Kamis, 13 Oktober 2011

Organizacional Theories: Classical Perspective and Human Perspective

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu sendiri selalu ada bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Maka di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Hubungan yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai teori-teori organisasi dari sudut pandang klasik dan manusia guna berjalannya suatu organisasi dengan baik demi tercapainya suatu tujuan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Classical Perspective
Teori Birokrasi Organisasi – Max Weber
Max Weber adalah pemikir yang memberikan perhatian yang sangat besar pada bagaimana manusia bertindak secara rasional untuk mencapai tujuannya.[1] Weber berupaya menjelaskan proses sosial di mana menurutnya terdapat suatu hubungan antara motivasi individu dengan hasil-hasil social. Gagasan Weber menekankan pada individu sebagai pencetus atau pendorong munculnya tindakan dan memberikan penjelasan mengapa suatu tindakan dilakukan.[2] Teori yang dikemukakan Weber juga memberikan suatu gagasan mengenai struktur organisasi yang bersifat hierarkis dan dikontrol oleh aturan. Teori tersebut, dikenal dengan nama Teori Birokrasi Organisasi.[3]
Weber mendefinisikan organisasi sebagai, “A system of purposeful, interpersonal activity designed to coordinate individual task”[4](suatu sistem kegiatan interpersonal bertujuan yang dirancang untuk mengkoordinasikan tugas individu). Weber juga berpendapat bahwa organisasi dan kelompok itu berbeda. Organisasi memiliki sistem yang mengatur dirinya, yaitu birokrasi, namun tidak demikian halnya dengan kelompok biasa yang bukan organisasi. Karena organisasi merupakan birokrasi maka penting bagi kita untuk memahami gagasan Weber mengenai birokrasi.[5]
Bagi Weber, istilah ‘birokrasi’ tidak dapat dipisahkan dengan istilah ‘rasionalitas’ karena menggunakan pemikiran rasional dalam mengembangkan organisasi sehingga gagasan Weber ini sering kali disebut dengan istilah ‘birokrasi rasional’. Namun, faktor apa yang harus dimiliki untuk mewujudkan birokrasi rasional. Sebagaimana dikemukakan Weber, organisasi merupakan birokrasi, dan birokrasi tidak akan terwujud tanpa adanya tiga hal yang merupakan karakteristik birokrasi. Tiga factor atau karakteristik yang harus dimiliki otganisasi untuk mewujudkan birokrasi nasional, yaitu 1. otoritas atau kewenangan, 2. spesialisasi, dan 3. peraturan.[6] Kita akan membahasnya satu-persatu.
1.             Otoritas
Otoritas atau kewenangan biasanya muncul bersama-sama dengan kekuasaan, tetapi pada organisasi, otoritas haruslah sah yang berarti pemegang otoritas telah diberikan izin secara formal oleh organisasi. Contoh, jika Anda seorang karyawan, maka Anda akan mengikuti apa yang diperintahkan atasan Anda karena organisasi (perusahaan di mana Anda bekerja) memberikan kewenangan yang sah kepada atasan untuk memberikan perintah.
Kewenangan atau kekuasaan para manajer pada organisasi telah diberikan dalam organisasi, sehingga mereka tidak perlu memiliki kekuasaan karena kelahiran, kecerdasan, kemampuan membujuk atau kekuatan fisik. Organisasi dibangun sebagai suatu system rasional melalui kekuatan aturan yang menjadikan organisasi menjadi semacam kewenangan, atau oleh Weber disebut dengan otoritas legal rasional.
Cara terbaik untuk mengelolah kewenangan legal rasional adalah melalui hierarki. Hierarki ini sendiri secara hati-hati dan cermat diatur melalui aturan-aturan dalam organisasi. Setiap lapis manajemen memiliki kewenangan sah mereka masing-masing, dan hanya pemimpin tertinggi organisasi yang memiliki wewenang puncak dan menyeluruh.[7]
2.             Spesialisasi
Ialah, bahwa sejumlah individu dibagi menurut pembagian pekerjaan, dan mereka mengetahui pekerjaan mereka masing-masing dalam organisasi. Contoh bagus dari spesialisasi adalah adanya peningkatan atau perluasan posisi atau jabatan dan uraian pekerjaan oleh seorang karyawan.[8]
3.             Peraturan
Aspek ketiga dari birokrasi adalah kebutuhan terhadap peraturan. Apa yang membuat koordinasi organisasi dimungkinkan adalah karena adanya pelaksanaan dari seperangkat aturan bersama yang mengatur perilaku setiap orang. Menurut Weber, aturan organisasi haruslah rasional, yang berarti bahwa aturan dirancang untuk mencapai organisasi, dan supaya organ isasi dapat mengikuti segala hal yang terjadi, maka setiap kegiatan operasional organisasi perlu dicatat, dan catatan perlu dipelihara secara hati-hati dan cermat agar aturan dapat dievaluasi. Sebab, hanya melalui berbagai aturan maka berbagai kegiatan para manajer dan bawahannya yang berjumlah puluhan, ratusa, atau bahkan ribuan orang yang berada pada berbagai tingkatan dalam organisasi dapat diperkirakan dan dikoordinasikan.[9]
Selain ketiga factor di atas, Weber juga beragumentasi bahwa birokrasi rasional hanya dapat dijalankan dengan menempatkan manajer, atau orang0orang yang terpilih dan terlatih dibidangnya masing-masing, pada seluruh tingkatan. Sedangkan orang yang terpilih untuk menduduki posisi puncak adalah orang yang pernah menerima rotasi jabatan, pernah ditempatkan dan bekerja pada berbagai bagian organisasi yang berbeda agar ia mendapatkan pengalaman langsung menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi anak buahnya di masa depan.
Untuk memastikan bahwa manajemen dibentuk berdasarkan keahlian maka penunjukkan atau penugasan serta promosi jabatan harus berdasarkan pada keunggulan atau kelebihan seseorang dan bukan berdasarkan kesukaan semata. Dan mereka yang terpilih harus menjadikan pekerjaannya sebagai kerja dan karier utamanya. Hal ini berarti tidak boleh terjadi ketidaksukaan atau sebaliknya kesenangan terhadap pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan organisasi. Setiap pihak harus diperlakukan dengan sama, dan karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan cara yang adil.
Teori Weber ini sangat menekankan pada pandangan yang bersifat individualistic terhadap struktur, dalam kata lain struktur terbentuk karena adanya individu-individu. Weber juga menjelaskan kepada kita mengenai struktur organisasi di mana orang-orang diletakkan pada suatu hierarki di mana mereka diberikan kewenangan dan peran tertentu. Hingga dalam hal ini telah jelas bahwa organisasi bersifat hierarkis dan berlapis-lapis, dikontrol berbagai aturan serta tidak sensitif terhadap berbagai kebutuhan dan perbedaan individu.[10]
Teori Manajemen Ilmiah – Federick W. Taylor
Teori weber mengenai birokrasi berfokus terutama pada pengorganisasian, begitu pula dengan Taylor yang secara khusus membahas tentang organisasi dan manajemen dengan melakukan pendekatan terhadap empat unsur, yaitu: pembagian kerja, proses skalar dan fungsional, struktur, dan rentang kekuasaan.[11]
1.             Pembagian kerja
Pembagian kerja menyangkut kewajiban dan pekerjaan organisasi di tribusikan. Taylor menyatakan bahwa pekerjaan harus dibebaskan dari tugas perencanaan dan kegiatan tata usaha. Pekerjaan setiap orang dalam organisasi harus terbatas pada pelaksanaan suatu fungsi yang merupakan konsep pembagian kerja. Seperti pendapat Parkison yang menyimpulkan bahwa “pekerjaan bertambah untuk mengisi waktu yang tersedia bagi penyelesaianya“.[12]Pengamatannya membuat ia sadar bahwa dalam organisasi tugas yang harus dilaksanakan bertambah (menjadi lebih penting dan lebih rumit) sebanding dengan jumlah waktu yang harus dihabiskan untuk melakukan tugas itu. Maka ia berpendapat banyak pekerjaan dan jumlah pekerja tidaklah berkaitan.
2.             Proses skalar dan fungsional
Proses skalar dan fungsional berkaitan dengan pertumbuhan vertikal dan horisontal organisasi. Proses skalar yang menunjukan rantai perintah disebut vertikal organisasi. Dan pembagia kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih khusus dan pembentukkan kembali bagian-bagian lebih khusus menjadi unit-unit yang sesuai disebut dengan horisontal organisasi.
3.             Struktur
Struktur berkaitan dengan hubungan-hubungan logis antara berbagai fungsi dalam organisasi. Yang dalam hal ini difokuskan pada dua struktur dasar yang disebut Lini dan Staf. Struktur lini menyangkut saluran-saluran kewenangan organisasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan utama organisasi. Dan struktur staf menunjukkan jabatan-jabatan yang memberikan bantuan kepada jabatan-jabatan lini untuk melaksanakan pekerjaan mereka dengan lebih baik, dengan memberikan nasehat, bantuan atau pelayanan.
Nilai dasar yang membedakan lini dan staf terletak pada wilayah pembuat keputusan. Istilah lini berarti bahwa kewenangan terakhir terletak pada jabatan-jabatan dalam struktur itu. Sedang tenaga staf memberi nasihat dan jasa untuk membantu lini. Lini mempunyai otoritas komando. Sedang staf memberikan nasihat dan melakukan persuasi dalam bentuk usulan-usulan, namun tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah kepada manajer lini untuk mengikuti usulan-usulan tersebut.
Struktur ini sendiri dalam organisasi terbagi menjadi dua, yaitu: struktur tinggi dan struktur datar. Tinggi atau datarnya suatu organisasi ditentukan oleh perbedaan dalam jumlah tingkatan kewenangan dan variasi dalam rentang pengawasan pada setiap tingkat. Struktur tinggi mempunyai banyak tingkat kewenangan dengan manajernya yang mempunyai rentang pengawasan yang sempit. Sedang struktur datar mempunyai pengawasan yang sedang dan lebih sedikit peraturan.
4.             Rentang pengawasan
Rentang pengawasan menunjukan jumlah bawahan yang berada dibawah pengawasan seorang atasan. Meskipun sering dinyatakan bahwa jumlah bawahan yang dapat diawasi seorang manajer adalah lima atau enam orang, namun dalam prakteknya rentang pengawasan tersebut bervariasi. Misalnya, dalam suatu perusahaan produksi, dengan tujuh tingkat kewenangan, seorang manajer bisa membawahi lima hingga sepuluh penyelia.[13]
B.            Human Perspective
Teori Komunikasi, Kewenangan – Chester Barnard
Teori Komunikasi Kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard. Barnard menyatakan bahwa sebuah organisasi hanya dapat berlangsung dengan adanya suatu kerja sama antar manusia. Kerja sama dijadikan sebuah sarana di mana kemampuan individu dapat dikombinasikan untuk mencapai tujuan bersama.
Asumsi dasar dari adanya teori ini yaitu bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Dari definisi organisasi yang diungkapkan oleh Barnard inilah, suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasi menitikberatkan pada konsep sistem dan konsep orang. Barnard juga menyatakan bahwa eksistensi yang dimiliki suatu organisasi tergantung pada kemampuan anggota-anggota yang terlibat untuk berkomunikasi dan berkemauan untuk bekerja sama demi tercapainya suatu tujuan bersama.
Barnard juga menyatakan bahwa kewenanga merupaka suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ada empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima pesan yang bersifat otoritatif, yaitu:
1.             Harus memahami pesan yang dimaksud.
2.             Memastikan dan percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3.             Memastikan bahwa ketika ia memutuskan untuk bekerja sama, pesan tersebut telah sesuai dengan minatnya.
4.             Memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan pesan.
Barnard menyamakan kewenangan dengan komunikasi yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan kewenangan komunikator. Dengan menerima suatu pesan atau perintah dari orang lain, seseorang memberikan kewenangan perumus pesan dan karenanya menerima kedudukannya sebagai bawahan. Luas kewenangan yang dimiliki seorang atasan ditentukan oleh luas penerimaan bawahannya.
Barnard juga menyatakan bahwa teknik-teknik komunikasi baik berupa lisan ataupun tulisan guna menyampaikan kewenangan sangat penting untuk pencapaian tujuan. Namun, juga dapat menjadi sumber masalah dalam suatu organisasi jika kewenangan tersebut tidak diterima oleh bawahan.[14]
Teori Hubungan Manusia – Elton Mayo
Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Teori ini termasuk penemuan besar pada awal tahun 1950-an. Hasil terpenting terjadi selama eksperimaen penerangan lampu. Semula, para peneliti menganggap bahwa semakin baik penerangan, semakin tinggi hasil pekerja. Maka, mereka memutuskan untuk mengadakan suatu ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan dan suatu ruangan kontrol dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua kelompok pekerja dipilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dua tempat yang berbeda. Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan eksperimen ditambah hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian dikurangi hingga tingkat di mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah sebagai berikut: Ketika banyaknya penerangan bertambah, bertambah juga efisiensi pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di ruangan kontrol juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi kelompok tes dan juga kelompok control bertambah dengan perlahan tetapi mantap. Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang. Namun saat itu para pekerja tetap dapat mempertahankan efisiensi meskipun terdapat hambatan.
Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan minat para peneliti untuk mengukur pengaruh dari berbagai kondisi kerja terhadap produktivitas pegawai. Para peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang luar biasa bahkan menakjubkan itu terjadi karena enam orang dalam ruang eksperimen itu menjadi sebuah tim, yang hubungan anggota-anggotanya dalam kelompok berperan lebih penting dalam meningkatkan moral dan produktivitas mereka terlepas dari apakah kondisi-kondisi kerja tersebut baik atau buruk. Para peneliti juga berkesimpulan bahwa para operator tidak mengetahui mengapa mereka dapat bekerja lebih produktif di ruangan tes, namun ada feeling memang bahwa “hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja yang lebih menyenangkan, lebih bebas dan lebih membahagiakan”.
Sehingga eksperimen tersebut menghasilkan dua kesimpulan, yaitu: (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya.[15]


BAB III
PENUTUP

Telah dijelaskan bagaimana para tokoh menjeladkan teori mereka mengenai organisasi. Baik menurut pandangan klasik ataupun pandangan manusia. Dan dapat diambil kesimpulan bahwasanya untuk menjalankan organisasi dengan baik guna tercapainya tujuan organisasi, menurut classical perspective dengan menekankan pada struktur dan pembagian pekerjaan yang efektif. Sedang menurut human perspective dengan menekankan pada pentingnya hubungan sosial antar individu dalam suatu organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2005.
Karya klasik Max Weber .The Theory of Social and Economic Organization. Diterjemahkan oleh A.M Henderson dan T Parson. Oxford University Press. 1947.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,  Theory of Human Communication, Thomson Wadsworth. 2008.
Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2009.



[1] Karya klasik Max Weber adalah The Theory of Social and Economic Organization, yang diterjemahkan oleh A.M Henderson dan T Parson, Oxford University Press, 1947.
[2] Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. 2008.  Theory of Human Communication, Thomson Wadsworth. Hal. 254.
[3] Morrisan. 2009. Teori Komunikasi Organisasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal. 27.
[4] Max Weber. The Theory of Social and Economic Organization. Loc.cit. Hal. 254-255.
[5] Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Op.cit. Hal. 28.
[6] Littlejohn dan Foss. Op.cit. Hal. 254-255.
[7] Morrisan. Teori Komunikasi Organisasi. Op.cit. Hal. 29-30.
[8] Ibid. Hal. 30.
[9] Ibid. Hal. 30.
[10] Ibid. Hal. 31
[11] R. Wayne Pace dan Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal. 49.
[12] Parkison, c. nurthcote, parkison’s law, new york: ballatine, 1957.
[13] R. Wayne Pace dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Op.cit. Hal. 49-52.
[14] Ibid. Hal. 56-59.
[15] Ibid. Hal. 59-60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar