Senin, 09 Mei 2011

Teori Dramatisme

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sering kali dalam hidup kita menemui orang yang ahli retorika namun perbuatannya tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya. Ahli retorika di sini tak hanya berkutat mengenai orang-orang yang berdakwah ataupun berpidato. Akan tetapi meliputi pula para orator dan publik figur, seperti artis dan pejabat. Kita seakan terhipnotis mendengar kata-katanya sehingga percaya seratus persen pada setiap ucapannya. Tapi di hari selanjutnya kita mendapati kata-kata yang mereka ucapkan hanya kebohongan belaka. Mereka bagai aktor dalam sebuah sandiwara dan kita penontonnya.
Fenomena tersebut, oleh Kenneth Burke dianalisis melalui teori dramatisme. Yakni teori yang berusaha memahami tindakan dan kehidupan manusia sebagai drama. Dan alasan diterapkannya ide Burke ini berkaitan dengan fokusnya pada simbol. Dramatisme sendiri memberikan fleksibilitas pada para peneliti untuk mempelajari sebuah objek kajian dari berbagai macam sudut pandang.
  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah asumsi teori dramatisme?
  2. Bagaimanakah dramatisme sebagai retorika baru?
  3. Bagaimanakah konsep teori dramatisme?
  1. Tujuan
  1. Mengetahui asumsi teori dramatisme
  2. Memahami dramatisme sebagai retorika baru
  3. Memahami konsep teori dramatisme


BAB II
PEMBAHASAN

Dramatisme, mengkonseptualisasikan kehidupan sebagai sebuah drama dengan menempatkan suatu fokus kritik pada adegan yang diperlihatkan oleh berbagai pemain. Adegan ini penting dalam menyikapi motivasi manusia. Dramatisme memberi kita sebuah metode yang sesuai untuk membahas tindakan. Komunikasi dengan teks, khalayak untuk teks, dan tindakan di dalam teks itu sendiri. Dramatisme Burke memungkinkan kita untuk menganalisis pilihan retoris publik figur dan respon khalayak mengenai pilihan tersebut.
Drama adalah metafora yang berguna bagi ide-ide Burke untuk tiga alasan, yakni:
  1. Drama mengindikasikan cakupan yang luas.
Tujuannya adalah untuk berteori mengenai keseluruhan pengalaman manusia. Metafora dramatis khususnya berguna dalam menggambarkan hubungan manusia karena didasarkan pada interaksi atau dialog.
  1. Drama cenderung untuk mengikuti tipe-tipe yang mudah dikenali.
  2. Drama selalu ditujukan kepada khalayak dan bersifat retoris.
Burke memandang sastra sebagai “peralatan untuk hidup”, artinya bahwa teks berbicara pada pengalaman hidup orang dan masalah serta memberikan orang reaksi untuk menghadapi pengalaman ini. Dengan demikian, kajian dramatisme mempelajari cara-cara dimana bahasa dan penggunaanya berhubungan dengan khalayak.



  1. Asumsi Teori Dramatisme
Pemikiran Kenneth Burke begitu rumit sehingga sulit untuk mereduksinya menjadi seperangkat asumsi. Namun, melalui komentar Brumment kita mendapatkan tiga gambaran mengenai asumsi teori dramatisme Burke.
  1. Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol.
Burke berpendapat bahwa beberapa hal yang kita lakukan dimotivasi oleh naluri hewan yang ada dalam diri kita dan beberapa hal lainnya dimotivasi oleh simbol-simbol. Contohnya, ketika kita meminum kopi di pagi hari sambil membaca koran. Minum kopi merupakan bentuk naluri hewan dan membaca surat kabar serta memikirkan ide-ide dipengaruhi oleh simbol. Dari semua simbol yang digunakan manusia, bahasa adalah yang paling penting bagi Burke.
  1. Bahasa dan simbol membentuk sebuah sistem yang sangat penting bagi manusia.
Bagi Burke, ketika orang menggunakan bahasa, mereka juga digunakan oleh bahasa tersebut. Selain itu, ketika bahasa dari suatu budaya tidak mempunyai simbol untuk motif tertentu, maka pembicara yang menggunakan bahasa tersebut juga cenderung untuk tidak memiliki motif tersebut. Burke mengatakan bahwa simbol membentuk pendekatan hanya terhadap masalah yang kompleks. Selain itu, kata-kata, pemikiran, dan tindakan memiliki hubungan yang saling berkaitan.
  1. Manusia adalah pembuat pilihan.
Burke mengatakan ontologi eterministik behaviorisme harus ditolak karena bertentangan dengan dasar utama dramatisme, yakni pilihan manusia. Hal ini terikat pada konseptualisasi akan agensi atau kemampuan aktor sosial untuk bertindak sebagai hasil dari pilihannya.
  1. Dramatisme sebagai Retorika Baru
Dalam bukunya A Rhetoric of Motives, Burke menyatakan retorika adalah persuasi dan tulisannya mengungkapkan cara-cara dimana persuasi dapat terjadi. Jadi retorika baru yang ia tawarkan terfokus pada beberapa isu penting, yang salah satunya ialah identifikasi. Berbeda dengan retorika lama yang persuasi dan menekankan pada desain yang terencana.
  1. Identifikasi dan substansi
Burke, menyatakan bahwa segala sesuatu mempunyai substansi, yang ia definisikan sebagai sifat umum dari sesuatu. Substansi dapat digambarkan dalam diri seseorang dengan mendaftarkan karakteristik demografis serta latar belakang dan fakta mengenai situasi masa kini.
Burke beragumen bahwa ketika terdapat ketumpangtindihan antara dua orang dalam hal substansi mereka, mereka mempunyai identifikasi. Semakin besar ketumpangtindihan yang terjadi, makin besar identifikasi yang terjadi. Demikian sebalikannya, semakin kecil tingkat ketumpangtindihan individu, makin besar pemisahan yang ada diantara mereka.
Walaupun demikian, pada kenyataannya dua orang tidak dapat sepenuhnya memiliki ketumpangtindihan satu dengan yang lainnya. Burke sadar akan hal ini dan menyatakan bahwa “ambiguitas substansi” menyatakan bahwa identifikasi akan selalu terletak pada kesatuan dan pemisahan. Para individu akan bersatu pada masalah-masalah substansi tertentu tetapi pada saat bersamaan tetap unik, keduanya “disatukan dan dipisahkan”. Selanjutnya, Burke mengindikasikan bahwa retorika dibutuhkan untuk menjembatani pemisahan dan membangun kesatuan.
  1. Proses Rasa Bersalah dan Penebusan
Konsubstansialitas, atau masalah mengenai identifikasi dan substansi, berhubungan dengan siklus rasa bersalah atau penebusan karena rasa bersalah dapat dihilangkan sebagai hasil identifikasi dan pemisahan. Bagi Burke, proses rasa bersalah dan penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah, adalah motif utama untuk semua aktifitas simbolik, dan Burke mendefinisikan rasa bersalah secara luas untuk mencakup berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, jijik, atau perasaan tidak menyenangkan lainnya. Hal yang utama dalam teori Burke adalah bahwa rasa bersalah adalah sifat intrinsik yang ada dalam kondisi manusia. Karena kita terus menerus, merasa bersalah, kita juga terus berusaha untuk memurnikan diri kita sendiri dari ketidaknyamanan rasa bersalah.
Proses merasa bersalah dan berusaha untuk menghilangkannya ada di dalam siklus Burke yang mengikuti pola yang dapat diprediksi:
  1. Tatanan atau Hierarki
Burke menyatakan bahwa masyarakat ada dalam bentuk tatanan atau hierarki, yang diciptakan melalui kemampuan kita menggunakan bahasa. Bahasa memungkinkan kita untuk menciptakan kategori-kategori yang membentuk hierarki sosial.
  1. Negativitas
Negativitas mulai muncul ketika orang melihat tempat mereka dalam tatanan sosial dan berusaha menolaknya. Mengatakan tidak pada aturan yang sudah ada adalah fungsi dari kemampuan berbahasa kita dan bukti bahwa manusia adalah pembuat pilihan.
  1. Pengorbanan
Pengorbanan adalah cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri dari rasa bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari kondisi manusia. Terdapat dua tipe dasar pengorbanan. Burke menamai tipe pengorbanan yang kita kembalikan pada diri kita sendiri sebagai mortifikasi.
  1. Penebusan
Penebusan melibatkan penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru setelah rasa bersalah diampuni sementara.

  1. Pentad
Burke menciptakan suatu metode untuk menerapkan teorinya terhadap sebuah pemahaman aktifitas simbolik yang disebut pentad, meliputi:
  1. Tindakan, yang dianggap Burke sebagai apa yang dilakukan oleh seseorang.
  2. Adegan, yang memberikan konteks yang meliputi tindakan.
  3. Agen, adalah seseorang yang melakukan tindakan.
  4. Agensi, merujuk pada cara-cara yang digunakan oleh agen untuk menyelesaikan tindakan. Bentuk-bentuk agensi yang mungkin mencakup strategi pesan, penceritaan kisah, permintaan maaf, pembuatan pidato, dan seterusnya.
  5. Tujuan, merujuk pada hasil akhir yang ada dalam benak agen untuk tindakan.
  6. Sikap, merujuk pada cara di mana seorang aktor memposisikan dirinya dibandingkan orang lain.
  1. Konsep Kunci Dramatisme
  1. Substansi, sifat umum seseorang sebagaimana digambarkan oleh dirinya sendiri maupun orang lain.
  2. Identifikasi, keadaan di mana diantara dua orang terdapat ketumpangtindihan pada substansi masing-masing.
  3. Konsubstansiasi, usaha meningkatkan ketumpangtindihan satu sama lain dengan membuat permohonan retoritis.




BAB III
KESIMPULAN

  1. Tiga gambaran mengenai asumsi teori dramatisme Burke menurut komentar Brumment
  1. Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol.
Burke berpendapat bahwa beberapa hal yang kita lakukan dimotivasi oleh naluri hewan yang ada dalam diri kita dan beberapa hal lainnya dimotivasi oleh simbol-simbol. Dan dari semua simbol yang digunakan manusia, bahasa adalah yang paling penting bagi Burke.
  1. Bahasa dan simbol membentuk sebuah sistem yang sangat penting bagi manusia.
Bagi Burke, ketika orang menggunakan bahasa, mereka juga digunakan oleh bahasa tersebut. Selain itu, ketika bahasa dari suatu budaya tidak mempunyai simbol untuk motif tertentu, maka pembicara yang menggunakan bahasa tersebut juga cenderung untuk tidak memiliki motif tersebut.
  1. Manusia adalah pembuat pilihan.
Burke mengatakan dasar utama dari dramatisme adalah pilihan manusia. Hal ini ada keterkaitannya pada konseptualisasi akan agensi atau kemampuan aktor sosial untuk bertindak sebagai hasil dari pilihannya.
  1. Retorika baru yang ia tawarkan terfokus pada beberapa isu penting, yaitu:
  1. Identifikasi dan substansi
Burke, menyatakan bahwa segala sesuatu mempunyai substansi, yang ia definisikan sebagai sifat umum dari sesuatu. Substansi dapat digambarkan dalam diri seseorang dengan mendaftarkan karakteristik demografis serta latar belakang dan fakta mengenai situasi masa kini.
  1. Proses Rasa Bersalah dan Penebusan
Bagi Burke, proses rasa bersalah dan penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah, adalah motif utama untuk semua aktifitas simbolik, dan Burke mendefinisikan rasa bersalah secara luas untuk mencakup berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, jijik, atau perasaan tidak menyenangkan lainnya.
Proses merasa bersalah dan berusaha untuk menghilangkannya ada di dalam siklus Burke yang mengikuti pola yang dapat diprediksi:
  1. Tatanan atau Hierarki
Burke menyatakan bahwa masyarakat ada dalam bentuk tatanan atau hierarki, yang diciptakan melalui kemampuan kita menggunakan bahasa. Bahasa memungkinkan kita untuk menciptakan kategori-kategori yang membentuk hierarki sosial.
  1. Negativitas
Negativitas mulai muncul ketika orang melihat tempat mereka dalam tatanan sosial dan berusaha menolaknya. Mengatakan tidak pada aturan yang sudah ada adalah fungsi dari kemampuan berbahasa kita dan bukti bahwa manusia adalah pembuat pilihan.
  1. Pengorbanan
Pengorbanan adalah cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri dari rasa bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari kondisi manusia..
  1. Penebusan
Penebusan melibatkan penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru setelah rasa bersalah diampuni sementara.
  1. Pentad
Burke menciptakan suatu metode untuk menerapkan teorinya terhadap sebuah pemahaman aktifitas simbolik yang disebut pentad, meliputi:
  1. Tindakan, yang dianggap Burke sebagai apa yang dilakukan oleh seseorang.
  2. Adegan, yang memberikan konteks yang meliputi tindakan.
  3. Agen, adalah seseorang yang melakukan tindakan.
  4. Agensi, merujuk pada cara-cara yang digunakan oleh agen untuk menyelesaikan tindakan.
  5. Tujuan, merujuk pada hasil akhir yang ada dalam benak agen untuk tindakan.
  6. Sikap, merujuk pada cara di mana seorang aktor memposisikan dirinya dibandingkan orang lain.
  1. Konsep Kunci Dramatisme
  1. Substansi, sifat umum seseorang sebagaimana digambarkan oleh dirinya sendiri maupun orang lain.
  2. Identifikasi, keadaan di mana diantara dua orang terdapat ketumpangtindihan pada substansi masing-masing.
  3. Konsubstansiasi, usaha meningkatkan ketumpangtindihan satu sama lain dengan membuat permohonan retoritis.



DAFTAR PUSTAKA

West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Rohim, Syaiful.2009. Teori Komunikasi – Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
http://spiritofdina.blogspot.com/2010/06/nama-hikmah-hamidah-nim-108015000034.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar