Kamis, 20 Oktober 2011

PENGARUH BUDAYA CHINA DAN INDIA YANG MEMBENTUK BUDAYA INDONESIA

A.           Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
B.            Pengaruh Non Fisik
Agama Hindu dan Budha
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempag - Sulsel, Jember - Jatim, Bukit Siguntang - Sumsel. Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati - India Selatan dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara - India Utara di Kota Bangun, Kutai – Kaltim.
Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa, antara lain:
1.             Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
2.             Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof. Dr. Ir. J. L. Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4-5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.
3.             Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J. C. Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
Dari kebenaran maupun kelemahan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana yang tidak kolot atas undangan raja dan orang Indonesia yang belajar ke India.
Dengan adanya penyebaran agama Hindu tersebut maka mendorong orang-orang Indonesia untuk menambah ilmunya mempelajari agama Hindu di India sekaligus berziarah ke tempat- tempat suci. Dan sekembalinya dari India tersebut, maka orang-orang tersebut dapat menyebarkan agama Hindu dengan bahasa mereka sendiri, dengan demikian agama Hindu lebih cepat dan mudah tersebar di Indonesia.
Konsep Raja dan Kerajaan
Sebelum kebudayaan India masuk, Indonesia belum mengenal konsep raja dan kerajaan. Di Indonesia baru mengenal konsep kesukuan. Masyarakat masih terpecah-pecah dalam bentuk suku-suku yang kecil, artinya wilayah yang dikuasai oleh setiap suku masih sangat terbatas. Dan setiap suku tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku atau primus interpares. Seorang kepala suku dipilih berdasarkan kekuatan fidik dan kekuatan magis yang dimilikinya.
Setelah kebudayaan India masuk, konsep raja dan kerajaan mulai dikenal. Hal ini dapat ditelusuri dari munculnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Menurut para pakar sejarah, kerajaan Kutai pada awalnya setingkat suku yang dipimpin oleh kepala suku. Kepala suku dalam hal ini adalah Kudungga yang diperkirakan masih merupakan nama asli Indonesia. Kutai mulai tampak menjadi sebuah kerajaan sejak pemerintahan raja Asmawarman. Jadi kebudayaan India cukup berperan dalam lahirnya konsep raja dan kerajaan di Indonesia.
Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang di adaptasi dari bahasa-bahasa yang lain, salah satunya ialah bahasa melayu. Dan siapa yang tahu, bahwa ternyata bahasa melayu sendiri bukanlah bahasa yang murni melainkan juga diadaptasi oleh bahasa yang lain, salah satunya adalah bahasa china. Kata melayu itu sendiri ditemukan pertama kali dalam berita China. Hal ini menyatakan bahwa berita itu sendiri menggunakan aksara China yang mengisyaratan hubungan yang sudah lama antara bangsa China dan bangsa melayu. Dari sini, bisa dikatakan bahwa secara tidak langsung bahasa Indonesia sedikit banyak di adaptasi dari bahasa china.

C.           Pengaruh Fisik
Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah
satu contohnya adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan
kebudayaan Buddha yang berupa patung dan stupa dengan kebudayaan
asli Indonesia, yakni punden berundak.
Ada yang membedakan antara candi dari India dan Indonesia. Yakni dari fungsinya, di India candi berfungsi sebagai tempat pemakaman, sedang di Indonesia sebagai tempat pemujaan.
Diperkirakan para seniman Indonesia hanya menggunakan berbagai teori dalam kitab Silpasastra (buku petunjuk untuk membuat arca dan bangunan) untuk membuat suatu bangunan. Sedang untuk gaya rambut dan bentuk patungnya di adaptas dari budaya China.
Batik
Pengaruh budaya China pada kehidupan di bumi Nusantara telah dirasakan sejak abad ke-13 dan semakin berkembang hingga orang-orang China mulai membuat batik pada awal abad ke-19. Pengaruh China pada zaman tersebut memengaruhi corak dan ragam motif batik yang melahirkan perpaduan karya seni batik oriental dan Nusantara yang sangat indah.
Akulturasi budaya sejak ratusan tahun lalu dan terus berkembang sampai saat ini makin terasa seiring semakin dibukanya peluang masyarakat etnis Tionghoa untuk mengekspresikan budayanya.
Orang-orang China yang saat itu mendirikan permukiman-permukiman, terutama di badar-bandar penting di Pulau Jawa, seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, dan Tuban, berbaur dengan penduduk asli. Mereka bahkan ada yang melakukan perkawinan budaya dan melahirkan keturunan yang disebut "peranakan".
Uniknya, etnis China di Nusantara tetap membawa serta adat istiadat, agama, dan budaya tanah leluhur mereka dengan diselaraskan dengan budaya setempat. Banyak etnis China yang akhirnya berpakaian dengan mengikuti cara berpakaian penduduk setempat. Para wanitanya mengenakan sarung batik, sedangkan prianya memakai celana dari bahan batik. Hal itulah yang menyebabkan munculnya kreasi batik-batik dengan ragam hias yang berasal dari budaya China.
Batik China adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang China atau peranakan yang pada mulanya menampilkan pola-pola dengan ragan hias satwa mitos China, seperti naga, siang, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa dan dewi Konghucu. Ada pula ragam hias yang berasal dari keramik China kuno serta ragam hias berbentuk mega dengan warna merah atau merah dan biru.
Kepandaian orang-orang China berdagang serta keuletan dalam berusaha akhirnya membuat mereka dapat menempatkan batik sebagai mata dagangan ekspor. Mereka dapat dikatakan merupakan lingkungan pertama yang mengembangkan batik sebagai kebutuhan busana dan gaya berpakaian serta pola-pola batik di lingkungan mereka sehingga lahirlah apa yang disebut batik China.
Selain sebagai bahan busana, sebagian besar batik yang mereka hasilkan digunakan sebagai perlengkapan keagamaan, seperti kain altar (tok-wi) dan taplak meja (muk-li). Sarung-sarung batik yang mereka hasilkan berupa batik-batik dengan pola yang bentuknya sangat mirip dengan pola tekstil ataupun hiasan pada keramik China, seperti banji yang melambangkan kebahagian ataupun kelelawar yang melambangkan nasib baik.
Pada perkembangannya, batik China menampakkan pola-pola yang lebih beragam, antara lain pola-pola dengan pengaruh ragam hias batik keratin. Meski demikian, batik China yang dibuat mereka tetap mengandung nilai filosofis China. Hal itu sesuai dengan paham yang dianut orang China bahwa usia menentukan apa yang dipakai.
Kini batik China masih meninggalkan jejaknya di dunia perbatikan Indonesia dan terkenal dengan karya batik yang merupakan adikarya batik Indonesia. Batik sendiri tetap milik bangsa Indonesia. Apa yang terjadi dalam perkembangan batik itu hanya terpengaruh seni dan budayanya saja, tetapi yang membatik juga bangsa-bangsa kita. Jadi, meskipun motif-motif batik China telah berkembang di Indonesia, di negara China sendiri tidak ada batik tulis atau cap yang dibuat seperti di Indonesia.
Seni Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi.
Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga terdapat relief yang menggambarkan lingkungan alam Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.
Seni Hias
Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.
Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.
Aksara/tulisan
Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi.Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.
Kesusastraan
Setelah kebudayaan tulis seni sastrapun mulai berkembang dengan pesat.
Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India.
Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama.
Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa).
Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.


D.           Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasanya begitu banyak budaya di negara kita yang mendapatkan pengaruh dari luar, baik itu fisik maupun non fisik. Namun meski demikian, budaya asli Indonesia sendiri mailah terasa saat kental. Karena, kita mengadatasi budaya luar tidaklah secara keseluruhan, kita masih menyesuaikannya degan budaya atau kebiasaan sehari-hari dari budaya indonesia sendiri.
E.            Daftar Pustaka
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1707

Kamis, 13 Oktober 2011

Organizacional Theories: Classical Perspective and Human Perspective

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu sendiri selalu ada bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Maka di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Hubungan yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai teori-teori organisasi dari sudut pandang klasik dan manusia guna berjalannya suatu organisasi dengan baik demi tercapainya suatu tujuan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Classical Perspective
Teori Birokrasi Organisasi – Max Weber
Max Weber adalah pemikir yang memberikan perhatian yang sangat besar pada bagaimana manusia bertindak secara rasional untuk mencapai tujuannya.[1] Weber berupaya menjelaskan proses sosial di mana menurutnya terdapat suatu hubungan antara motivasi individu dengan hasil-hasil social. Gagasan Weber menekankan pada individu sebagai pencetus atau pendorong munculnya tindakan dan memberikan penjelasan mengapa suatu tindakan dilakukan.[2] Teori yang dikemukakan Weber juga memberikan suatu gagasan mengenai struktur organisasi yang bersifat hierarkis dan dikontrol oleh aturan. Teori tersebut, dikenal dengan nama Teori Birokrasi Organisasi.[3]
Weber mendefinisikan organisasi sebagai, “A system of purposeful, interpersonal activity designed to coordinate individual task”[4](suatu sistem kegiatan interpersonal bertujuan yang dirancang untuk mengkoordinasikan tugas individu). Weber juga berpendapat bahwa organisasi dan kelompok itu berbeda. Organisasi memiliki sistem yang mengatur dirinya, yaitu birokrasi, namun tidak demikian halnya dengan kelompok biasa yang bukan organisasi. Karena organisasi merupakan birokrasi maka penting bagi kita untuk memahami gagasan Weber mengenai birokrasi.[5]
Bagi Weber, istilah ‘birokrasi’ tidak dapat dipisahkan dengan istilah ‘rasionalitas’ karena menggunakan pemikiran rasional dalam mengembangkan organisasi sehingga gagasan Weber ini sering kali disebut dengan istilah ‘birokrasi rasional’. Namun, faktor apa yang harus dimiliki untuk mewujudkan birokrasi rasional. Sebagaimana dikemukakan Weber, organisasi merupakan birokrasi, dan birokrasi tidak akan terwujud tanpa adanya tiga hal yang merupakan karakteristik birokrasi. Tiga factor atau karakteristik yang harus dimiliki otganisasi untuk mewujudkan birokrasi nasional, yaitu 1. otoritas atau kewenangan, 2. spesialisasi, dan 3. peraturan.[6] Kita akan membahasnya satu-persatu.
1.             Otoritas
Otoritas atau kewenangan biasanya muncul bersama-sama dengan kekuasaan, tetapi pada organisasi, otoritas haruslah sah yang berarti pemegang otoritas telah diberikan izin secara formal oleh organisasi. Contoh, jika Anda seorang karyawan, maka Anda akan mengikuti apa yang diperintahkan atasan Anda karena organisasi (perusahaan di mana Anda bekerja) memberikan kewenangan yang sah kepada atasan untuk memberikan perintah.
Kewenangan atau kekuasaan para manajer pada organisasi telah diberikan dalam organisasi, sehingga mereka tidak perlu memiliki kekuasaan karena kelahiran, kecerdasan, kemampuan membujuk atau kekuatan fisik. Organisasi dibangun sebagai suatu system rasional melalui kekuatan aturan yang menjadikan organisasi menjadi semacam kewenangan, atau oleh Weber disebut dengan otoritas legal rasional.
Cara terbaik untuk mengelolah kewenangan legal rasional adalah melalui hierarki. Hierarki ini sendiri secara hati-hati dan cermat diatur melalui aturan-aturan dalam organisasi. Setiap lapis manajemen memiliki kewenangan sah mereka masing-masing, dan hanya pemimpin tertinggi organisasi yang memiliki wewenang puncak dan menyeluruh.[7]
2.             Spesialisasi
Ialah, bahwa sejumlah individu dibagi menurut pembagian pekerjaan, dan mereka mengetahui pekerjaan mereka masing-masing dalam organisasi. Contoh bagus dari spesialisasi adalah adanya peningkatan atau perluasan posisi atau jabatan dan uraian pekerjaan oleh seorang karyawan.[8]
3.             Peraturan
Aspek ketiga dari birokrasi adalah kebutuhan terhadap peraturan. Apa yang membuat koordinasi organisasi dimungkinkan adalah karena adanya pelaksanaan dari seperangkat aturan bersama yang mengatur perilaku setiap orang. Menurut Weber, aturan organisasi haruslah rasional, yang berarti bahwa aturan dirancang untuk mencapai organisasi, dan supaya organ isasi dapat mengikuti segala hal yang terjadi, maka setiap kegiatan operasional organisasi perlu dicatat, dan catatan perlu dipelihara secara hati-hati dan cermat agar aturan dapat dievaluasi. Sebab, hanya melalui berbagai aturan maka berbagai kegiatan para manajer dan bawahannya yang berjumlah puluhan, ratusa, atau bahkan ribuan orang yang berada pada berbagai tingkatan dalam organisasi dapat diperkirakan dan dikoordinasikan.[9]
Selain ketiga factor di atas, Weber juga beragumentasi bahwa birokrasi rasional hanya dapat dijalankan dengan menempatkan manajer, atau orang0orang yang terpilih dan terlatih dibidangnya masing-masing, pada seluruh tingkatan. Sedangkan orang yang terpilih untuk menduduki posisi puncak adalah orang yang pernah menerima rotasi jabatan, pernah ditempatkan dan bekerja pada berbagai bagian organisasi yang berbeda agar ia mendapatkan pengalaman langsung menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi anak buahnya di masa depan.
Untuk memastikan bahwa manajemen dibentuk berdasarkan keahlian maka penunjukkan atau penugasan serta promosi jabatan harus berdasarkan pada keunggulan atau kelebihan seseorang dan bukan berdasarkan kesukaan semata. Dan mereka yang terpilih harus menjadikan pekerjaannya sebagai kerja dan karier utamanya. Hal ini berarti tidak boleh terjadi ketidaksukaan atau sebaliknya kesenangan terhadap pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan organisasi. Setiap pihak harus diperlakukan dengan sama, dan karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan cara yang adil.
Teori Weber ini sangat menekankan pada pandangan yang bersifat individualistic terhadap struktur, dalam kata lain struktur terbentuk karena adanya individu-individu. Weber juga menjelaskan kepada kita mengenai struktur organisasi di mana orang-orang diletakkan pada suatu hierarki di mana mereka diberikan kewenangan dan peran tertentu. Hingga dalam hal ini telah jelas bahwa organisasi bersifat hierarkis dan berlapis-lapis, dikontrol berbagai aturan serta tidak sensitif terhadap berbagai kebutuhan dan perbedaan individu.[10]
Teori Manajemen Ilmiah – Federick W. Taylor
Teori weber mengenai birokrasi berfokus terutama pada pengorganisasian, begitu pula dengan Taylor yang secara khusus membahas tentang organisasi dan manajemen dengan melakukan pendekatan terhadap empat unsur, yaitu: pembagian kerja, proses skalar dan fungsional, struktur, dan rentang kekuasaan.[11]
1.             Pembagian kerja
Pembagian kerja menyangkut kewajiban dan pekerjaan organisasi di tribusikan. Taylor menyatakan bahwa pekerjaan harus dibebaskan dari tugas perencanaan dan kegiatan tata usaha. Pekerjaan setiap orang dalam organisasi harus terbatas pada pelaksanaan suatu fungsi yang merupakan konsep pembagian kerja. Seperti pendapat Parkison yang menyimpulkan bahwa “pekerjaan bertambah untuk mengisi waktu yang tersedia bagi penyelesaianya“.[12]Pengamatannya membuat ia sadar bahwa dalam organisasi tugas yang harus dilaksanakan bertambah (menjadi lebih penting dan lebih rumit) sebanding dengan jumlah waktu yang harus dihabiskan untuk melakukan tugas itu. Maka ia berpendapat banyak pekerjaan dan jumlah pekerja tidaklah berkaitan.
2.             Proses skalar dan fungsional
Proses skalar dan fungsional berkaitan dengan pertumbuhan vertikal dan horisontal organisasi. Proses skalar yang menunjukan rantai perintah disebut vertikal organisasi. Dan pembagia kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih khusus dan pembentukkan kembali bagian-bagian lebih khusus menjadi unit-unit yang sesuai disebut dengan horisontal organisasi.
3.             Struktur
Struktur berkaitan dengan hubungan-hubungan logis antara berbagai fungsi dalam organisasi. Yang dalam hal ini difokuskan pada dua struktur dasar yang disebut Lini dan Staf. Struktur lini menyangkut saluran-saluran kewenangan organisasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan utama organisasi. Dan struktur staf menunjukkan jabatan-jabatan yang memberikan bantuan kepada jabatan-jabatan lini untuk melaksanakan pekerjaan mereka dengan lebih baik, dengan memberikan nasehat, bantuan atau pelayanan.
Nilai dasar yang membedakan lini dan staf terletak pada wilayah pembuat keputusan. Istilah lini berarti bahwa kewenangan terakhir terletak pada jabatan-jabatan dalam struktur itu. Sedang tenaga staf memberi nasihat dan jasa untuk membantu lini. Lini mempunyai otoritas komando. Sedang staf memberikan nasihat dan melakukan persuasi dalam bentuk usulan-usulan, namun tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah kepada manajer lini untuk mengikuti usulan-usulan tersebut.
Struktur ini sendiri dalam organisasi terbagi menjadi dua, yaitu: struktur tinggi dan struktur datar. Tinggi atau datarnya suatu organisasi ditentukan oleh perbedaan dalam jumlah tingkatan kewenangan dan variasi dalam rentang pengawasan pada setiap tingkat. Struktur tinggi mempunyai banyak tingkat kewenangan dengan manajernya yang mempunyai rentang pengawasan yang sempit. Sedang struktur datar mempunyai pengawasan yang sedang dan lebih sedikit peraturan.
4.             Rentang pengawasan
Rentang pengawasan menunjukan jumlah bawahan yang berada dibawah pengawasan seorang atasan. Meskipun sering dinyatakan bahwa jumlah bawahan yang dapat diawasi seorang manajer adalah lima atau enam orang, namun dalam prakteknya rentang pengawasan tersebut bervariasi. Misalnya, dalam suatu perusahaan produksi, dengan tujuh tingkat kewenangan, seorang manajer bisa membawahi lima hingga sepuluh penyelia.[13]
B.            Human Perspective
Teori Komunikasi, Kewenangan – Chester Barnard
Teori Komunikasi Kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard. Barnard menyatakan bahwa sebuah organisasi hanya dapat berlangsung dengan adanya suatu kerja sama antar manusia. Kerja sama dijadikan sebuah sarana di mana kemampuan individu dapat dikombinasikan untuk mencapai tujuan bersama.
Asumsi dasar dari adanya teori ini yaitu bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Dari definisi organisasi yang diungkapkan oleh Barnard inilah, suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasi menitikberatkan pada konsep sistem dan konsep orang. Barnard juga menyatakan bahwa eksistensi yang dimiliki suatu organisasi tergantung pada kemampuan anggota-anggota yang terlibat untuk berkomunikasi dan berkemauan untuk bekerja sama demi tercapainya suatu tujuan bersama.
Barnard juga menyatakan bahwa kewenanga merupaka suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ada empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima pesan yang bersifat otoritatif, yaitu:
1.             Harus memahami pesan yang dimaksud.
2.             Memastikan dan percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3.             Memastikan bahwa ketika ia memutuskan untuk bekerja sama, pesan tersebut telah sesuai dengan minatnya.
4.             Memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan pesan.
Barnard menyamakan kewenangan dengan komunikasi yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan kewenangan komunikator. Dengan menerima suatu pesan atau perintah dari orang lain, seseorang memberikan kewenangan perumus pesan dan karenanya menerima kedudukannya sebagai bawahan. Luas kewenangan yang dimiliki seorang atasan ditentukan oleh luas penerimaan bawahannya.
Barnard juga menyatakan bahwa teknik-teknik komunikasi baik berupa lisan ataupun tulisan guna menyampaikan kewenangan sangat penting untuk pencapaian tujuan. Namun, juga dapat menjadi sumber masalah dalam suatu organisasi jika kewenangan tersebut tidak diterima oleh bawahan.[14]
Teori Hubungan Manusia – Elton Mayo
Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Teori ini termasuk penemuan besar pada awal tahun 1950-an. Hasil terpenting terjadi selama eksperimaen penerangan lampu. Semula, para peneliti menganggap bahwa semakin baik penerangan, semakin tinggi hasil pekerja. Maka, mereka memutuskan untuk mengadakan suatu ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan dan suatu ruangan kontrol dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua kelompok pekerja dipilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dua tempat yang berbeda. Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan eksperimen ditambah hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian dikurangi hingga tingkat di mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah sebagai berikut: Ketika banyaknya penerangan bertambah, bertambah juga efisiensi pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di ruangan kontrol juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi kelompok tes dan juga kelompok control bertambah dengan perlahan tetapi mantap. Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang. Namun saat itu para pekerja tetap dapat mempertahankan efisiensi meskipun terdapat hambatan.
Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan minat para peneliti untuk mengukur pengaruh dari berbagai kondisi kerja terhadap produktivitas pegawai. Para peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang luar biasa bahkan menakjubkan itu terjadi karena enam orang dalam ruang eksperimen itu menjadi sebuah tim, yang hubungan anggota-anggotanya dalam kelompok berperan lebih penting dalam meningkatkan moral dan produktivitas mereka terlepas dari apakah kondisi-kondisi kerja tersebut baik atau buruk. Para peneliti juga berkesimpulan bahwa para operator tidak mengetahui mengapa mereka dapat bekerja lebih produktif di ruangan tes, namun ada feeling memang bahwa “hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja yang lebih menyenangkan, lebih bebas dan lebih membahagiakan”.
Sehingga eksperimen tersebut menghasilkan dua kesimpulan, yaitu: (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya.[15]


BAB III
PENUTUP

Telah dijelaskan bagaimana para tokoh menjeladkan teori mereka mengenai organisasi. Baik menurut pandangan klasik ataupun pandangan manusia. Dan dapat diambil kesimpulan bahwasanya untuk menjalankan organisasi dengan baik guna tercapainya tujuan organisasi, menurut classical perspective dengan menekankan pada struktur dan pembagian pekerjaan yang efektif. Sedang menurut human perspective dengan menekankan pada pentingnya hubungan sosial antar individu dalam suatu organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2005.
Karya klasik Max Weber .The Theory of Social and Economic Organization. Diterjemahkan oleh A.M Henderson dan T Parson. Oxford University Press. 1947.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,  Theory of Human Communication, Thomson Wadsworth. 2008.
Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2009.



[1] Karya klasik Max Weber adalah The Theory of Social and Economic Organization, yang diterjemahkan oleh A.M Henderson dan T Parson, Oxford University Press, 1947.
[2] Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. 2008.  Theory of Human Communication, Thomson Wadsworth. Hal. 254.
[3] Morrisan. 2009. Teori Komunikasi Organisasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal. 27.
[4] Max Weber. The Theory of Social and Economic Organization. Loc.cit. Hal. 254-255.
[5] Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Op.cit. Hal. 28.
[6] Littlejohn dan Foss. Op.cit. Hal. 254-255.
[7] Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Op.cit. Hal. 29-30.
[8] Ibid. Hal. 30.
[9] Ibid. Hal. 30.
[10] Ibid. Hal. 31
[11] R. Wayne Pace dan Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal. 49.
[12] Parkison, c. nurthcote, parkison’s law, new york: ballatine, 1957.
[13] R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Op.cit. Hal. 49-52.
[14] Ibid. Hal. 56-59.
[15] Ibid. Hal. 59-60.

Sabtu, 10 September 2011

Ciri-Ciri Manusia Indonesia


Ciri-ciri manusia Indonesia dalam buku Mochtar Lubis yang bejudul “Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban – 1990)”, ialah:
1.   Munafik. Contoh yang relevan ialah lain di hati lain pula di mulut. Tidak konsistennya antara perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata bohong, apabila janji ingkar, dan apabila dipercaya khianat.
2.   Segan dan enggan bertanggung jawab. Contoh: jika terjadi kegagalan terhadap dirinya. Manusia Indonesia cenderung melemparkan kegagalan tersebut, sebagai akibat orang lain. Di Jepang, menteri akan mundur jika ternyata gagal menjalankan tugasnya. Pejabat di Indonesia justru menyalahkan rakyatnya (suka mencari kambing hitam). Sebagai contoh, jika tidak mampu beli elpiji, jangan beli. Harga BBM dalam negeri terlalu murah dibandingkan dengan luar negeri, tetapi yang lupa dibandingkan adalah daya beli dan penghasilan orang luar negeri dengan dalam negeri.
3.   Feodal. Contohnya, bangsa kita terutama pejabat minta dilayani daripada melayani mengangkat pembantu sebanyak-banyaknya agar semakin banyak yang menghormati
4.   Masih percaya pada tahayul. Seperti suka menonton penayangan film-film horror (gendruwo, kuntilanak, hantu pocong, babi ngepet, dukun santet) dan dunia lain. Serta mengaku modern tapi masih sering pergi ke dukun.
5.   Artistik. Contoh: bangsa Indonesia senang pada keindahan terutama penampilan luarnya. Banyak hasil daya cipta artistic Indonesia dibeli dan diboyong ke luar negeri. Di sisi lain, demi memiliki pakaian, murah, dan mobil yang indah, bangsa kita berani berutang.
6.   Punya watak lemah. Misalnya, mudah dipaksa dan berubah keyakinannya demi kelangsungan hidupnya, mudah berubah pikirannya. Yang mana watak lemah ini erat kaitannya dengan munafik diatas.
7.   Senang nostalgia. Ternyata lebih enak hidup di zaman orde baru daripada era reformasi.
8.   Cepat marah. Dipanasi nasionalismenya dalam konflik Ambalat dengan Malaysia langsung naik darah. Nekad siap berangkat walaupun tidak memiliki kemampuan bertempur. Setiap kali bom meledak, pasti marah pada Negara yang itu-itu juga. Bisa kita saksikan di Televisi bahwa hampir setiap hari terjadi kemarahan para demonstran.
9.   Tukang lego. Bangsa kita pandai menjual barang-barang bekas. Biasanya untuk ganti model baru. Handphone selalu model baru, lama dilego. Sudah pandai mencari uang, harga diri dilego untuk mendapatkan kekuasaan. Sudah mendapatkan kekuasaan, hrga diri dilego untuk mendapatkan kekayaan.
10. Suka merk luar negeri demi gengsi. Manusia Indonesia lebih suka membeli produk-produk yang mahal harganya asalkan dari luar negeri daripada membeli produk dalam negeri meskipun mutunya lebih tinggi.
11. Pemalas. Bangsa kita adalah bangsa yang santai, kurang menghargai waktu. Waktu digunakan berjam-jam untuk mengobrol bukan untuk bekerja poduktif. Hasil penelitian Made Pidarta menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa termalas nomor tiga di dunia.
12. Komsumtif. Setiap ada produk baru dan obralan pasti diserbu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling banyak belanja di tanah suci dan singapura.