A. Infotainment
“Infotainment
adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah
populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan
kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di
Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan
memiliki ciri khas penyampaian yang unik”. Kata salah satu Ensiklopedia bebas
di Internet.
Di
Indonesia, infotainment berubah dari tayangan informasi tentang dunia hiburan menjadi
tayangan informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. Sebagaimana
pendapat Nugroho (2005) dalam bukunya Infotainment:
“Terlepas dari akar kelahirannya di
Barat, dimana infotainment sebenarnya berarti ‘informasi yang disajikan sebagai
hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut sudah berubah arti menjadi informasi
mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih spesifik lagi menjadi informasi
mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan.”
B. Segmentasi Audiens Infotainment
Segmentasi
audiens merupakan proses mengelompokkan audiens ke dalam kotak yang homogen.
Di mana keberhasilan media penyiaran sangat tergantung/ditentukan oleh
kemampuan pengelolaannya dalam memahami audiens. Segmentasi audiens itu sendiri
terbagi menjadi segmen demografis, geografis, dan psikografis. Berikut
penjelasannya:
1.
Segmen
Demografis
Ialah
segmentasi yang didasarkan berdasarkan peta kependudukan, misalnya: usia, jenis
kelamin, besarnya anggota keluarga, pendidikan tertinggi yang dicapai, jenis
pekerjaan konsumen, tingkat penghasilan, agama, suku, dan sebagainya. Semua ini
disebut dengan variabel-variabel demografi. Data demografi dibutuhkan antara
lain untuk mengantisipasi perubahan- perubahan audien menyangkut bagaimana media
penyiaran menilai potensi audien yang tersedia dalam area geografi yang dapat
dijangkau. Berdasarkan segmen demografis, audiens infotainment lebih
didominasi/disukai oleh wanita terutama ibu-ibu.
2.
Segmen Geografis
Segmentasi
ini membagi khalayak audien berdasarkan jangkauan geografis. Pasar audien
dibagi-bagi kedalam beberapa unit geografis yang berbeda yang mencakup suatu
wilayah negara, provinsi, kabupaten, kota hingga ke lingkungan perumahan. Media
penyiaran menggunakan segmentasi geografis ini karena konsumen terkadang
memiliki berbelanja yang berbeda-beda yang dipengaruhi lokasi dimana mereka
tinggal. Para penganut segmentasi ini percaya setiap wilayah memiliki karakter
yang berbeda dengan wilayah lainnya. Oleh karenanya setiap wilayah di suatu
negara perlu dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakternya. Berdasarkan segmen
geografis, audiens infotainment lebih didominasi pada wilayah rural atau pedesaan.
3.
Segmen
Psikografis
Adalah
segmentasi berdasarkan life style atau gaya hidup dan kepribadian manusia. Jadi
gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis.
Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan
uangnya.
Gaya
hidup mempengaruhi prilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan pilihan konsumsi
seseorang. Orang yang berorientasi karir akan berbeda dengan oang yang
berorientasi keluarga dalam mengkonsumsi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam
segmen ini, audiens infotainment lebih didominasi oleh ibu rumah tangga.
C. Perilaku Audiens Infotainment
Para
ibu menonton televisi biasanya untuk mengisi waktu senggang. Mereka tidak
meluangkan waktu khusus untuk menonton televisi, apalagi meluangkan waktu
khusus untuk menonton infotainment. Meskipun jika dianalisis berdasarkan pada
pola menonton televisi berdasarkan tiga kategori wilayah yaitu urban, sub urban
dan rural menunjukkan bahwa jam menonton televisi ibu-ibu di wilayah rural
lebih banyak dibandingkan dengan jam menonton televisi ibu-ibu di daerah sub
urban dan urban, namun sebagian besar ibu-ibu sesungguhnya bukanlah penonton
yang terdominasi dan terhegemoni oleh tayangan infotainment di televisi. Hal
ini nampak dari pernyataan-pernyataan para ibu yang mengatakan bahwa menonton
televisi terutama acara infotainment hanyalah untuk mengisi waktu senggang
saja; dan merupakan hiburan yang paling murah dan selalu tersedia di rumah. Perilaku
menonton mereka lebih disebabkan pada ketiadaan aktivitas yang dilakukan
sehingga mereka menonton tayangan infotainment atau bahkan dilakukan sambil
lalu misalnya sambil menyiapkan masakan untuk keluarga.
Jadi
dapat dikatakan bahwa jika kita mengacu pada konsep kategori penonton
berdasarkan pada sikap atau perilakunya terhadap tayangan-tayangan isi media, maka
penonton infotainment sebagian besar merupaka penonton yang berada dalam
kategori negotiated reading terhadap tayangan-tayangan infotainment. Artinya
dalam menerima dan mengkonsumsi tayangan-tayangan infotainment yang ditayangka
oleh stasiun-stasiun televisi swasta nasional mereka tidak terdapat pada posisi
yang menerima begitu saja tayangan-tayangan tersebut, dan bahkan sampai
addictive ( kecanduan menonton).
D. Strategi Penyiaran
Strategi
pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk
mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja tetapi harus
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2000:29).
Ada
dua sudut pandang perpektif yang dikemukakan oleh James A. Stoner dan Charles W
yang diterjemahkan oleh Effendy (1981: 32). Yang mendefinisikan strategi
sebagai berikut: (1) Apa yang ingin dilakukan suatu organisasi; (2) Apa yang
dilakukan organisasi.
Prespektif
yang pertama, strategi adalah program luas untuk menetapkan serta mencapai
sasaran-sasaran sebuah organisasi dan mengimplementasikan misi-misinya.
Sedangkan prespektif yang kedua mengartikan strategi sebagai reaksi organisasi
yang bersangkutan dengan lingkungan dan berlangsungnya waktu.
Sedangkan
menurut Jauch dan Glueck, strategi adalah rencana yang disatukan menyeluruh
secara terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi yang dimiliki oleh
masing-masing perusahaan serta tanggapan lingkungan dan dirancang untuk
memastikan bahwa tujuan serta misi perusahaan dapat tercapai melalui pelaksanaan
yang tepat oleh perusahaan (1996: 12).
Tujuan
utama dari strategi adalah untuk membimbing keputusan manajemen dan ikut andil
dalam penentuan misi, visi, serta kebijakan perusahaan dalam membentuk dan
mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan dapat
tercapai dalam kondisi lingkungan yang berinteraksi aktif dengan lingkungannya,
caranya antara lain: dengan menyusun strategi yang mantap dan menetapkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tepat.
Oleh
karena itu, strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana tentang
serangkaian maneuver yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang
tak-kasat mata untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan dan proses untuk
membantu organisasi dan mendefinisikan apa yang ingin mereka capai dan
bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. Program yang
dituangkan dalam bentuk suatu acara siaran yang berorientasi sesuai dengan
target audiens yang dituju sebagai penerima pesan melalui media.
Dalam
mempersiapkan strategi dan rencana program, pengelola program harus melakukan
analisis secara cermat terhadap persaingan stasiun penyiaran dan persaingan
program yang ada pada waktu segmen pasar audien. Suatu persaingan terdiri atas
persaingan langsung (termasuk persaingan di antara sejumlah program yang
dimiliki sendiri) dan persaingan tidak langsung, misalnya oleh media non
penyiaran (Morissan, 2008: 237).
Persaingan
semakin berkembang pesat sehingga program di televisi berlomba-lomba
menayangkan siaran yang bagus supaya banyak diminati oleh masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan Peter Pringle dalam bukunya Electronic Media Managemen
(1991) bahwa keberhasilan suatu stasiun televisi dalam melaksanakan programnya
akan sangat bergantung pada tiga hal yaitu:
1.
Kemampuan untuk
memproduksi atau membeli program yang memiliki daya tarik bagi audien.
2.
Menayangkannya
pada waktu yang dapat dilihar oleh audiens yang menjadi sasaran.
3.
Membangun
sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang dapat mendorong audien
untuk menonton televisi dan tetap berada pada salurannya dari satu program ke
program berikutnya.
Menurut
Pringle- Starr-McCavitt (1991) dalam bukunya Electronic Media Management,
fungsi utama bagian program dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Memproduksi dan
membeli atau akuisisi program yang dapat menarik audien yang dituju.
2.
Menyusun jadwal
penayangan program atau scheduling program untuk menarik audien yang diinginkan.
3.
Memproduksi
layanan publik dan promosi serta produksi iklan local.
4.
Produksi dan
akuisisi program-program lainnya untuk memuaskan ketertarikan publik.
5.
Menciptakan
keuntungan bagi pemilik media penyiaran.
Tidak
ada yang lebih penting dari acara atau program sebagai faktor yang paling
penting dan menentukan dalam mendukung keberhasilan financial suatu stasiun
penyiaran televisi adalah program yang membawa audiens mengenal suatu stasiun
penyiaran.
Menurut
Morissan (2008: 239), Elemen-elemen yang diperlukan dalam pembauran strategi
program media penyiaran, yaitu:
1.
Produk program
(product), bahwa program adalah suatu produk yang ditawarkan kepada audien yang
mencakup nama program dan kemasan program.
2.
Harga program
(price), yaitu harga suatu program yang mencukup biaya produksi dan biaya yang
akan dikenakan kepada pemasang iklan (tarif iklan) pada program bersangkutan
jika ditayangkan.
3.
Distribusi
program (place), yaitu distribusi program yang merupakan proses pengiriman
program dari transmisi hingga diterima audien melalui pesawat TV.
4.
Promosi program (promotion),
yaitu proses bagaimana membertahu audien mengenai adanya suatu program sehingga
mereka tertarik untuk menonton atau mendengarkannya.
E. Produksi dan Pembelian: Pembelian, Kalkulasi, dan
Akuisisi Infotainment
Dalam
menyajikan tayangan infotainment, stasiun televisi tidak bisa bekerja sendiri.
Stasiun televisi juga tidak hanya mengandalkan kemampuan membeli racikan
program tayangan tersebut dari rumah produksi. Untuk bisa menayangkan dan
mampertahankan program tayangan infotainment, stasiun televisi juga akan
berhubungan dengan sejumlah pelaku lain. Demikian juga rumah produksi yang
meracik program infotainment harus berinteraksi dengan sejumlah pelaku yang
lain sehingga tercipta suatu relasi. Adapun dalam praktik-praktik sosial
sejumlah pelaku terdistribusi menyebar diantara relasi-relasi yang ikut
menandai produksi dan reproduksi sajian acara tersebut. misalnya (1) relasi
antarposisi dalam rumah produksi; (2) relasi antara rumah produksi dengan
narasumber; (3) relasi antara rumah produksi dengan stasiun televisi; (4)
relasi antara stasiun televisi dengan pemasang iklan; (5) relasi antara stasiun
televisi dengan lembaga survei penonton, serta (6) relasi antara stasiun
televisi dengan negara.
Di
stasiun televisi, 75% produk acara Infotainment diproduksi oleh Rumah Produksi
(Production House) yang menjalin kontrak sebagai supplier tv Program kepada
stasiun TV yang menyiarkan. Stasiun TV bertindak sebagai pembeli dan bertindak
sebagai “hakim” yang menentukan layak beli atau tidak dari sebuah produk
infotainment yang ditawarkan.
Sebut
saja Go-Spot, dari 60 menit durasinya, 20 menit sudah dikapling iklan. Dengan
tarif iklan rata‐rata
Rp3‐4 juta per spot (30
detik), maka setiap pagi program ini bisa menenggak pemasukan hingga Rp 120
juta. Padahal, sebagai program in‐house,
direct cost‐nya
(biaya operasional peliputan), hanya sekitar Rp 5‐6 juta per hari. Sementara in‐direct cost (gaji
karyawan, overhead kantor, dll) jika dihitung harian, jumlahnya juga kurang
lebih sama. Dus, hanya dengan modal Rp 12 juta, RCTI melalui Go Spot bisa
mendapatkan untung hingga 10 kali lipat. Setiap pagi! Alhasil, di jajaran
program infotainment yang berjumlah 19 biji di 10 stasiun televisi, Go Spot
masuk dalam the big five setelah Silet, Insert, atau Cek&Ricek.
Itu
belum termasuk iklan‐iklan
built in, yang pada praktiknya menjadi iklan terselubung karena tak diberi
pagar api (firewall) yang tegas, sebagaimana prinsip‐prinsip jurnalisme.
Karena durasi iklan tidak mungkin ditambah, maka iklan dimasukkan dalam materi
tayangan, seperti kerap kita saksikan. Misalnya, artis digosipkan takut tua
(entah dari mana gosipnya), tapi ujung-ujungnya dia menawarkan produk
kecantikan. Atau artis digosipkan menjalani operasi plastik, lalu dia
membantah, dan ujung‐ujungnya
dia membuka telah memakai produk kosmetik tertentu. Semua dilakukan dengan
sengaja, sadar, dan tak takut dianggap menginjak‐injak prinsip apapun, hanya semata‐mata untuk menampung
kue bisnis yang sudah luber dari jatah durasi iklan yang ada.
Jadi
dalam kasus Go Spot, secara de facto, infotainment ini memang diceraikan dari
redaksi oleh kekuatan bisnis. Diceraikan dari jurnalisme oleh instutsi media
itu sendiri. Meski secara de yure, dalam credit title, penanggung jawab program
tetap Pemimpin Redaksi. Di situs resmi RCTI (rcti.tv), mereka jelas membedakan
antara genre program berita dan genre infotainment. Sementara program outsource
seperti Silet atau Cek & Ricek, memang bukan menjadi bagian dari redaksi.
Silet diproduksi Indigo, sementara Cek & Ricek digarap oleh rumah produksi
PT Bintang Avdis Multimedia milik raja infotainment, Ilham Bintang. Jadi kedua
program ini tidak berada di bawah supervisi redaksi, melainkan langsung di
tangan Programming.
Rapat‐rapat bersama antara
infotainment in‐house,
infotainment outsourcing dan pihak management, sekali lagi mengkonfirmasi bahwa
dalam banyak kasus, justru Programming televisi‐lah yang menentukan jenis‐jenis berita seperti
apa yang sebaiknya diproduksi oleh PH‐PH
itu. Mereka mendiskusikan dengan tekun, ditemani data‐data ABG Nielsen, bahwa
topik‐topik berbau gosip,
skandal, atau konflk pribadi menduduki rating tinggi yang ditafsirkan sebagai
disukai penonton ataudisukai pasar Sebaliknya, informasi tentang proses kreatif
atau pesan‐pesan
sosial dalam setiap karya seni, dianggap tak disukai khalayak, dan karenanya
porsinya harus ditekan, untuk tidak mengatakan dihilangkan sama sekali.
Gambaran
di bawah atap RCTI ini barangkali secara deduktif bisa kita anggap mewakili
gambaran umum logika bisnis infotainment di stasiun televisi yang lain. Bila
program ranking lima seperti Go Spot beromzet Rp120 juta per hari, maka bisa dibayangkan
berapa perputaran uang di industri ini setiap tahunnya. Barangkali masuk
bilangan ratusan miliar hingga triliun. Jumlah uang yang jauh melampaui
perolehan iklan Divisi News mana pun, terutama di televisi televisi non‐berita. Ditambah
sinetron dan reality show, maka sempurnalah sudah mesin uang yang siap
menggilas dan menggiling siapa saja yang mencoba mengusiknya.
Di
kerajaan bisnis Ilham Bintang saja (Bintang Group), misalnya, tujuh tahun lalu,
pendapatan dari program infotainment telah menyumbang 60 persen dari total
income‐nya (swa.co.id, 22
Desember 2003). Ketika itu, Bintang Group terdiri dari PT Bintang Advis
Multimedia (memproduksi C&R, Halo Selebriti dan Buletin Sinetron), PT
Bintang Sakti Mediatama (Tabloid C&R); PT Bintang Sakti Promo Piranti (PR
dan event organizer), PT Bintang Mas Mediatama (Kroscek Senin, Kamis dan
Jumat), PT Bintang Media Griya Usaha (Kroscek Selasa, Rabu dan Sabtu), dan PT
Bintang Media Citra Utama (program infotainment GATE, Gebyar Tokoh dan Elit).
KPI
sendiri seolah kebingungan menghadapi industri infotainment. Teguran dan sanksi
skorsing program sudah kerap dilakukan, tapi tak ada perubahan signifikan. Di
titik ini, sebagian orang berpandangan sebaiknya KPI (dan Dewan Pers) semakin
melibatgandakan ketegasannya, dan bukannya menyerah dengan menceraikan
infotainment dari jurnalisme (lupakan dulu istilah faktual dan non‐faktual sebagaimana
terminologi SP3‐SPS
yang agak membingungkan). Dengan memasukkan sebagai keluarga jurnalisme, maka
Kode Etik Jurnalistik bisa ditegakkan, meski pengalaman selama satu dasawarsa
terakhir tak secara empiris menunjukkan itu. Jadi ini diskursus tentang das
sein dan das sollen.
F.
Eksekusi
Program Infotainment
Eksekusi
program mencakup kegiatan menayangkan program sesuai dengan rencana yang sudah
ditetapkan. Manajer program melakukan koordinasi dengan bagian traffic dalam
menentukan jadwal penayangan infotainment dan berkonsultasi dengan manajer
promosi dalam mempersiapkan promo bagi program bersangkutan. Manajer program
juga perlu berkoordinasi dengan bagian redaksi infotainment dalam hal program
itu memerlukan liputan wartawan seperti peristiwa khusus atau berita penting.
Strategi
penayangan program yang baik sangat ditentukan oleh bagaimana menata atau
menyusun berbagai program yang akan ditayangkan. Menata program adalah kegiatan
meletakkan atau menyusun berbagai program pada suatu periode yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini, pengelola program harus cerdas menata program dengan
melakukan teknik penempatan acara yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil
yang paling optimal. Penempatan acara yang kurang baik membuat program itu
menjadi sia-sia. Pengelola program juga harus memperhatikan berbagai ketentuan
yang berlaku ketika menata programnya.
Bagian
program harus menganalisa dan memilah-milah setiap bagian waktu siaran untuk
mendapatkan berbagai audien yang diinginkan, karena jam yang berbeda akan
mendapatkan audien yang berbeda pula. Kalangan yang berbeda menonton di waktu
yang berbeda. Jika audien yang menjadi sasaran adalah para remaja maka jangan
memutar acara itu selama jam sekolah atau pada saat larut malam. Jika audien
sasaran adalah laki-laki dan perempuan semua umur, maka perlu dipertimbangkan
untuk meletakkan acara tersebut pada jam tayang utama (prime time).
G. Pembagian Waktu Siaran
Menentukan
jadwal penayangan suatu acara ditentukan atas dasar perilaku audien yaitu
rotasi kegiatan mereka dalam satu hari dan juga kebiasaan untuk menonton
televisi atau mendengarkan radio pada jam tertentu. Pada prinsipnya siaran
radio dan televisi harus dapat menemani aktivitas apapun. Aktivitas audien pada
umumnya memiliki pola yang sama pada setiap bagian hari, apakah pagi, siang
atau malam hari. Programer menyusun jadwal acara berdasarkan aktivitas audien
ini.
Berdasarkan
pembagian siklus aktivitas audien mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali
maka waktu siaran dibagi ke dalam lima segmen. Setiap segmen memiliki ciri-ciri
atau sifat audien yang berbeda. Secara umum, programer membagi siaran menjadi
beberapa bagian:
1.
Prime Time: jam
19.30 – 23.00
2.
Late Fringe Time:
jam 23.00 – 01.00
3.
All other time: jam
01.00 – 10.00
4.
Day Time: jam
10.00 – 16.30
5.
Fringe Time: jam
16.30 – 19.30
Prime
time merupakan waktu siaran televisi yang paling banyak menarik penonton.
Selain itu, penonton yang berada pada segmen ini sangat beragam (tua, muda,
anak-anak dan sebagainya). Stasiun televisi biasanya akan menempatkan program
acara yang paling bagus pada segmen ini karena jumlah audiennya yang besar.
Selain itu, acara prime time juga harus bisa dinikmati semua kalangan termasuk
anak-anak. Anggaran terbesar stasiun penyiaran biasanya digunakan untuk
membiayai program pada saat prime time ini. Namun pada saat bersamaan stasiun
televisi lainnya juga akan menempatkan program terbaiknya pada segmen ini.
Dengan demikian terjadi persaingan merebut perhatian pemirsa pada saat prime
time ini.
Pola
pembagian waktu siaran tersebut berbeda pada saat akhir pekan (hari Sabtu dan
Minggu). Other time untuk akhir pekan dimulai dari pukul 01.00 – 07.00 atau
berakhir lebih cepat 3 jam dibandingkan hari biasa. Ini menunjukkan bahwa
audien cukup banyak menonton televisi pada pagi hari di Hari Sabtu dan Minggu.
Day time pada saat akhir pekan dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 19.30
pada hari Sabtu atau berakhir lebih awal pada hari minggu.
Karena
biayanya yang besar maka stasiun televisi pada umumnya tidak dapat menyajikan
program terbaiknya setiap hari. Strategi stasiun televisi untuk segmen utama
ini biasanya bersifat mingguan (weekly basis). Programer menghindari penempatan
program unggulan yang ditayangkan pada hari yang sama atau bersamaan dengan
program unggulan dari stasiun lain. Dengan cara ini, stasiun televisi dapat
memenangkan seluruh waktu siaran ketika tiba saatnya menayangkan program
unggulannya.
H. Jam Tayang Infotainment Tanpa Putus
Beberapa
tahun lalu, acara gosip atau infotainment baru tayang pukul 15.00 WIB. Namun,
saat ini, gosip sudah bisa dinikmati sejak pukul 05.30 WIB. Bahkan hadir jauh
lebih pagi dibanding waktu sarapan. Menjadikan stasiun televisi berlomba-lomba
memilih jam tayang lebih pagi untuk menayangkan gosip terbaru setiap harinya.
Ironisnya,
setiap stasiun televisi memiliki lebih dari satu acara gosip andalan untuk
mewakili waktu penayangan pagi hingga menjelang malam. Jika dipandang dari sisi
edukasi, acara gosip tersebut hanya akan berimbas pada pembodohan dan
pembohongan publik. Karena, banyak tayangan yang sekedar mengada-ngada untuk
mencari sensasi dan popularitas. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan nilai
negatif gosip masih belum terbuka. Buktinya, acara gosip semakin bertambah
setiap harinya. Sehingga, bergosip sudah menjadi kebutuhan dan keharusan.
Dewasa
ini, selain tayang pada jam yang bersamaan, acara gosip atau infotaiment seolah
sengaja dihadirkan dengan jam tayang tanpa putus. Setiap stasiun televisi
seolah bergantian untuk menayangkan gosip terbaru versi mereka, meskipun pada
dasarnya sama. Bahkan, gosip tersebut dapat dinikmati sejak pagi buta hingga
menjelang malam.
Berikut
merupakan jadwal penayangan acara gosip atau infotainment per tanggal 29 April
2013 di beberapa stasiun televisi yang hadir hampir setiap waktu:
1.
Acara gosip atau
infotainment dengan jam tayang pagi hari
·
06:00 GO SPOT di
RCTI
·
06:00 Was Was di
SCTV
·
06:30 Insert
Pagi di Trans TV
·
07:00 KISS Pagi
di Indosiar
·
07:00 Newstar di
Kompas TV
·
07:30 Selebrita
Pagi di Trans 7
·
09:00 Halo
Selebriti di SCTV
·
10:00 Obsesi di
Global TV
2.
Acara gosip atau
infotainment dengan jam tayang siang hari
·
11:00 Intens di
RCTI
·
11:00 Insert di
Trans TV
·
12:00 Seputar
Obrolan Selebriti di ANTV
·
12:00 Selebrita
Siang di Trans 7
·
14:00 HOT KISS
di Indosiar
3.
Acara gosip atau
infotainment dengan jam tayang sore hari
·
15:30 Kabar
Kabari di RCTI
·
15:30 Fokus
Selebriti di Global TV
·
16:00 SILET di
RCTI
·
16:30 Newstar di
Kompas TV
4.
Acara gosip atau
infotainment dengan jam tayang menjelang malam
·
17:00 Insert
Investigasi di Trans TV
Melihat
jadwal penayangan acara gosip atau infotainment yang tidak pernah putus, maka
dapat disimpulkan bahwa acara gosip tersebut sengaja dihadirkan untuk
mendongkrak rating, selain sinetron dan acara kebanggaan lain. Sayangnya, jam
tayang acara gosip tersebut seolah tidak mengenal waktu. Hal itu terbukti
dengan hadirnya acara-acara gosip sejak pagi buta. Padahal, pada jam tersebut
anak-anak masih belum berangkat sekolah. Sehingga, mononton acara gosip hanya
akan membuat pikiran mereka berisi gosip para selebriti dan bukan pengetahuan
sekolah. Dengan demikian, bukan tidak mungkin tayangan tersebut memberikan efek
negatif bagi anak-anak.
Menu
tayangan gosip yang tanpa putus, boleh jadi memiliki tujuan yang positif, yaitu
selalu memberikan kabar terbaru dari para selebriti idola masyarakat. Akan
tetapi, penayangan yang kontinu tersebut dapat memberikan efek tidak baik pagi
pemirsanya. Terlebih jika gosip yang ditayangkan hanya bersifat rekayasa.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi efek negatif
dari tayangan gosip-gosip tersebut, maka sebagai khalayak aktif seharusnya
penonton lebih bijak dalam mengatur waktu, sehingga tau kapan saatnya menonton
gosip dan kapan saat untuk beraktivitas. Tidak lupa pula untuk selalu menyaring
kebenaran gosip tersebut.