasal dari bahasa Arab dan ketika dia menjawab salam, namun semua maksud ini disamarkan dengan penokohan Malik yang merupakan orang bule asli dari Amerika.
Pada lain scene yang berlokasi di UIN Yogyakarta, terdapat adegan dari salah satu Mahasiswinya bernama Nita yang sengaja dihadirkan dengan maksud tertentu. Kala itu Nita sedang menatap sinis kepada dua orang muslim fanatik yang kebetulan lewat di depannya. Kedua mulim tersebut divisualkan dengan jenggot panjang dan baju muslim lengkap dengan kopya sebagai penutup kepala mereka.
Pada adegan tersebut Nita berkata, “mereka membunuh Sultana”, sebuah dialog yang diucapkan dengan maksud memberitahu kepada lawan main yang kebetulan adalah orang Amerika. Maka melalui adegan ini dapat disimpulkan bahwa Conor Allyn ingin menyampaikan kepada dunia tentang umat muslim Jawa yang memiliki sifat hasut terhadap sesama muslim lainnya.
Telah banyak diketahui bahwa masyarakat Jawa menganut hakekat hidup rukun dan saling menghormati. Hal inilah yang menjadikan masyarakat Jawa jauh dari konflik karena mereka sendiri cenderung menghindarinya. Namun hakekat ini terpatahkan ketika dalam salah satu scene Conor Allyn memvisualisasikan Letnan Hashim sedang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil memakan nasi goreng, hingga menyerempet tukang becak yang sedang melintas di Jalan Raya. Terlebih lagi kala itu Hashim justru tidak mau turun dan menolong tukang becak tersebut sekaligus meminta maaf atas perbuatannya, dia justru mengabaikannya dan tetap berkendara sambil melanjutkan makannya.
Hashim, nama pemeran tokoh Polisi Yogyakarta asli Jawa ini oleh Conor Allyn dihadirkan sebagai polisi muslim yang sangat patuh terhadap agamanya. Namun nama Hashim oleh Conor Allyn tidak dituliskan menggunakan huruf ‘y’ (Hasyim), melainkan dengan huruf ‘h’ (Hashim). Padahal Hasyim dengan huruf ‘y’ dalam bahasa Arab memiliki arti ‘pemecah sesuatu’, sedangkan Hashim dengan huruf ‘h’ dalam bahasa Arab memiliki arti ‘menghancurkan’. Menghancurkan yang bisa juga diartikan merusak, seolah memberi pesan bahwa Hashim adalah seorang Polisi muslim berdarah Jawa yang merusak.
Masih terkait dengan nama Hashim, dalam film ini Conor Allyn menggunakan homofon[1] untuk tata bahasa dari nama pemeran tokoh Polisi Yogyakarta tersebut. Terdapat pada banyak scene yang menggambarkan Jake memanggil Hashim dengan panggilan ‘Hash’. Sedangkan untuk ukuran film Internasional yang disaksikkan oleh mata dunia, yang lebih banyak dipahami dari kata ‘Hash’ adalah bacaan dari kata ‘Hush’ dalam bahasa Inggis yang memliliki arti ‘diam’. Sehingga dari sini dapat diartikan bahwa Conor Allyn ingin memperjelas tentang kekuasaan orang Amerika yang lebih tinggi dibanding orang Jawa. Sebab, pengucapan kata ‘Hush’ yang memiliki arti ‘diam’ seolah memberi perintah kepada orang Jawa agar tidak perlu banyak bicara ataupun bertindak karena kuasa penuh ada pada Amerika.
Dan pesan yang terakhir terdapat pada adegan ketika Malik mengebom tempat persebunyian Hashim bersama rekannya. Dalam dialognya, Malik mengucapkan “Teknologi Amerika sangat bagus untuk melacak sampah”, dengan teknologi yang dimaksud oleh Malik adalah pelacak yang dia tanam pada handphone Hashim. Oleh karena itu, dialog ini dapat memberi pengertian bahwa orang Amerika menganggap orang muslim Jawa sebagai sampah.
Selanjutnya, dari sekian banyak pesan atau maksud yang ditemukan dengan menggunakan analisis kritis terhadap film Java Heat, dapat disimpulkan bahwa Conor Allyn ingin memperburuk citra islam di mata dunia. Sehingga, dalam film Conor Allyn lebih banyak menyudutkan posisi islam melalui kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh umat muslim seperti pengeboman, pembunuhan, dan pencurian. Meskipun pemeran orang islam yang berbuat kejahatan tersebut disamarkan identitasnya dengan memilih pemain dari Amerika.


[1] Homofon adalah kata yang diucapkan sama namun berbeda dari segi maksud dan juga tulisannya. Misalnya: 1) massa (massa yang berartikan masyarakat) telah berkumpul di depan Istana Negara; 2) Hidupnya senang sepanjang masa (masa yang berartikan waktu).