Rabu, 16 Oktober 2013

Ingin Menghasilkan Gambar yang Bagus? Perhatikan Hal-Hal Berikut!

Video_150x150Sebuah gambar yang bagus harus mempunyai komposisi yang baik. Yaitu ketika semua elemen yang dimasukkan dalam setiap frame ada dalam kesatuan yang harmonis, tidak berantakan apalagi tidak seimbang. Untuk menguasai hal tersebut, seorang kameramen – selain berlatih dengan banyak merekam – juga penting untuk memperhatikan beberapa hal berikut:

  1. 1. Pada saat pengambilan gambar, hindari penggunaan zoom yang berlebihan. Karena hal ini bisa menyebabkan gambar tidak fokus (out of focus), terutama pada kamera yang memiliki zoom digital.

  2. 2. Jangan terpaku untuk selalu merekam objek utama, tetapi objek disekirtarnya yang berkaitan juga perlu diperhatikan.

  3. 3. Hindari pengambilan gambar pada tempat-tempat yang tingkat pencahayaannya kurang. Namun jika kamera video yang digunakan memiliki fasilitas Light, maka cukup aktifkan fitur tersebut untuk menambah pencahayaan. Atau dalam hal ini bisa juga menggunakan cahaya tambahan.

  4. 4. Gunakan penyangga (tripod) untuk menghasilkan gerakan yang halus. Hal ini penting, karena tripod juga bisa meminimalisir adanya guncangan pada saat merekam.

  5. 5. Gunakan variasi-variasi sudut pandang kamera, seperti Bird Eye View (dari atas), High Angle (dari atas objek), Low Angle (dari arah bawah objek), Eye Level (sejajar dengan mata objek), Frog Eye (dari bawah), dan lain-lain.

  6. 6. Hindari penggunaan efek-efek yang terdapat pada kamera video. Sebab penggunaan efek lebih baik dilakukan pada saat editing. Namun, jika tidak berkeinginan untuk mengedit hasil rekaman, maka penggunaan efek bisa dilakukan.

  7. 7. Harus memperhatikan komposisi frame (bingkai), jangan sampai objek utama terpotong atau tidak masuk ke dalam frame.

  8. 8. Jika shot memperlihatkan adegan seseorang berjalan atau sedang menuju suatu tempat, maka sisakan ruangan di depan orang tersebut. Hal ini disebut looking space, yaitu jarak pandang objek terhadap batas frame.

  9. 9. Perihal backgroud (latar belakang) juga harus diperhatikan. Karena ada kalanya saat pengambilan gambar juru kamera tidak memperlihatkan latar belakang. Misalnya, latar belakang menyatu dengan foreground (latar depan), sehingga terkesan latar belakang dihasilkan dari foreground.

  10. 10. Untuk menghindari suara-suara noise yang ikut terekam, baiknya gunakan kamera video yang memiliki konektor untuk mikrofon eksternal. Atau bisa juga menggunakan mikrofon yang sudut rekamnya menyempit (mikrofon omni), sehingga hanya subjek utama saja yang terekam suaranya.

Demikian hal-hal yang perlu diperhatikan guna menghasilkan gambar yang bagus dan tidak berantakan apalagi tidak seimbang. Semoga bermanfaat!

Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2013/10/ingin-menghasilkan-gambar-yang-bagus-perhatikan-hal-hal-berikut/

Wanita dan Tayangan Iklan TV

TV adalah suatu kebutuhan manusia yang sudah menjadi kebutuhan primer, tidak seorang pun di dunia ini yang mampu menghindar dari tayangan acara televisi. Meski sesibuk apapun, seseorang akan selalu menyempatkan waktu untuk melihat acara televisi. Bahkan belakangan ini berbagai tayangan acara televisi swasta sering menjadi bahan referensi dalam bersikap dan berperilaku dikehidupan sehari-hari dalam suatu masyarakat sekitar tersebut.
tv_online_advertising

Satu kekhawatiran yang saat ini masih menjadi polemik antara pakar dan praktisi komunikasi massa adalah dampak negatif dari tayangan iklan televisi terhadap pemirsa wanita. Televisi dianggap sangat berpengaruh terhadap kelompok yang lemah yaitu wanita, karena wanita mempunyai mental dan psikologis yang rendah dan lemah, terlebih lagi bila wanita itu berada dalam siklus kehidupan yang domestik dan tradisional. Sehingga, kaum wanita menjadi sasaran intervensi dalam tayangan televisi dengan berbagai macam corak ragam acaranya.


Beberapa hasil penelitian di Amerika, Paisley-Butler (Anonim, 2011) mengemukakan dari hasil penelitiannya bahwa kesan yang dibentuk dari iklan-iklan yang muncul tentang wanita, yaitu:

  1. 1. Merendahkan wanita. Dalam iklan, wanita digambarkan sebagai objek seks.
  2. 2. Menempatkan wanita di tempatnya. Wanita lebih banyak diperlihatkan dalam peran tradisional dan tidak berjuang dengan peran di luar mereka.
  3. 3. Wanita hanya memiliki dua tempat, yaitu sebagai istri atau ibu.
  4. 4. Menjadi ibu rumah tangga merupakan pekerjaan mutlak seorang wanita.

Sedang sebuah studi tentang perempuan dalam iklan majalah memberikan rumusan tentang konsep citra perempuan yang muncul dalam sebuah iklan. Konsep tersebut adalah: citra pigura, citra pilar, citra peraduan, citra pinggan, dan citra pergaulan (Tomagola, 1998). Secara rinci kelima rumusan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. 1. Pigura; wanita digambarkan sebagai mahluk yang harus memikat dengan ciri-ciri biologisnya seperti: buah dada, pinggul, dan ciri-ciri keperempuanan yang dibentuk oleh budaya; seperti rambut, panjang betis, dan lain-lain.
  2. 2. Pilar; digambarkan sebagai pilar pengurus utama keluarga; pengurus rumah tangga, dan wilayah tanggung jawabanya dalam rumah tangga. Dalam hal ini wanita bertanggung jawab terhadap keindahan fisik rumah suaminya, pengelolaan sumber daya rumah, dan anak-anak.
  3. 3. Peraduan; citra ini menganggap wanita sebagai objek seks atau pemuasan laki-laki. Seluruh kecantikan perempuan (kecantikan alamiah maupun buatan) disediakan untuk dikonsumsi laki-laki) seperti menyentuh dan dihargai. Bagian tubuh yang dieksploitir adalah betis, dada, punggung, pinggul dan rambut.
  4. 4. Pinggan; wanita digambarkan sebagai pemilik kodrat, setinggi apapun pendidikannya atau penghasilannya, kewajibannya tetap di dapur.

Wanita digambarkan sebagai mahluk yang dipenuhi kekhawatiran tidak memikat, tidak tampil menawan, tidak bisa dibawa ke muka umum, dan lain-lain.  Dan karena hal ini sangat berpengaruh, maka pesan yang disampaikan oleh iklan tersebut akan sangat mempengaruhi wanita. Seorang wanita ingin tampil sempurna di lingkungan pergaulannya, dan inilah yang dimanfaatkan oleh produsen untuk memperkenalkan produknya.

Menanggapi hal yang demikian, maka baiknya wanita lebih berhati-hati dalam melihat tayangan iklan di televisi. Dan akan semakin baik jika wanita bisa menyikapi tayangan tersebut secara kritis dan analitis.


Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2013/10/wanita-dan-tayangan-iklan-tv/

Pakai Batik, Wujud Bangga Budaya Bangsa

Budaya menghias kain agar terlihat menarik merupakan salah satu kelebihan yang terpendam dari bangsa Indonesia. Dengan olahannya yang relatif rumit, batik menggambarkan jalinan perbedaan yang bisa diikat dalam sebuah komposisi keindahan. Batik adalah salah satu bentuk bahasa visual yang indah, yang memberikan makna pada setiap warna dan motifnya. Sehingga setiap batik memiliki pesan yang berbeda untuk setiap tempat dan suasana.
i-love-batik-indonesia-300x300
Sejak tanggal 2 Oktober 2009, Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang telah diresmikan oleh UNESCO (United Nations Educational Scientific And Cultural Organization),  Organisasi PBB yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Seni menulis atau melukis di kain ini pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakaian, dengan teknik pewarnaan menggunakan malam. Pemahaman tentang arti batik ini dapat diketahui dari nama batik itu sendiri, karena batik di ambil dari kata ”ambatik”, yang merupakan perpaduan kata amba dan tik,yang dalam bahasa Jawa, amba memiliki arti menulis, sedangkan tik  adalah titik kecil.

Tradisi membatik ini pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga tidak heran bila ditemukan motif yang dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif dari batik mampu menunjukkan status/derajat dari pemakainya, itulah mengapa masih ada beberapa motif batik tradisional yang hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Sebagai warisan budaya Indonesia, batik memiliki eksistensi yang tidak tergerus zaman, karena batik mampu beradaptasi dengan perkembangan mode pakaian yang saat ini terus berkembang. Sehingga tidak heran jika batik kini tidak hanya menjadi pakaian khas untuk mereka para orang-orang tua, namun juga ramaja, bahkan anak-anak. Saat ini batikpun tidak hanya digunakan dalam upacara adat, namun juga dalam keseharian, sehingga banyak sekali bermunculan baju-baju bermotif batik. Selain itu, pemanfaatan corak batikpun tidak dibatasi hanya untuk pakaian, melainkan untuk tas, jaket, pelindung HP, topi, sarung tangan, sepatu, sandal, bahkan helm, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Itu merupakan wujud kreatifitas dari para warga Indonesia, yang dengan pintar memanfaatkan peluang sekaligus turut melestarikan seni batik, yang merupakan ciri khas Negara Indonesia. Di awali dengan mencintai dahulu, lalu muncul rasa memiliki yang akhirnya berkembang pada hasrat untuk terus melestarikan. Memahami hal tersebut, sebagai warga Indonesia, mari lestarikan budaya memakai batik sebagai wujud kebanggaan akan budaya bangsa. (eva/dmb)


Sumber:  http://mediacenter.malangkota.go.id/2013/10/pakai-batik-wujud-bangga-budaya-bangsa/

Jangan Biarkan Televisi Mengikis Budaya Baca!

Membaca merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk sumber daya manusia (SDM) yang tinggi. Bila budaya baca masyarakat di suatu Negara itu tinggi, maka bisa dipastikan SDM di Negara tersebut akan mampu bersaing dengan SDM Negara lain melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
bookvstv
Namun masalahnya, hingga saat ini budaya baca masyarakat Indonesia dinilai masih kurang. Padahal dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, setiap orang dituntut untuk gemar membaca sejak dini.

Rendahnya budaya baca di Indonesia terjadi hampir pada seluruh kelompok sosial. Seperti Siswa, Mahasiswa, serta Guru ataupun Dosen. Apalagi dikalangan masyarakat biasa yang memang dalam keseharianya tidak banyak berkepentingan dengan buku. Walaupun penyelidikan tentang budaya baca ini belum menyeluruh (Nasional), namun dari beberapa survei yang dilakukan oleh para peneliti cukup memberikan gambaran rendahnya budaya baca di Indonesia.

Salah satu faktor penyebab rendanya budaya baca adalah maraknya program Televisi yang semakin menggoda dengan kemasan acaranya yang menarik. Perlu diakui bahwa Televisi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan media lainya. Misalnya dari segi waktu, media Televisi tergolong cepat dalam menyebarkan berita atau informasi kepada masyarakat luas. Media ini juga memiliki kelebihan dalam hal audio visual, sehingga dengan adanya gambar bergerak ditambah efek suara dapat memudahkan audiens dalam memahami isi acara. Kemudian untuk jangkauannya, Televisi tergolong media dengan jangkauan yang cukup luas hingga kepelosok negeri.

Sesungguhnya kehadiran Televisi tidak akan bermasalah jika seseorang dapat berlaku selektif dalam memilih acara TV. Namun kenyataanya, banyak kalangan seperti anak-anak, remaja, dan ibu-ibu yang terlena dengan beragamnya sajian TV. Sehingga, mereka lebih betah menghabiskan waktu berjam-jam mengikuti acara TV dari pada membaca.

Fenomena ini terjadi di Indonesia sebab Televisi masuk lebih dulu dan mendapat tempat dalam masyarakat dari pada budaya gemar membaca. Sehingga kesempatan untuk memperkenalkan budaya baca cukup sulit, karena masyarakat yang sudah terlanjur gemar menonton TV. Sebaliknya, yang terjadi di Negara maju seperti Amerika dan Jepang, budaya baca lebih dulu mewarnai dan mengakar kuat pada masyarakatnya. Sehingga kehadiran teknologi TV tidak terlalu mempengaruhi budaya baca mereka.

Mengingat pengaruh Televisi yang begitu besar terhadap minat baca suatu masyarakat, maka sebaiknya pemerintah lebih membatasi tayangan Televisi yang disiarkan. Agar acara TV tersebut bisa berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Dan jangan sampai tayangannya hanya ditujukan untuk mengejar rating dan keuntungan semata, tanpa memperhatikan etika penyiaran. Sedang bagi masyarakat Indonesia, sudah saatnya untuk melatih kebiasaan membaca dan meminimalisir waktu yang dihabiskan untuk menonton TV.


Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2013/10/jangan-biarkan-televisi-mengikis-budaya-baca/

Seni Berkomunikasi dengan Persuasi yang Efektif

Persuasi (membujuk) merupakan salah satu bentuk dari social influence (pengaruh sosial). Dengan memiliki teknik persuasi yang baik, seseorang akan memiliki social influence yang baik pula.
persuasi_300x300
Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, secara tidak disadari merupakan bakat alamiah manusia yang diciptakan dengan kemampuan akal yang lebih tinggi. Sehingga, manusia bisa survive dengan modal kemampuan persuasi yang dimilikinya.

Penjelasan tentang teknik-teknik persuasi yeng efektif berikut merupakan suatu seni dalam berkomunikasi. Sejauh ini teknik teknik tersebut telah banyak membantu orang-orang berprestasi mengubah gagasan pribadinya menjadi hasil yang positif. Teknik-teknik itu meliputi:

  1. 1. Jadilah seorang pembujuk yang percaya diri. Diartikan sebagai percaya akan kemampuan dalam mencapai keberhasilan diri.

  2. 2. Lakukan persuasi yang hebat di empat menit pertama dalam perbincangan. Bentuk penampilan semenarik mungkin, karena kesan pertama seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang pertama kali mereka lihat. Kemudian sampaikan persuasi dengan suara yang santun dan baik sambil menyeimbangkan posisi dengan komunikan.

  3. 3. Bahasakan tubuh dengan sopan dan welcome hingga mampu memancarkan citra diri.

  4. 4. Bangun kepercayaan dan kredibilitas komunikan dengan memberi pertanyaan yang mendorong seseorang untuk bercerita tentang dirinya, lalu berikan tanggapan dan bukannya reaksi dengan kata-kata yang tepat diwaktu yang tepat pula.

  5. 5. Jadilah pendengar yang baik dan tulus dengan menyeimbangi perbincangan. Simak dengan baik keluhan mereka dan berikan tanggapan/jawaban atas pertanyaan itu.

  6. 6. Bantu orang lain mengurangi ketakutan yang menutup pikiran mereka pada perubahan dengan meyakinkan mereka.

  7. 7. Bersikaplah terbuka pada masukan/kritikan.

  8. 8. Gunakan humor yang membangun dalam meningkatkan persuasi yang hebat. Bisa dengan cara menggunakan kalimat yang mengecilkan masalah atau kalimat ironi. Contoh: “Sangat mudah untuk berhenti merokok. Saya telah melakukannya seribu kali.”

  9. 9. Kembangkan karisma diri. Dengan cara jadilah diri sendiri, bersikap terbuka pada orang lain, berharap bahwa orang lain akan menyukai, dan bekerja untuk mencapai sasaran.

  10. 10. Beri dukungan pada pendengar dan refleksikan pengalaman pendengar.

  11. 11. Mintalah dukungan dan dapatkan komitmen yang kuat untuk partisipasi aktif.

Kemampuan untuk membujuk adalah dasar dari kemampuan untuk memimpin. Karenanya, dengan mempelajari teknik-teknik tentang bagaimana cara untuk meyakinkan orang lain agar percaya, mengikuti, dan membantu, akan memberi kulaitas-kualitas kepemimpinan pada diri yang lebih kuat dan membuat setiap gagasan-gagasan menjadi menarik.


Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2013/10/seni-berkomunikasi-dengan-persuasi-yang-efektif/

Senin, 29 Juli 2013

Jam Tayang Infotainment Tanpa Putus

A.       Infotainment
“Infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik”. Kata salah satu Ensiklopedia bebas di Internet.[1]
Di Indonesia, infotainment berubah dari tayangan informasi tentang dunia hiburan menjadi tayangan informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. Sebagaimana pendapat Nugroho (2005) dalam bukunya Infotainment:
“Terlepas dari akar kelahirannya di Barat, dimana infotainment sebenarnya berarti ‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut sudah berubah arti menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih spesifik lagi menjadi informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan.”
B.       Segmentasi Audiens Infotainment
Segmentasi audiens merupakan proses mengelompokkan audiens ke dalam kotak yang homogen.[2] Di mana keberhasilan media penyiaran sangat tergantung/ditentukan oleh kemampuan pengelolaannya dalam memahami audiens. Segmentasi audiens itu sendiri terbagi menjadi segmen demografis, geografis, dan psikografis. Berikut penjelasannya:[3]
1.         Segmen Demografis
Ialah segmentasi yang didasarkan berdasarkan peta kependudukan, misalnya: usia, jenis kelamin, besarnya anggota keluarga, pendidikan tertinggi yang dicapai, jenis pekerjaan konsumen, tingkat penghasilan, agama, suku, dan sebagainya. Semua ini disebut dengan variabel-variabel demografi. Data demografi dibutuhkan antara lain untuk mengantisipasi perubahan- perubahan audien menyangkut bagaimana media penyiaran menilai potensi audien yang tersedia dalam area geografi yang dapat dijangkau. Berdasarkan segmen demografis, audiens infotainment lebih didominasi/disukai oleh wanita terutama ibu-ibu.
2.         Segmen Geografis
Segmentasi ini membagi khalayak audien berdasarkan jangkauan geografis. Pasar audien dibagi-bagi kedalam beberapa unit geografis yang berbeda yang mencakup suatu wilayah negara, provinsi, kabupaten, kota hingga ke lingkungan perumahan. Media penyiaran menggunakan segmentasi geografis ini karena konsumen terkadang memiliki berbelanja yang berbeda-beda yang dipengaruhi lokasi dimana mereka tinggal. Para penganut segmentasi ini percaya setiap wilayah memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah lainnya. Oleh karenanya setiap wilayah di suatu negara perlu dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakternya. Berdasarkan segmen geografis, audiens infotainment lebih didominasi pada wilayah rural atau pedesaan.
3.         Segmen Psikografis
Adalah segmentasi berdasarkan life style atau gaya hidup dan kepribadian manusia. Jadi gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya.
Gaya hidup mempengaruhi prilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan pilihan konsumsi seseorang. Orang yang berorientasi karir akan berbeda dengan oang yang berorientasi keluarga dalam mengkonsumsi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam segmen ini, audiens infotainment lebih didominasi oleh ibu rumah tangga.
C.       Perilaku Audiens Infotainment
Para ibu menonton televisi biasanya untuk mengisi waktu senggang. Mereka tidak meluangkan waktu khusus untuk menonton televisi, apalagi meluangkan waktu khusus untuk menonton infotainment. Meskipun jika dianalisis berdasarkan pada pola menonton televisi berdasarkan tiga kategori wilayah yaitu urban, sub urban dan rural menunjukkan bahwa jam menonton televisi ibu-ibu di wilayah rural lebih banyak dibandingkan dengan jam menonton televisi ibu-ibu di daerah sub urban dan urban, namun sebagian besar ibu-ibu sesungguhnya bukanlah penonton yang terdominasi dan terhegemoni oleh tayangan infotainment di televisi. Hal ini nampak dari pernyataan-pernyataan para ibu yang mengatakan bahwa menonton televisi terutama acara infotainment hanyalah untuk mengisi waktu senggang saja; dan merupakan hiburan yang paling murah dan selalu tersedia di rumah. Perilaku menonton mereka lebih disebabkan pada ketiadaan aktivitas yang dilakukan sehingga mereka menonton tayangan infotainment atau bahkan dilakukan sambil lalu misalnya sambil menyiapkan masakan untuk keluarga.
Jadi dapat dikatakan bahwa jika kita mengacu pada konsep kategori penonton berdasarkan pada sikap atau perilakunya terhadap tayangan-tayangan isi media, maka penonton infotainment sebagian besar merupaka penonton yang berada dalam kategori negotiated reading terhadap tayangan-tayangan infotainment. Artinya dalam menerima dan mengkonsumsi tayangan-tayangan infotainment yang ditayangka oleh stasiun-stasiun televisi swasta nasional mereka tidak terdapat pada posisi yang menerima begitu saja tayangan-tayangan tersebut, dan bahkan sampai addictive ( kecanduan menonton).

D.       Strategi Penyiaran
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2000:29).
Ada dua sudut pandang perpektif yang dikemukakan oleh James A. Stoner dan Charles W yang diterjemahkan oleh Effendy (1981: 32). Yang mendefinisikan strategi sebagai berikut: (1) Apa yang ingin dilakukan suatu organisasi; (2) Apa yang dilakukan organisasi.
Prespektif yang pertama, strategi adalah program luas untuk menetapkan serta mencapai sasaran-sasaran sebuah organisasi dan mengimplementasikan misi-misinya. Sedangkan prespektif yang kedua mengartikan strategi sebagai reaksi organisasi yang bersangkutan dengan lingkungan dan berlangsungnya waktu.
Sedangkan menurut Jauch dan Glueck, strategi adalah rencana yang disatukan menyeluruh secara terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan serta tanggapan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan serta misi perusahaan dapat tercapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan (1996: 12).
Tujuan utama dari strategi adalah untuk membimbing keputusan manajemen dan ikut andil dalam penentuan misi, visi, serta kebijakan perusahaan dalam membentuk dan mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan dapat tercapai dalam kondisi lingkungan yang berinteraksi aktif dengan lingkungannya, caranya antara lain: dengan menyusun strategi yang mantap dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tepat.
Oleh karena itu, strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana tentang serangkaian maneuver yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan dan proses untuk membantu organisasi dan mendefinisikan apa yang ingin mereka capai dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. Program yang dituangkan dalam bentuk suatu acara siaran yang berorientasi sesuai dengan target audiens yang dituju sebagai penerima pesan melalui media.
Dalam mempersiapkan strategi dan rencana program, pengelola program harus melakukan analisis secara cermat terhadap persaingan stasiun penyiaran dan persaingan program yang ada pada waktu segmen pasar audien. Suatu persaingan terdiri atas persaingan langsung (termasuk persaingan di antara sejumlah program yang dimiliki sendiri) dan persaingan tidak langsung, misalnya oleh media non penyiaran (Morissan, 2008: 237).
Persaingan semakin berkembang pesat sehingga program di televisi berlomba-lomba menayangkan siaran yang bagus supaya banyak diminati oleh masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Peter Pringle dalam bukunya Electronic Media Managemen (1991) bahwa keberhasilan suatu stasiun televisi dalam melaksanakan programnya akan sangat bergantung pada tiga hal yaitu:
1.         Kemampuan untuk memproduksi atau membeli program yang memiliki daya tarik bagi audien.
2.         Menayangkannya pada waktu yang dapat dilihar oleh audiens yang menjadi sasaran.
3.         Membangun sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang dapat mendorong audien untuk menonton televisi dan tetap berada pada salurannya dari satu program ke program berikutnya.
Menurut Pringle- Starr-McCavitt (1991) dalam bukunya Electronic Media Management, fungsi utama bagian program dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.         Memproduksi dan membeli atau akuisisi program yang dapat menarik audien yang dituju.
2.         Menyusun jadwal penayangan program atau scheduling program untuk menarik audien yang diinginkan.
3.         Memproduksi layanan publik dan promosi serta produksi iklan local.
4.         Produksi dan akuisisi program-program lainnya untuk memuaskan ketertarikan publik.
5.         Menciptakan keuntungan bagi pemilik media penyiaran.
Tidak ada yang lebih penting dari acara atau program sebagai faktor yang paling penting dan menentukan dalam mendukung keberhasilan financial suatu stasiun penyiaran televisi adalah program yang membawa audiens mengenal suatu stasiun penyiaran.[4]
Menurut Morissan (2008: 239), Elemen-elemen yang diperlukan dalam pembauran strategi program media penyiaran, yaitu:
1.         Produk program (product), bahwa program adalah suatu produk yang ditawarkan kepada audien yang mencakup nama program dan kemasan program.
2.         Harga program (price), yaitu harga suatu program yang mencukup biaya produksi dan biaya yang akan dikenakan kepada pemasang iklan (tarif iklan) pada program bersangkutan jika ditayangkan.
3.         Distribusi program (place), yaitu distribusi program yang merupakan proses pengiriman program dari transmisi hingga diterima audien melalui pesawat TV.
4.         Promosi program (promotion), yaitu proses bagaimana membertahu audien mengenai adanya suatu program sehingga mereka tertarik untuk menonton atau mendengarkannya.
E.       Produksi dan Pembelian: Pembelian, Kalkulasi, dan Akuisisi Infotainment
Dalam menyajikan tayangan infotainment, stasiun televisi tidak bisa bekerja sendiri. Stasiun televisi juga tidak hanya mengandalkan kemampuan membeli racikan program tayangan tersebut dari rumah produksi. Untuk bisa menayangkan dan mampertahankan program tayangan infotainment, stasiun televisi juga akan berhubungan dengan sejumlah pelaku lain. Demikian juga rumah produksi yang meracik program infotainment harus berinteraksi dengan sejumlah pelaku yang lain sehingga tercipta suatu relasi. Adapun dalam praktik-praktik sosial sejumlah pelaku terdistribusi menyebar diantara relasi-relasi yang ikut menandai produksi dan reproduksi sajian acara tersebut. misalnya (1) relasi antarposisi dalam rumah produksi; (2) relasi antara rumah produksi dengan narasumber; (3) relasi antara rumah produksi dengan stasiun televisi; (4) relasi antara stasiun televisi dengan pemasang iklan; (5) relasi antara stasiun televisi dengan lembaga survei penonton, serta (6) relasi antara stasiun televisi dengan negara.[5]
Di stasiun televisi, 75% produk acara Infotainment diproduksi oleh Rumah Produksi (Production House) yang menjalin kontrak sebagai supplier tv Program kepada stasiun TV yang menyiarkan. Stasiun TV bertindak sebagai pembeli dan bertindak sebagai “hakim” yang menentukan layak beli atau tidak dari sebuah produk infotainment yang ditawarkan.
Sebut saja Go-Spot, dari 60 menit durasinya, 20 menit sudah dikapling iklan. Dengan tarif iklan ratarata Rp34 juta per spot (30 detik), maka setiap pagi program ini bisa menenggak pemasukan hingga Rp 120 juta. Padahal, sebagai program inhouse, direct costnya (biaya operasional peliputan), hanya sekitar Rp 56 juta per hari. Sementara indirect cost (gaji karyawan, overhead kantor, dll) jika dihitung harian, jumlahnya juga kurang lebih sama. Dus, hanya dengan modal Rp 12 juta, RCTI melalui Go Spot bisa mendapatkan untung hingga 10 kali lipat. Setiap pagi! Alhasil, di jajaran program infotainment yang berjumlah 19 biji di 10 stasiun televisi, Go Spot masuk dalam the big five setelah Silet, Insert, atau Cek&Ricek.
Itu belum termasuk iklaniklan built in, yang pada praktiknya menjadi iklan terselubung karena tak diberi pagar api (firewall) yang tegas, sebagaimana prinsipprinsip jurnalisme. Karena durasi iklan tidak mungkin ditambah, maka iklan dimasukkan dalam materi tayangan, seperti kerap kita saksikan. Misalnya, artis digosipkan takut tua (entah dari mana gosipnya), tapi ujung-ujungnya dia menawarkan produk kecantikan. Atau artis digosipkan menjalani operasi plastik, lalu dia membantah, dan ujungujungnya dia membuka telah memakai produk kosmetik tertentu. Semua dilakukan dengan sengaja, sadar, dan tak takut dianggap menginjakinjak prinsip apapun, hanya sematamata untuk menampung kue bisnis yang sudah luber dari jatah durasi iklan yang ada.
Jadi dalam kasus Go Spot, secara de facto, infotainment ini memang diceraikan dari redaksi oleh kekuatan bisnis. Diceraikan dari jurnalisme oleh instutsi media itu sendiri. Meski secara de yure, dalam credit title, penanggung jawab program tetap Pemimpin Redaksi. Di situs resmi RCTI (rcti.tv), mereka jelas membedakan antara genre program berita dan genre infotainment. Sementara program outsource seperti Silet atau Cek & Ricek, memang bukan menjadi bagian dari redaksi. Silet diproduksi Indigo, sementara Cek & Ricek digarap oleh rumah produksi PT Bintang Avdis Multimedia milik raja infotainment, Ilham Bintang. Jadi kedua program ini tidak berada di bawah supervisi redaksi, melainkan langsung di tangan Programming.
Rapatrapat bersama antara infotainment inhouse, infotainment outsourcing dan pihak management, sekali lagi mengkonfirmasi bahwa dalam banyak kasus, justru Programming televisilah yang menentukan jenisjenis berita seperti apa yang sebaiknya diproduksi oleh PHPH itu. Mereka mendiskusikan dengan tekun, ditemani datadata ABG Nielsen, bahwa topiktopik berbau gosip, skandal, atau konflk pribadi menduduki rating tinggi yang ditafsirkan sebagai disukai penonton ataudisukai pasar Sebaliknya, informasi tentang proses kreatif atau pesanpesan sosial dalam setiap karya seni, dianggap tak disukai khalayak, dan karenanya porsinya harus ditekan, untuk tidak mengatakan dihilangkan sama sekali.
Gambaran di bawah atap RCTI ini barangkali secara deduktif bisa kita anggap mewakili gambaran umum logika bisnis infotainment di stasiun televisi yang lain. Bila program ranking lima seperti Go Spot beromzet Rp120 juta per hari, maka bisa dibayangkan berapa perputaran uang di industri ini setiap tahunnya. Barangkali masuk bilangan ratusan miliar hingga triliun. Jumlah uang yang jauh melampaui perolehan iklan Divisi News mana pun, terutama di televisi televisi nonberita. Ditambah sinetron dan reality show, maka sempurnalah sudah mesin uang yang siap menggilas dan menggiling siapa saja yang mencoba mengusiknya.
Di kerajaan bisnis Ilham Bintang saja (Bintang Group), misalnya, tujuh tahun lalu, pendapatan dari program infotainment telah menyumbang 60 persen dari total incomenya (swa.co.id, 22 Desember 2003). Ketika itu, Bintang Group terdiri dari PT Bintang Advis Multimedia (memproduksi C&R, Halo Selebriti dan Buletin Sinetron), PT Bintang Sakti Mediatama (Tabloid C&R); PT Bintang Sakti Promo Piranti (PR dan event organizer), PT Bintang Mas Mediatama (Kroscek Senin, Kamis dan Jumat), PT Bintang Media Griya Usaha (Kroscek Selasa, Rabu dan Sabtu), dan PT Bintang Media Citra Utama (program infotainment GATE, Gebyar Tokoh dan Elit).
KPI sendiri seolah kebingungan menghadapi industri infotainment. Teguran dan sanksi skorsing program sudah kerap dilakukan, tapi tak ada perubahan signifikan. Di titik ini, sebagian orang berpandangan sebaiknya KPI (dan Dewan Pers) semakin melibatgandakan ketegasannya, dan bukannya menyerah dengan menceraikan infotainment dari jurnalisme (lupakan dulu istilah faktual dan nonfaktual sebagaimana terminologi SP3SPS yang agak membingungkan). Dengan memasukkan sebagai keluarga jurnalisme, maka Kode Etik Jurnalistik bisa ditegakkan, meski pengalaman selama satu dasawarsa terakhir tak secara empiris menunjukkan itu. Jadi ini diskursus tentang das sein dan das sollen.[6]
F.        Eksekusi Program Infotainment
Eksekusi program mencakup kegiatan menayangkan program sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Manajer program melakukan koordinasi dengan bagian traffic dalam menentukan jadwal penayangan infotainment dan berkonsultasi dengan manajer promosi dalam mempersiapkan promo bagi program bersangkutan. Manajer program juga perlu berkoordinasi dengan bagian redaksi infotainment dalam hal program itu memerlukan liputan wartawan seperti peristiwa khusus atau berita penting.
Strategi penayangan program yang baik sangat ditentukan oleh bagaimana menata atau menyusun berbagai program yang akan ditayangkan. Menata program adalah kegiatan meletakkan atau menyusun berbagai program pada suatu periode yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, pengelola program harus cerdas menata program dengan melakukan teknik penempatan acara yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Penempatan acara yang kurang baik membuat program itu menjadi sia-sia. Pengelola program juga harus memperhatikan berbagai ketentuan yang berlaku ketika menata programnya.
Bagian program harus menganalisa dan memilah-milah setiap bagian waktu siaran untuk mendapatkan berbagai audien yang diinginkan, karena jam yang berbeda akan mendapatkan audien yang berbeda pula. Kalangan yang berbeda menonton di waktu yang berbeda. Jika audien yang menjadi sasaran adalah para remaja maka jangan memutar acara itu selama jam sekolah atau pada saat larut malam. Jika audien sasaran adalah laki-laki dan perempuan semua umur, maka perlu dipertimbangkan untuk meletakkan acara tersebut pada jam tayang utama (prime time).
G.      Pembagian Waktu Siaran
Menentukan jadwal penayangan suatu acara ditentukan atas dasar perilaku audien yaitu rotasi kegiatan mereka dalam satu hari dan juga kebiasaan untuk menonton televisi atau mendengarkan radio pada jam tertentu. Pada prinsipnya siaran radio dan televisi harus dapat menemani aktivitas apapun. Aktivitas audien pada umumnya memiliki pola yang sama pada setiap bagian hari, apakah pagi, siang atau malam hari. Programer menyusun jadwal acara berdasarkan aktivitas audien ini.
Berdasarkan pembagian siklus aktivitas audien mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali maka waktu siaran dibagi ke dalam lima segmen. Setiap segmen memiliki ciri-ciri atau sifat audien yang berbeda. Secara umum, programer membagi siaran menjadi beberapa bagian:
1.         Prime Time: jam 19.30 – 23.00
2.         Late Fringe Time: jam 23.00 – 01.00
3.         All other time: jam 01.00 – 10.00
4.         Day Time: jam 10.00 – 16.30
5.         Fringe Time: jam 16.30 – 19.30
Prime time merupakan waktu siaran televisi yang paling banyak menarik penonton. Selain itu, penonton yang berada pada segmen ini sangat beragam (tua, muda, anak-anak dan sebagainya). Stasiun televisi biasanya akan menempatkan program acara yang paling bagus pada segmen ini karena jumlah audiennya yang besar. Selain itu, acara prime time juga harus bisa dinikmati semua kalangan termasuk anak-anak. Anggaran terbesar stasiun penyiaran biasanya digunakan untuk membiayai program pada saat prime time ini. Namun pada saat bersamaan stasiun televisi lainnya juga akan menempatkan program terbaiknya pada segmen ini. Dengan demikian terjadi persaingan merebut perhatian pemirsa pada saat prime time ini.
Pola pembagian waktu siaran tersebut berbeda pada saat akhir pekan (hari Sabtu dan Minggu). Other time untuk akhir pekan dimulai dari pukul 01.00 – 07.00 atau berakhir lebih cepat 3 jam dibandingkan hari biasa. Ini menunjukkan bahwa audien cukup banyak menonton televisi pada pagi hari di Hari Sabtu dan Minggu. Day time pada saat akhir pekan dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 19.30 pada hari Sabtu atau berakhir lebih awal pada hari minggu.
Karena biayanya yang besar maka stasiun televisi pada umumnya tidak dapat menyajikan program terbaiknya setiap hari. Strategi stasiun televisi untuk segmen utama ini biasanya bersifat mingguan (weekly basis). Programer menghindari penempatan program unggulan yang ditayangkan pada hari yang sama atau bersamaan dengan program unggulan dari stasiun lain. Dengan cara ini, stasiun televisi dapat memenangkan seluruh waktu siaran ketika tiba saatnya menayangkan program unggulannya.
H.       Jam Tayang Infotainment Tanpa Putus
Beberapa tahun lalu, acara gosip atau infotainment baru tayang pukul 15.00 WIB. Namun, saat ini, gosip sudah bisa dinikmati sejak pukul 05.30 WIB. Bahkan hadir jauh lebih pagi dibanding waktu sarapan. Menjadikan stasiun televisi berlomba-lomba memilih jam tayang lebih pagi untuk menayangkan gosip terbaru setiap harinya.
Ironisnya, setiap stasiun televisi memiliki lebih dari satu acara gosip andalan untuk mewakili waktu penayangan pagi hingga menjelang malam. Jika dipandang dari sisi edukasi, acara gosip tersebut hanya akan berimbas pada pembodohan dan pembohongan publik. Karena, banyak tayangan yang sekedar mengada-ngada untuk mencari sensasi dan popularitas. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan nilai negatif gosip masih belum terbuka. Buktinya, acara gosip semakin bertambah setiap harinya. Sehingga, bergosip sudah menjadi kebutuhan dan keharusan.
Dewasa ini, selain tayang pada jam yang bersamaan, acara gosip atau infotaiment seolah sengaja dihadirkan dengan jam tayang tanpa putus. Setiap stasiun televisi seolah bergantian untuk menayangkan gosip terbaru versi mereka, meskipun pada dasarnya sama. Bahkan, gosip tersebut dapat dinikmati sejak pagi buta hingga menjelang malam.[7]
Berikut merupakan jadwal penayangan acara gosip atau infotainment per tanggal 29 April 2013 di beberapa stasiun televisi yang hadir hampir setiap waktu:[8]
1.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang pagi hari
·                06:00 GO SPOT di RCTI
·                06:00 Was Was di SCTV
·                06:30 Insert Pagi di Trans TV
·                07:00 KISS Pagi di Indosiar
·                07:00 Newstar di Kompas TV
·                07:30 Selebrita Pagi di Trans 7
·                09:00 Halo Selebriti di SCTV
·                10:00 Obsesi di Global TV
2.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang siang hari
·                11:00 Intens di RCTI
·                11:00 Insert di Trans TV
·                12:00 Seputar Obrolan Selebriti di ANTV
·                12:00 Selebrita Siang di Trans 7
·                14:00 HOT KISS di Indosiar
3.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang sore hari
·                15:30 Kabar Kabari di RCTI
·                15:30 Fokus Selebriti di Global TV
·                16:00 SILET di RCTI
·                16:30 Newstar di Kompas TV

4.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang menjelang malam
·                17:00 Insert Investigasi di Trans TV
Melihat jadwal penayangan acara gosip atau infotainment yang tidak pernah putus, maka dapat disimpulkan bahwa acara gosip tersebut sengaja dihadirkan untuk mendongkrak rating, selain sinetron dan acara kebanggaan lain. Sayangnya, jam tayang acara gosip tersebut seolah tidak mengenal waktu. Hal itu terbukti dengan hadirnya acara-acara gosip sejak pagi buta. Padahal, pada jam tersebut anak-anak masih belum berangkat sekolah. Sehingga, mononton acara gosip hanya akan membuat pikiran mereka berisi gosip para selebriti dan bukan pengetahuan sekolah. Dengan demikian, bukan tidak mungkin tayangan tersebut memberikan efek negatif bagi anak-anak.
Menu tayangan gosip yang tanpa putus, boleh jadi memiliki tujuan yang positif, yaitu selalu memberikan kabar terbaru dari para selebriti idola masyarakat. Akan tetapi, penayangan yang kontinu tersebut dapat memberikan efek tidak baik pagi pemirsanya. Terlebih jika gosip yang ditayangkan hanya bersifat rekayasa.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi efek negatif dari tayangan gosip-gosip tersebut, maka sebagai khalayak aktif seharusnya penonton lebih bijak dalam mengatur waktu, sehingga tau kapan saatnya menonton gosip dan kapan saat untuk beraktivitas. Tidak lupa pula untuk selalu menyaring kebenaran gosip tersebut.


[1] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120322005109AAWYIPA
[2] http://dapurbroadcaster.blogspot.com/2011/10/segmentasi.html
[3] http://sinankwalisongo.wordpress.com/2012/01/02/segmentasi/
[4] http://mediator.fikom.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/18
[5] http://lontar.ui.ac.id
[6] www.kpiddiy.com/admincp/file/INFOTAINMENTSony.pdf
[7] http://www.anneahira.com/gosip-terbaru-hari-ini.htm
[8] http://jadwaltvku.blogspot.com/