Senin, 29 Juli 2013

Jam Tayang Infotainment Tanpa Putus

A.       Infotainment
“Infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik”. Kata salah satu Ensiklopedia bebas di Internet.[1]
Di Indonesia, infotainment berubah dari tayangan informasi tentang dunia hiburan menjadi tayangan informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. Sebagaimana pendapat Nugroho (2005) dalam bukunya Infotainment:
“Terlepas dari akar kelahirannya di Barat, dimana infotainment sebenarnya berarti ‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut sudah berubah arti menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih spesifik lagi menjadi informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan.”
B.       Segmentasi Audiens Infotainment
Segmentasi audiens merupakan proses mengelompokkan audiens ke dalam kotak yang homogen.[2] Di mana keberhasilan media penyiaran sangat tergantung/ditentukan oleh kemampuan pengelolaannya dalam memahami audiens. Segmentasi audiens itu sendiri terbagi menjadi segmen demografis, geografis, dan psikografis. Berikut penjelasannya:[3]
1.         Segmen Demografis
Ialah segmentasi yang didasarkan berdasarkan peta kependudukan, misalnya: usia, jenis kelamin, besarnya anggota keluarga, pendidikan tertinggi yang dicapai, jenis pekerjaan konsumen, tingkat penghasilan, agama, suku, dan sebagainya. Semua ini disebut dengan variabel-variabel demografi. Data demografi dibutuhkan antara lain untuk mengantisipasi perubahan- perubahan audien menyangkut bagaimana media penyiaran menilai potensi audien yang tersedia dalam area geografi yang dapat dijangkau. Berdasarkan segmen demografis, audiens infotainment lebih didominasi/disukai oleh wanita terutama ibu-ibu.
2.         Segmen Geografis
Segmentasi ini membagi khalayak audien berdasarkan jangkauan geografis. Pasar audien dibagi-bagi kedalam beberapa unit geografis yang berbeda yang mencakup suatu wilayah negara, provinsi, kabupaten, kota hingga ke lingkungan perumahan. Media penyiaran menggunakan segmentasi geografis ini karena konsumen terkadang memiliki berbelanja yang berbeda-beda yang dipengaruhi lokasi dimana mereka tinggal. Para penganut segmentasi ini percaya setiap wilayah memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah lainnya. Oleh karenanya setiap wilayah di suatu negara perlu dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakternya. Berdasarkan segmen geografis, audiens infotainment lebih didominasi pada wilayah rural atau pedesaan.
3.         Segmen Psikografis
Adalah segmentasi berdasarkan life style atau gaya hidup dan kepribadian manusia. Jadi gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya.
Gaya hidup mempengaruhi prilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan pilihan konsumsi seseorang. Orang yang berorientasi karir akan berbeda dengan oang yang berorientasi keluarga dalam mengkonsumsi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam segmen ini, audiens infotainment lebih didominasi oleh ibu rumah tangga.
C.       Perilaku Audiens Infotainment
Para ibu menonton televisi biasanya untuk mengisi waktu senggang. Mereka tidak meluangkan waktu khusus untuk menonton televisi, apalagi meluangkan waktu khusus untuk menonton infotainment. Meskipun jika dianalisis berdasarkan pada pola menonton televisi berdasarkan tiga kategori wilayah yaitu urban, sub urban dan rural menunjukkan bahwa jam menonton televisi ibu-ibu di wilayah rural lebih banyak dibandingkan dengan jam menonton televisi ibu-ibu di daerah sub urban dan urban, namun sebagian besar ibu-ibu sesungguhnya bukanlah penonton yang terdominasi dan terhegemoni oleh tayangan infotainment di televisi. Hal ini nampak dari pernyataan-pernyataan para ibu yang mengatakan bahwa menonton televisi terutama acara infotainment hanyalah untuk mengisi waktu senggang saja; dan merupakan hiburan yang paling murah dan selalu tersedia di rumah. Perilaku menonton mereka lebih disebabkan pada ketiadaan aktivitas yang dilakukan sehingga mereka menonton tayangan infotainment atau bahkan dilakukan sambil lalu misalnya sambil menyiapkan masakan untuk keluarga.
Jadi dapat dikatakan bahwa jika kita mengacu pada konsep kategori penonton berdasarkan pada sikap atau perilakunya terhadap tayangan-tayangan isi media, maka penonton infotainment sebagian besar merupaka penonton yang berada dalam kategori negotiated reading terhadap tayangan-tayangan infotainment. Artinya dalam menerima dan mengkonsumsi tayangan-tayangan infotainment yang ditayangka oleh stasiun-stasiun televisi swasta nasional mereka tidak terdapat pada posisi yang menerima begitu saja tayangan-tayangan tersebut, dan bahkan sampai addictive ( kecanduan menonton).

D.       Strategi Penyiaran
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2000:29).
Ada dua sudut pandang perpektif yang dikemukakan oleh James A. Stoner dan Charles W yang diterjemahkan oleh Effendy (1981: 32). Yang mendefinisikan strategi sebagai berikut: (1) Apa yang ingin dilakukan suatu organisasi; (2) Apa yang dilakukan organisasi.
Prespektif yang pertama, strategi adalah program luas untuk menetapkan serta mencapai sasaran-sasaran sebuah organisasi dan mengimplementasikan misi-misinya. Sedangkan prespektif yang kedua mengartikan strategi sebagai reaksi organisasi yang bersangkutan dengan lingkungan dan berlangsungnya waktu.
Sedangkan menurut Jauch dan Glueck, strategi adalah rencana yang disatukan menyeluruh secara terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan serta tanggapan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan serta misi perusahaan dapat tercapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan (1996: 12).
Tujuan utama dari strategi adalah untuk membimbing keputusan manajemen dan ikut andil dalam penentuan misi, visi, serta kebijakan perusahaan dalam membentuk dan mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan dapat tercapai dalam kondisi lingkungan yang berinteraksi aktif dengan lingkungannya, caranya antara lain: dengan menyusun strategi yang mantap dan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tepat.
Oleh karena itu, strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana tentang serangkaian maneuver yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan dan proses untuk membantu organisasi dan mendefinisikan apa yang ingin mereka capai dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. Program yang dituangkan dalam bentuk suatu acara siaran yang berorientasi sesuai dengan target audiens yang dituju sebagai penerima pesan melalui media.
Dalam mempersiapkan strategi dan rencana program, pengelola program harus melakukan analisis secara cermat terhadap persaingan stasiun penyiaran dan persaingan program yang ada pada waktu segmen pasar audien. Suatu persaingan terdiri atas persaingan langsung (termasuk persaingan di antara sejumlah program yang dimiliki sendiri) dan persaingan tidak langsung, misalnya oleh media non penyiaran (Morissan, 2008: 237).
Persaingan semakin berkembang pesat sehingga program di televisi berlomba-lomba menayangkan siaran yang bagus supaya banyak diminati oleh masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Peter Pringle dalam bukunya Electronic Media Managemen (1991) bahwa keberhasilan suatu stasiun televisi dalam melaksanakan programnya akan sangat bergantung pada tiga hal yaitu:
1.         Kemampuan untuk memproduksi atau membeli program yang memiliki daya tarik bagi audien.
2.         Menayangkannya pada waktu yang dapat dilihar oleh audiens yang menjadi sasaran.
3.         Membangun sejumlah program individu ke dalam suatu jadwal yang dapat mendorong audien untuk menonton televisi dan tetap berada pada salurannya dari satu program ke program berikutnya.
Menurut Pringle- Starr-McCavitt (1991) dalam bukunya Electronic Media Management, fungsi utama bagian program dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.         Memproduksi dan membeli atau akuisisi program yang dapat menarik audien yang dituju.
2.         Menyusun jadwal penayangan program atau scheduling program untuk menarik audien yang diinginkan.
3.         Memproduksi layanan publik dan promosi serta produksi iklan local.
4.         Produksi dan akuisisi program-program lainnya untuk memuaskan ketertarikan publik.
5.         Menciptakan keuntungan bagi pemilik media penyiaran.
Tidak ada yang lebih penting dari acara atau program sebagai faktor yang paling penting dan menentukan dalam mendukung keberhasilan financial suatu stasiun penyiaran televisi adalah program yang membawa audiens mengenal suatu stasiun penyiaran.[4]
Menurut Morissan (2008: 239), Elemen-elemen yang diperlukan dalam pembauran strategi program media penyiaran, yaitu:
1.         Produk program (product), bahwa program adalah suatu produk yang ditawarkan kepada audien yang mencakup nama program dan kemasan program.
2.         Harga program (price), yaitu harga suatu program yang mencukup biaya produksi dan biaya yang akan dikenakan kepada pemasang iklan (tarif iklan) pada program bersangkutan jika ditayangkan.
3.         Distribusi program (place), yaitu distribusi program yang merupakan proses pengiriman program dari transmisi hingga diterima audien melalui pesawat TV.
4.         Promosi program (promotion), yaitu proses bagaimana membertahu audien mengenai adanya suatu program sehingga mereka tertarik untuk menonton atau mendengarkannya.
E.       Produksi dan Pembelian: Pembelian, Kalkulasi, dan Akuisisi Infotainment
Dalam menyajikan tayangan infotainment, stasiun televisi tidak bisa bekerja sendiri. Stasiun televisi juga tidak hanya mengandalkan kemampuan membeli racikan program tayangan tersebut dari rumah produksi. Untuk bisa menayangkan dan mampertahankan program tayangan infotainment, stasiun televisi juga akan berhubungan dengan sejumlah pelaku lain. Demikian juga rumah produksi yang meracik program infotainment harus berinteraksi dengan sejumlah pelaku yang lain sehingga tercipta suatu relasi. Adapun dalam praktik-praktik sosial sejumlah pelaku terdistribusi menyebar diantara relasi-relasi yang ikut menandai produksi dan reproduksi sajian acara tersebut. misalnya (1) relasi antarposisi dalam rumah produksi; (2) relasi antara rumah produksi dengan narasumber; (3) relasi antara rumah produksi dengan stasiun televisi; (4) relasi antara stasiun televisi dengan pemasang iklan; (5) relasi antara stasiun televisi dengan lembaga survei penonton, serta (6) relasi antara stasiun televisi dengan negara.[5]
Di stasiun televisi, 75% produk acara Infotainment diproduksi oleh Rumah Produksi (Production House) yang menjalin kontrak sebagai supplier tv Program kepada stasiun TV yang menyiarkan. Stasiun TV bertindak sebagai pembeli dan bertindak sebagai “hakim” yang menentukan layak beli atau tidak dari sebuah produk infotainment yang ditawarkan.
Sebut saja Go-Spot, dari 60 menit durasinya, 20 menit sudah dikapling iklan. Dengan tarif iklan ratarata Rp34 juta per spot (30 detik), maka setiap pagi program ini bisa menenggak pemasukan hingga Rp 120 juta. Padahal, sebagai program inhouse, direct costnya (biaya operasional peliputan), hanya sekitar Rp 56 juta per hari. Sementara indirect cost (gaji karyawan, overhead kantor, dll) jika dihitung harian, jumlahnya juga kurang lebih sama. Dus, hanya dengan modal Rp 12 juta, RCTI melalui Go Spot bisa mendapatkan untung hingga 10 kali lipat. Setiap pagi! Alhasil, di jajaran program infotainment yang berjumlah 19 biji di 10 stasiun televisi, Go Spot masuk dalam the big five setelah Silet, Insert, atau Cek&Ricek.
Itu belum termasuk iklaniklan built in, yang pada praktiknya menjadi iklan terselubung karena tak diberi pagar api (firewall) yang tegas, sebagaimana prinsipprinsip jurnalisme. Karena durasi iklan tidak mungkin ditambah, maka iklan dimasukkan dalam materi tayangan, seperti kerap kita saksikan. Misalnya, artis digosipkan takut tua (entah dari mana gosipnya), tapi ujung-ujungnya dia menawarkan produk kecantikan. Atau artis digosipkan menjalani operasi plastik, lalu dia membantah, dan ujungujungnya dia membuka telah memakai produk kosmetik tertentu. Semua dilakukan dengan sengaja, sadar, dan tak takut dianggap menginjakinjak prinsip apapun, hanya sematamata untuk menampung kue bisnis yang sudah luber dari jatah durasi iklan yang ada.
Jadi dalam kasus Go Spot, secara de facto, infotainment ini memang diceraikan dari redaksi oleh kekuatan bisnis. Diceraikan dari jurnalisme oleh instutsi media itu sendiri. Meski secara de yure, dalam credit title, penanggung jawab program tetap Pemimpin Redaksi. Di situs resmi RCTI (rcti.tv), mereka jelas membedakan antara genre program berita dan genre infotainment. Sementara program outsource seperti Silet atau Cek & Ricek, memang bukan menjadi bagian dari redaksi. Silet diproduksi Indigo, sementara Cek & Ricek digarap oleh rumah produksi PT Bintang Avdis Multimedia milik raja infotainment, Ilham Bintang. Jadi kedua program ini tidak berada di bawah supervisi redaksi, melainkan langsung di tangan Programming.
Rapatrapat bersama antara infotainment inhouse, infotainment outsourcing dan pihak management, sekali lagi mengkonfirmasi bahwa dalam banyak kasus, justru Programming televisilah yang menentukan jenisjenis berita seperti apa yang sebaiknya diproduksi oleh PHPH itu. Mereka mendiskusikan dengan tekun, ditemani datadata ABG Nielsen, bahwa topiktopik berbau gosip, skandal, atau konflk pribadi menduduki rating tinggi yang ditafsirkan sebagai disukai penonton ataudisukai pasar Sebaliknya, informasi tentang proses kreatif atau pesanpesan sosial dalam setiap karya seni, dianggap tak disukai khalayak, dan karenanya porsinya harus ditekan, untuk tidak mengatakan dihilangkan sama sekali.
Gambaran di bawah atap RCTI ini barangkali secara deduktif bisa kita anggap mewakili gambaran umum logika bisnis infotainment di stasiun televisi yang lain. Bila program ranking lima seperti Go Spot beromzet Rp120 juta per hari, maka bisa dibayangkan berapa perputaran uang di industri ini setiap tahunnya. Barangkali masuk bilangan ratusan miliar hingga triliun. Jumlah uang yang jauh melampaui perolehan iklan Divisi News mana pun, terutama di televisi televisi nonberita. Ditambah sinetron dan reality show, maka sempurnalah sudah mesin uang yang siap menggilas dan menggiling siapa saja yang mencoba mengusiknya.
Di kerajaan bisnis Ilham Bintang saja (Bintang Group), misalnya, tujuh tahun lalu, pendapatan dari program infotainment telah menyumbang 60 persen dari total incomenya (swa.co.id, 22 Desember 2003). Ketika itu, Bintang Group terdiri dari PT Bintang Advis Multimedia (memproduksi C&R, Halo Selebriti dan Buletin Sinetron), PT Bintang Sakti Mediatama (Tabloid C&R); PT Bintang Sakti Promo Piranti (PR dan event organizer), PT Bintang Mas Mediatama (Kroscek Senin, Kamis dan Jumat), PT Bintang Media Griya Usaha (Kroscek Selasa, Rabu dan Sabtu), dan PT Bintang Media Citra Utama (program infotainment GATE, Gebyar Tokoh dan Elit).
KPI sendiri seolah kebingungan menghadapi industri infotainment. Teguran dan sanksi skorsing program sudah kerap dilakukan, tapi tak ada perubahan signifikan. Di titik ini, sebagian orang berpandangan sebaiknya KPI (dan Dewan Pers) semakin melibatgandakan ketegasannya, dan bukannya menyerah dengan menceraikan infotainment dari jurnalisme (lupakan dulu istilah faktual dan nonfaktual sebagaimana terminologi SP3SPS yang agak membingungkan). Dengan memasukkan sebagai keluarga jurnalisme, maka Kode Etik Jurnalistik bisa ditegakkan, meski pengalaman selama satu dasawarsa terakhir tak secara empiris menunjukkan itu. Jadi ini diskursus tentang das sein dan das sollen.[6]
F.        Eksekusi Program Infotainment
Eksekusi program mencakup kegiatan menayangkan program sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Manajer program melakukan koordinasi dengan bagian traffic dalam menentukan jadwal penayangan infotainment dan berkonsultasi dengan manajer promosi dalam mempersiapkan promo bagi program bersangkutan. Manajer program juga perlu berkoordinasi dengan bagian redaksi infotainment dalam hal program itu memerlukan liputan wartawan seperti peristiwa khusus atau berita penting.
Strategi penayangan program yang baik sangat ditentukan oleh bagaimana menata atau menyusun berbagai program yang akan ditayangkan. Menata program adalah kegiatan meletakkan atau menyusun berbagai program pada suatu periode yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, pengelola program harus cerdas menata program dengan melakukan teknik penempatan acara yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Penempatan acara yang kurang baik membuat program itu menjadi sia-sia. Pengelola program juga harus memperhatikan berbagai ketentuan yang berlaku ketika menata programnya.
Bagian program harus menganalisa dan memilah-milah setiap bagian waktu siaran untuk mendapatkan berbagai audien yang diinginkan, karena jam yang berbeda akan mendapatkan audien yang berbeda pula. Kalangan yang berbeda menonton di waktu yang berbeda. Jika audien yang menjadi sasaran adalah para remaja maka jangan memutar acara itu selama jam sekolah atau pada saat larut malam. Jika audien sasaran adalah laki-laki dan perempuan semua umur, maka perlu dipertimbangkan untuk meletakkan acara tersebut pada jam tayang utama (prime time).
G.      Pembagian Waktu Siaran
Menentukan jadwal penayangan suatu acara ditentukan atas dasar perilaku audien yaitu rotasi kegiatan mereka dalam satu hari dan juga kebiasaan untuk menonton televisi atau mendengarkan radio pada jam tertentu. Pada prinsipnya siaran radio dan televisi harus dapat menemani aktivitas apapun. Aktivitas audien pada umumnya memiliki pola yang sama pada setiap bagian hari, apakah pagi, siang atau malam hari. Programer menyusun jadwal acara berdasarkan aktivitas audien ini.
Berdasarkan pembagian siklus aktivitas audien mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali maka waktu siaran dibagi ke dalam lima segmen. Setiap segmen memiliki ciri-ciri atau sifat audien yang berbeda. Secara umum, programer membagi siaran menjadi beberapa bagian:
1.         Prime Time: jam 19.30 – 23.00
2.         Late Fringe Time: jam 23.00 – 01.00
3.         All other time: jam 01.00 – 10.00
4.         Day Time: jam 10.00 – 16.30
5.         Fringe Time: jam 16.30 – 19.30
Prime time merupakan waktu siaran televisi yang paling banyak menarik penonton. Selain itu, penonton yang berada pada segmen ini sangat beragam (tua, muda, anak-anak dan sebagainya). Stasiun televisi biasanya akan menempatkan program acara yang paling bagus pada segmen ini karena jumlah audiennya yang besar. Selain itu, acara prime time juga harus bisa dinikmati semua kalangan termasuk anak-anak. Anggaran terbesar stasiun penyiaran biasanya digunakan untuk membiayai program pada saat prime time ini. Namun pada saat bersamaan stasiun televisi lainnya juga akan menempatkan program terbaiknya pada segmen ini. Dengan demikian terjadi persaingan merebut perhatian pemirsa pada saat prime time ini.
Pola pembagian waktu siaran tersebut berbeda pada saat akhir pekan (hari Sabtu dan Minggu). Other time untuk akhir pekan dimulai dari pukul 01.00 – 07.00 atau berakhir lebih cepat 3 jam dibandingkan hari biasa. Ini menunjukkan bahwa audien cukup banyak menonton televisi pada pagi hari di Hari Sabtu dan Minggu. Day time pada saat akhir pekan dimulai pukul 08.00 hingga berakhir pukul 19.30 pada hari Sabtu atau berakhir lebih awal pada hari minggu.
Karena biayanya yang besar maka stasiun televisi pada umumnya tidak dapat menyajikan program terbaiknya setiap hari. Strategi stasiun televisi untuk segmen utama ini biasanya bersifat mingguan (weekly basis). Programer menghindari penempatan program unggulan yang ditayangkan pada hari yang sama atau bersamaan dengan program unggulan dari stasiun lain. Dengan cara ini, stasiun televisi dapat memenangkan seluruh waktu siaran ketika tiba saatnya menayangkan program unggulannya.
H.       Jam Tayang Infotainment Tanpa Putus
Beberapa tahun lalu, acara gosip atau infotainment baru tayang pukul 15.00 WIB. Namun, saat ini, gosip sudah bisa dinikmati sejak pukul 05.30 WIB. Bahkan hadir jauh lebih pagi dibanding waktu sarapan. Menjadikan stasiun televisi berlomba-lomba memilih jam tayang lebih pagi untuk menayangkan gosip terbaru setiap harinya.
Ironisnya, setiap stasiun televisi memiliki lebih dari satu acara gosip andalan untuk mewakili waktu penayangan pagi hingga menjelang malam. Jika dipandang dari sisi edukasi, acara gosip tersebut hanya akan berimbas pada pembodohan dan pembohongan publik. Karena, banyak tayangan yang sekedar mengada-ngada untuk mencari sensasi dan popularitas. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan nilai negatif gosip masih belum terbuka. Buktinya, acara gosip semakin bertambah setiap harinya. Sehingga, bergosip sudah menjadi kebutuhan dan keharusan.
Dewasa ini, selain tayang pada jam yang bersamaan, acara gosip atau infotaiment seolah sengaja dihadirkan dengan jam tayang tanpa putus. Setiap stasiun televisi seolah bergantian untuk menayangkan gosip terbaru versi mereka, meskipun pada dasarnya sama. Bahkan, gosip tersebut dapat dinikmati sejak pagi buta hingga menjelang malam.[7]
Berikut merupakan jadwal penayangan acara gosip atau infotainment per tanggal 29 April 2013 di beberapa stasiun televisi yang hadir hampir setiap waktu:[8]
1.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang pagi hari
·                06:00 GO SPOT di RCTI
·                06:00 Was Was di SCTV
·                06:30 Insert Pagi di Trans TV
·                07:00 KISS Pagi di Indosiar
·                07:00 Newstar di Kompas TV
·                07:30 Selebrita Pagi di Trans 7
·                09:00 Halo Selebriti di SCTV
·                10:00 Obsesi di Global TV
2.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang siang hari
·                11:00 Intens di RCTI
·                11:00 Insert di Trans TV
·                12:00 Seputar Obrolan Selebriti di ANTV
·                12:00 Selebrita Siang di Trans 7
·                14:00 HOT KISS di Indosiar
3.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang sore hari
·                15:30 Kabar Kabari di RCTI
·                15:30 Fokus Selebriti di Global TV
·                16:00 SILET di RCTI
·                16:30 Newstar di Kompas TV

4.             Acara gosip atau infotainment dengan jam tayang menjelang malam
·                17:00 Insert Investigasi di Trans TV
Melihat jadwal penayangan acara gosip atau infotainment yang tidak pernah putus, maka dapat disimpulkan bahwa acara gosip tersebut sengaja dihadirkan untuk mendongkrak rating, selain sinetron dan acara kebanggaan lain. Sayangnya, jam tayang acara gosip tersebut seolah tidak mengenal waktu. Hal itu terbukti dengan hadirnya acara-acara gosip sejak pagi buta. Padahal, pada jam tersebut anak-anak masih belum berangkat sekolah. Sehingga, mononton acara gosip hanya akan membuat pikiran mereka berisi gosip para selebriti dan bukan pengetahuan sekolah. Dengan demikian, bukan tidak mungkin tayangan tersebut memberikan efek negatif bagi anak-anak.
Menu tayangan gosip yang tanpa putus, boleh jadi memiliki tujuan yang positif, yaitu selalu memberikan kabar terbaru dari para selebriti idola masyarakat. Akan tetapi, penayangan yang kontinu tersebut dapat memberikan efek tidak baik pagi pemirsanya. Terlebih jika gosip yang ditayangkan hanya bersifat rekayasa.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi efek negatif dari tayangan gosip-gosip tersebut, maka sebagai khalayak aktif seharusnya penonton lebih bijak dalam mengatur waktu, sehingga tau kapan saatnya menonton gosip dan kapan saat untuk beraktivitas. Tidak lupa pula untuk selalu menyaring kebenaran gosip tersebut.


[1] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120322005109AAWYIPA
[2] http://dapurbroadcaster.blogspot.com/2011/10/segmentasi.html
[3] http://sinankwalisongo.wordpress.com/2012/01/02/segmentasi/
[4] http://mediator.fikom.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/18
[5] http://lontar.ui.ac.id
[6] www.kpiddiy.com/admincp/file/INFOTAINMENTSony.pdf
[7] http://www.anneahira.com/gosip-terbaru-hari-ini.htm
[8] http://jadwaltvku.blogspot.com/

Perkembangan E-Commerce di Indonesia dan Tantangannya di Masa Depan

ABSTRAK
Eva Masy, dkk.

Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Dari seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena dampak kehadiran internet, salah satunya adalah sektor bisnis atau perdagangan di dunia maya dengan memanfaatkan perangkat telekomunikasi yang disebut E-commerce. Segala layanan yang diinginkan oleh para pelanggan dapat segera ditindak lanjuti dengan secepat mungkin melalui E-Commerce. Sehingga, perusahaan tersebut akan mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan tercepat bagi pelanggan. Melihat kenyataan yang demikian, menandakan bahwa keberadaan E-Commerce merupakan alternatif bisnis yang cukup menjanjikan untuk diterapkan pada kehidupan saat ini. Karena, E-Commerce memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual (merchant) maupun dari pihak pembeli (buyer) di dalam melakukan transaksi perdagangan, meskipun para pihak berada di dua benua berbeda sekalipun.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma kritis. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data APJII, saat ini jumlah pemakai internet di Indonesia tercatat sebesar 63 juta orang dari total 215 juta penduduk, jumlah pemakai ini masih tergolong sedikit, tetapi disisi lain menurut riset dari daily social dan daily transpayment gateway, diperkirakan pengguna internet di Indonesia akan mencapai angka 150 juta orang dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Angka yang meningkat tajam ini mengisyaratkan bahwa prospek perkembangan E-Commerce di Indonesia akan menjadi sangat cerah di tahun-tahun mendatang. Namun, dalam hal ini masyarakat harus tetap mewaspadai wacana yang terkait dengan dampak makro yang akan terjadi seandainya diasumsikan bahwa dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap individu dan korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet.
Kata kunci: E-Commerce, cyberculture


Pendahuluan
A.       Latar Belakang
Pada saat internet pertama kali diperkenalkan, pemrakarsanya tidak pernah menduga bahwa dampaknya dikemudian hari akan sedemikian hebat. Sebelumnya manusia hanya bisa membayangkan bahwa itu adalah suatu globalisasi dunia fisik ketika batasan geografis yang membagi bumi menjadi beberapa Negara akan pudar dan hilang. Secara perlahan‐lahan usaha tersebut mulai dilakukan, yaitu dengan cara membuka perdagangan dunia seluas‐luasnya tanpa proteksi dari pemerintah atau pihak lain yang mengatur mekanisme jual beli.
Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Di sini setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apapun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktiitas kehidupan setiap hari.
Dari seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena dampak kehadiran internet, salah satunya adalah sektor bisnis atau perdagangan di dunia maya dengan memanfaatkan perangkat telekomunikasi yang disebut E-commerce. Pada dasarnya, E-commerce merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi proses pemesanan barang dikomunikasikan melalui internet. Oleh karena itu, perkembangan E-Commerce di Indonesia dan bagaimana tantangannya di masa depan menjadi sudut pandang penulis sebagai obyek dalam penelitian ini.
Selama ini, sistem penjualan dari pelanggan yang digunakan oleh perusahaan hanya bersifat secara tertulis dan manual, yang tidak jarang cenderung menyesatkan. Dengan adanya layanan jasa berupa E-Commerce yang dapat secara cepat dapat dinikmati oleh pelanggan maupun perusahaan sendiri, maka segala layanan yang diinginkan oleh para pelanggan dapat segera ditindak lanjuti dengan secepat mungkin. Sehingga, perusahaan tersebut akan mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan tercepat bagi pelanggan.
Melihat kenyataan yang demikian, menandakan bahwa keberadaan E-Commerce merupakan alternatif bisnis yang cukup menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini. Karena, E-Commerce memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual (merchant) maupun dari pihak pembeli (buyer) di dalam melakukan transaksi perdagangan, meskipun para pihak berada di dua benua berbeda sekalipun. Dengan E-Commerce setiap transaksi tidak memerlukan pertemuan dalam tahap negoisasi. Oleh karena itu jaringan internet ini dapat menembus batas geografis dan teritorial.
B.       Rumusan Masalah
1.             Apa yang dimaksud dengan E-Commerce?
2.             Bagaimana perkembangan E-Commerce di Indonesia dan tantangannya di masa depan?
3.             Bagaimana kaitan E-Commerce dengan cyberculture?
C.        Tujuan Penulisan
1.             Mengetahui dan memahami secara detail tentang E-commerce.
2.             Mengetahui perkembangan E-Commerce di Indonesia dan tantangannya di masa depan.
3.             Memahami kaitan E-Commerce dengan cyberculture.
Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian dengan pendekatan paradigma kritis. Penggunaan pendekatan ini didasari dengan pemikiran bahwa salah satu sifat dasar teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini terkait dengan sedang berkembangnya suatu fenomena baru di lingkungan sekitar.
Adapun jenis penelitian yang digunakan, adalah penelitian kualitatif. Menurut McMillan&Schumacer, penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Strauss&Corbin menambahkan, penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Sekalipun demikian, data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif memungkinkan untuk dianalisis melalui suatu penghitungan.[1]
Pada penelitian kualitatif ini, jenis data yang digunakan terdiri dari:
1.        Data primer, yakni data pokok atau data utama yang digunakan peneliti, yang dalam hal ini adalah teks maupun wacana terkait perkembangan E-Commerce di Indonesia dan tantangannya di masa depan.
2.        Data Sekunder, yakni data pendukung yang turut membantu melancarkan penelitian. Sumber data sekunder ini berupa refrensi buku, jurnal, data-data kepustakaan, situs internet, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan rumusan masalah.
Kemudian, tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1.        Mencari topik yang menarik
Mencari topik merupakan langkah awal yang dilakukan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba mengeksplorasi topik yang peneliti anggap menarik. Sehingga peneliti putuskan untuk membahas tentang perkembangan E-Commerce di Indonesia dan tantangannya di masa depan.
2.        Merumuskan masalah.
Masalah dirumuskan berdasarkan sisi menarik topik yang akan dikaji oleh peneliti beserta dengan tujuan yang hendak dicapai.
3.        Menentukan metode penelitian
Pada tahap ini peneliti memutuskan untuk menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma kritis.
4.        Melakukan analisis data
Analisis data dilakukan dengan didasarkan pada aspek ideologi, interpretan kelompok, frame work budaya masyarakat Indonesia, serta aspek sosial masyarakat Indonesia.
5.        Menarik kesimpulan
Menarik kesimpulan dengan membuat laporan penelitian yang sudah dianalisa dan tersusun secara sistematis.
Kajian Pustaka
A.           Definisi E-Commerce
Definisi E-Commerce menurut Laudon&Laudon (1998) adalah suatu proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan computer sebagai perantara transaksi bisnis. E-Commerce atau yang biasa disebut juga dengan istilah Ecom atau Emmerce atau EC merupakan pertukaran bisnis yang rutin dengan menggunakan transmisi Electronic Data Interchange (EDI), email, electronic bulletin boards, mesin faksimili, dan Electronic Funds Transfer yang berkenaan dengan transaksi-transaksi belanja di internet shopping, stock online dan surat obligasi, download dan penjualan software, dokumen, grafik, musik, dan lain-lainnya.[2]
Sedangkan definisi E-Commerce menurut David Baum (1999) adalah satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.
Definisi dari E-Commerce menurut Kalakota dan Whinston (1997) dapat ditinjau dalam 3 perspektif berikut:[3]
1.        Dari perspektif komunikasi, E-Commerce adalah pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau melalui peralatan elektronik lainnya.
2.        Dari perspektif proses bisnis, E-Commerce adalah aplikasi dari teknologi yang menuju otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.
3.        Dari perspektif layanan, E-Commerce merupakan suatu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya layanan (service cost) ketika meningkatkan kualitas barang dan meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.
4.        Dari perspektif online, E-Commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan menjual barang ataupun informasi melalui internet dan sarana online lainnya.
B.           Pengertian E-Commerce
Perdagangan Elektronik (E-Commerce = Electronic Commerce) adalah bagian dari e-lifestyle yang memungkinkan transaksi jual beli dilakukan secara online dari sudut tempat mana pun.[4]
E-Commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan menggunakan teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.[5]
Sedangkan pengertian E-Commerce (Perdagangan Elektronik) menurut Jony Wong  adalah pembelian, penjualan dan pemasaran barang serta jasa melalui sistem elektronik. Seperti televisi, radio dan jaringan komputer atau internet.[6]
Menurut Vermaat E-Commerce, E-Commerce merupakan transaksi bisnis yang terjadi dalam jaringan elektronik seperti internet. Siapapun yang mempunyai jaringan internet dapat berpartisipasi dalam kegiatan E-Commerce.[7]
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa Perdagangan Elektronik atau yang disebut dengan E-Commerce adalah semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang didigitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar.
Pertukaran informasi dalam E-Commerce dilakukan dalam format digital, sehingga kebutuhan akan pengiriman data dalam bentuk cetak dapat dihilangkan. Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya informasi yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan. Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas perusahaan.[8]
Sasaran perdagangan elektronik atau E-Commerce adalah menciptakan lingkungan komersial yang baru dalam segala bentuknya di abad elektronik. Dimana beberapa tahap yang umumnya terdapat diantara penjual dan pembeli dalam transaksi komersial dapat diintegrasikan sekaligus dan otomatis secara elektronik. Jadi dapat meminimalkan biaya transaksi. Secara garis besar, e-commerce saat ini diterapkan untuk melaksanakan aktifitas transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan (customer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan public.[9]
C.            Sistem E-Commerce
E-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan (customer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan public, yang mana jika diklasifikasikan, sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu:[10]
1.             Electronic Markets (EMs).
EMs adalah sebuah sarana yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan/menyajikan penawaran dalam sebuah segmen pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat lebih nyata dan efisien dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual, ia dapat mendistribusikan informasi mengenai produk dan service yang ditawarkan dengan lebih cepat sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak.

2.             Electronic Data Interchange (EDI).
EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksi-transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-organisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai “transfer data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik”.
3.             Internet Commerce.
Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan komersial ini seperti iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan/pembelian barang dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain setelah uang ditransfer ke rekening penjual.
D.           Aplikasi E-Commerce
Berdasarkan jenis aplikasi yang dipergunakan, E-Commerce dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) tipe, yaitu sebagai berikut:
1.             l-Market
Internet Market (I-Market) didefinisikan sebagai suatu tempat atau arena di dunia maya di mana calon pembeli dan penjual saling bertemu untuk melakukan transaksi secara elektronis melalui medium internet.
2.             Customer Care
Tipe aplikasi E-Commerce kedua adalah suatu usaha dari perusahaan untuk menjalin hubungan interaktif dengan pelanggan atau konsumen yang telah dimilikinya. Jika pada waktu terdahulu perusahaan biasanya menyediakan nomor telepon bebas pulsa (toll free) sebagai sarana yang dapat dipergunakan pelanggan untuk bertanya, berdiskusi, atau menyampaikan keluhan sehubungan dengan produk atau jasa yang telah atau akan dibelinya. Nomor telepon ini pada dasarnya dihubungkan dengan pusat informasi perusahaan atau call center.
3.             Vendors Management
Hakekat dari sebuah bisnis adalah melakukan transformasi "bahan mentah" menjadi sebuah produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dengan kata lain, mayoritas perusahaan pastilah memiliki pemasok (supplier) "bahan mentah" tersebut. Di samping itu, berbagai aktivitas penunjang seperti proses administrasi, pengelolaan SDM, dan lain sebagainya kerap membutuhkan beragam barang yang harus dibeli dari perusahaan lain. Proses pembelian yang berlangsung secara continue dan berulang secara periodik tersebut pada dasarnya memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pengeluaran total perusahaan (cost center).
4.             Extended Supply Chain
Supply Chain adalah urutan proses atau aktivitas yang dijalankan perusahaan mulai dari "bahan mentah" (raw materials) dibeli sampai dengan produk jadi ditawarkan   kepada calon konsumen. Proses generik yang biasa dilakukan dalam supply chain adalah: pengadaan bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, produksi atau operasi bahan mentah menjadi bahan baku/jadi, penyimpanan bahan baku/jadi, distribusi, pemasaran dan penjualan, serta pelayanan purna jual.
E.            Karakteristik E-Commerce
Berbeda dengan transaksi perdagangan biasa, transaksi e-commerce memiliki beberapa karakteristik yang sangat khusus, yaitu:[11]
a.             Transaksi tanpa batas
Sebelum era internet, batas-batas geografi menjadi penghalang suatu perusahaan atau individu yang ingin go-international. Sehingga, hanya perusahaan atau individu dengan modal besar yang dapat memasarkan produknya ke luar negeri.Dewasa ini dengan internet pengusaha kecil dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional cukup dengan membuat situs web atau dengan memasang iklan di situs-situs internet tanpa batas waktu (24 jam), dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara on line.
b.             Transaksi anonim
Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet tidak harus bertemu muka satu sama lainnya. Penjual tidak memerlukan nama dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah diotorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan, yang biasanya dengan kartu kredit.
c.              Produk digital dan non digital
Produk-produk digital seperti software komputer, musik dan produk lain yang bersifat digital dapat dipasarkan melalui internet dengan cara mendownload secara elektronik. Dalam perkembangannya obyek yang ditawarkan melalui internet juga meliputi barang-barang kebutuhan hidup lainnya.
d.             Produk barang tak berwujud
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commercen dengan menawarkan barang tak berwujud separti data, software dan ide-ide yang dijual melalui internet.
F.            Jenis-Jenis E-Commerce
E-Commerce terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:[12]
1.             Business to Business (B2B)
Transaksi B2B e-commerce adalah sebuah transaksi yang melibatkan dua pihak yang sama-sama organisasi atau pelaku bisnis seperti, produsen, pedagang, pengecer dan sejenisnya.
2.             Business to Consumer (B2C)
Menggambarkan kegiatan bisnis antara perusahaan/produsen/penjual dengan customer/pelanggan yang mana customer membeli barang kepada penjual untuk dipakai sendiri bukan untuk dijual lagi.
3.             Perdagangan Kolabratif (collaborative commerce)
Dalam c-commerce, para mitra bisnis berkolaborasi (alih-alih membeli atau menjual) secara elektronik. Kolaborasi semacam ini seringkali terjadi antara dan dalam mitra bisnis do sepanjang rantai pasokan
4.             Consumen to consumen(C2C)
Dalam C2C seseorang menjual produk atau jasa ke orang lain. Dapat juga disebut sebagai pelanggan ke palanggan yaitu orang yang menjual produk dan jasa ke satu sama lain. Lelang C2C. Dalam lusinan negara, penjualan dan pembelian C2C dalam situs lelang sangat banyak. Kebanyakan lelang dilakukan oleh perantara, seperti eBay.com, auctionanything.com; para pelanggan juga dapat menggunakan situs khusus seperti buyit.com atau bid2bid.com.
5.             Comsumen to Business (C2B)
Dalam C2B konsumen memeritahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa tertentu, dan para pemasok bersaing untuk menyediakan produk atau jasa tersebut ke konsumen. Contohnya di priceline.com, dimana pelanggan menyebutkan produk dan harga yang diinginkan, dan priceline mencoba menemukan pemasok yang memenuhi kebutuhan tersebut.
6.             Perdagangan Intrabisnis (Intraorganisasional)
Dalam situasi ini perusahaan menggunakan ecommerce secara internal untuk memperbaiki operasinya. Kondisi khusus dalam hal ini disebut sebagai e-commerce B2E(business to its employees) yang digambarkan dalam studi kasus terbuka.
7.             Pemerintah ke Warga (Goverment to Citizen-G2C)
Dalam kondisi ini sebuah entitas (unit) pemerintah menyediakan layanan ke para warganya melalui teknologi E-commerce. E-goverment menawarkan sejumlah manfaat potensial seperti meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi pemerintah, termasuk pemberian layanan publik. E-goverment memungkinkan pemerintah menjadi lebih transparan pada masyarakat dan perusahaan dengan memberikan lebih banyak akses informasi pemerintah. E-goverment juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk memberikan umpan balik ke berbagai lembaga pemerintah serta berpartisipasi dalam berbagai lembaga dan proses demokrasi.
G.           Mekanisme Kerja E-Commerce
Secara umum mekanisme transaksi elektronik melalui e-commerce dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar Mekanisme Kerja E-Commerce
Berdasarkan gambar di atas maka tahapan dalam transaksi elektonik melalu e-commerce dapat diurutkan sebagai berikut:
1.        E-customer dan E-merchant bertemu dalam dunia maya melalui server yang disewa dari Internet Server Provider (ISP) oleh e-merchant
2.        Transaksi melalui E-commerce disertai term of use dan sales term condition atau klausula standar, yang pada umumnya e-merchant telah meletakkan klausula kesepakatan pada websitenya, sedangkan e-customer jika berminat tinggal memilih tombol accept atau menerima.
3.        Penerimaan e-customer melalui mekanisme "kllik" tersebut sebagai perwujudan dari kesepakatan yang tentunya mengikat pihak e-merchant.
4.        Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepakatan, kemudian diikuti dengan proses pembayaran, yang melibatkan dua bank perantara dari masing-masing pihak yaitu aquiring merchant bank dan issuing merchant bank. Prosedurnya e-customer memerintahkan kepada issuing customer bank untuk dan atas nama e-customer melakukan sejumlah pembayaran atas harga barang kepada acquiring merchant bank yang ditujukan kepada e-merchant.
5.        Setelah proses pembayaran selesai kemudian diikuti dengan proses pemenuhan prestasi oleh pihak e-merchant berupa pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan mengenai saat penyerahan dan spesifikasi barang.
H.           Keuntungan E-Commerce
1.             Bagi organisasi pemilik e-commerce
·               Memperluas market place hingga kepasar nasional dan internasional.
·               Dengan capital outplay yang minim, sebuah perusahaaan dapat dengan mudah menemukan lebih banyak pelanggan, supplier yang lebih baik dan partner bisnis yang paling cocok dari seluruh dunia.
·               E-commerce menurunkan biaya pembuatan, pemrosesan, pendistribusian, penyimpanan, dan pencarian informasi yang menggunakan kertas.
·               E-commerce mengurangi waktu antara outlay modal dan penerimaan produk dan jasa.
2.             Bagi konsumen
·               E-commerce memungkinkan pelanggan untuk berbelanja atau melakukan transaksi selama 24 jam sehari sepanjang tahun dari hampir setiap lokasi.
·               E-commerce memberikan lebih banyak pilihan kepada pelanggan, mereka bisa memilih berbagai produk dari banyak vendor.
·               E-commerce menyediakan produk dan jasa yang tidak mahal kepada pelanggan dengan cara mengunjungi banyak tempat dan melakukan perbandingan secara cepat.
·               Pelanggan bisa menerima informasi yang relevan secara detil dalam hitungan detik, bukan lagi hari atau minggu.
3.             Bagi masyarakat
·               E-commerce memungkinkan orang untuk bekerja didalam rumah dan tidak harus keluar rumah untuk berbelanja. Ini berakibat menurunkan arus kepadatan lalu lintas dijalan serta mengurangi polusi udara.
·               E-commerce memungkinkan orang di negara-negara dunia ketiga dan wilayah pedesaan untuk menikmati aneka produk dan jasa yang akan susah mereka dapatkan tanpa e-commerce.

I.              Kerugian E-Commerce
Selain keuntungan, ada pula kerugian-kerugian yang ditimbulkan E-Commerce, yaitu sebagai berikut:[13]
1.        Meningkatkan individualisme. Pada perdagangan elektronik seseorang dapat bertransaksi dan mendapatkan barang/jasa yang diperlukan tanpa bertemu dengan siapapun.
2.        Terkadang menimbulkan kekecewaan, bahwa apa yang dilihat dilayar monitor berbeda dengan apa yang dilihat secara kasat mata.
J.             Ancaman Menggunakan E-Commerce
Selain manfaat, terapat pula ancaman yang merupakan kemungkinan-kemungkinan munculnya kejadian yang dapat membahayakan aset-aset yang berharga. Ada beberapa bentuk ancaman yang mungkin terjadi:[14]
1.             System Penetration
Orang-orang yang tidak berhak melakukan akses ke system computer dapat dan diperbolehkan melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya.
2.             Authorization Violation
Pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang legal yang dimiliki seseorang yang berhak mengakses sebuah sistim.
3.             Planting
Memasukan sesuatu ke dalam sebuah system yang dianggap legal tetapi belum tentu legal di masa yang akan datang.
4.             Communications Monitoring
Seseorang dapat mernantau semua infonnasi rahasia dengan melakukan monitoring komunikasi sederhana di sebuah tempat pada jaringan komunikasi.
5.             Communications Tampering
Segala hal yang membahayakan kerahasiaan informasi seseorang tanpa melakukan penetrasi, seperti mengubah infonnasi transaksi di tengah jalan atau membuat sistim server palsu yang dapat menipu banyak orang untuk memberikan infonnasi rahasia mereka secara sukarela.
6.             Denial of service
Menghalangi seseorang dalam mengakses informasi, sumber, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
7.             Repudiation
Penolakan terhadap sebuah aktivitas transaksi atau sebuah komunikasi baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
Hasil Pembahasan
A.       Data Pengguna Internet di Indonesia
Pengguna teknologi internet terus meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya itu terbukti dari data yang disajikan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).
APJII adalah sebuah lembaga yang menyelenggarakan aktifitasnya pada lingkungan pengembangan industri Internet dari anggota kepada anggota oleh anggota. Mulai dari kegiatan seminar, training/workshop, penyebaran informasi dan lain sebagainya sampai dengan turut aktif dalam program-program TI pemerintah maupun bekerjasama dengan pihak-pihak tertentu selama tidak bertentangan dengan AD/ART.
Berikut adalah data pengguna internet di Indonesia yang bersumber dari situs resmi APJII.[15]
Gambar 1: Jumah pengguna internet Indonesia tahun 1998-2012 versi APJII
Dari data yang digambarkan grafik di atas, penggunaan teknologi internet di Indonesia mulai tumbuh semenjak tahun 1998. Di tahun 1998 pengguna internet di Indonesia hanya berjumlah 0.5 juta orang. Namun jumlahnya terus menerus tumbuh dengan pesat hingga menyentuh angka 55 juta pengguna di tahun 2011 dan 63 juta pengguna di tahun 2012.
B.           Perkembangan E-Commerce di Indonesia
Menjamurnya tingkat pemakai internet di Indonesia saat ini menjadikan berbelanja online sebagai salah satu pilihan yang tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Seiring dengan hal ini, membuat semakin menjamurnya toko online di tanah air sehingga kebiasaan berbelanja di pusat perbelanjaan atau di mall berubah menjadi belanja via toko online.
Berdasarkan data APJII di atas, saat ini jumlah pemakai internet di Indonesia tercatat sebesar 63 juta orang dari total 215 juta penduduk, jumlah pemakai ini masih tergolong sedikit, tetapi disisi lain menurut riset dari daily social dan daily transpayment gateway, diperkirakan pengguna internet di Indonesia akan mencapai angka 150 juta orang dalam kurun waktu lima tahun mendatang.[16] Angka yang meningkat tajam ini mengisyaratkan bahwa prospek perkembangan e-commerce di Indonesia akan menjadi sangat cerah di tahun-tahun mendatang.
Perkembangan E-Commerce di Indonesia sendiri telah ada sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) sebagai perintis transaksi online. Wahana transaksi berupa mal online yang disebut D-Mall (diakses lewat D-Net) ini telah menampung sekitar 33 toko online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari makanan, aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture. Selain itu, berdiri pula situs www.ecommerce-indonesia.com, yakni tempat penjualan online berbasis internet yang memiliki fasilitas lengkap seperti adanya bagian depan toko (storefront) dan shopping cart (keranjang belanja). Selain itu, ada juga Commerce Net Indonesia - yang beralamat di isp.commerce.net.id, yang merupakan Service Provider (CSP) pertama di Indonesia yang menawarkan kemudahan dalam melakukan jual beli di internet.[17]
Indonesia sendiri telah bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang membutuhkan E-Commerce untuk melayani konsumen seperti PT Telkom dan Bank International Indonesia. Selain itu, terdapat pula tujuh situs yang menjadi anggota Commerce Net Indonesia, yaitu plasa.com, Interactive Mall 2000, Officeland, Kompas Cyber Media, Mizan Online Telecommunication Mall dan Trikomsel.
Peluang untuk bertransaksi elektronik melalui E-Commerce di Indonesia memang telah terbuka lebar. Hal ini tak lepas dari potensi berupa jumlah masyarakat yang besar dan adanya jarak fisik yang jauh sehingga E-Commerce dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Oleh karena itu, Pemerintah RI mengeluarkan regulasi yang akan menjadi payung hukumnya yang tercakup dalam UU No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang secara jelas mengatur pelaku usaha yang agar menyelenggarakan transaksi elektronik secara andal, aman dan bertanggung jawab.[18]
Perkembangan E-Commerce paling pesat di Indonesia ada pada 5 tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan oleh karena semakin banyak investor asing telah melirik dan menanamkan modalnya untuk pasar toko online di Indonesia, contohnya seperti Lazada, Zalora, FoodPanda, dan Officefab. Jajaran web toko online ini merupakan kepanjangan tangan dari Rocket Internet yang bermarkas besar di Jerman, dan telah memiliki website sejenis di 5 negara di Asia Tenggara salah satunya Indonesia. Contoh E-Commerce lain di Indonesia yang juga ikut meramaikan dan kini memiliki reputasi yang baik adalah seperti bhineka.com, blibli.com, tokopedia.com, gramedia.com, dan tokobagus.com. di mana jajaran E-Commerece besar ini telah berhasil meraih kepercayaan konsumernya.
Terkait hal tersebut, melalui situs ekonomi.kompasiana.com, praktisi E-Commerce Aria Rajasa menyatakan bahwa pebisnis yang ingin terjun ke dunia E-Commerce sebaiknnya memperhatikan kepercayaan pelanggan dan kualitas produk. E-Commerce merupakan bisnis jasa di mana kepercayaan pelanggan merupakan aspek penting. Selain itu, pelaku juga harus selalu memperhatikan kualitas produk. E-commerce bukanlah sihir di mana sesuatu berjalan otomatis ke arah kesuksesan dan karena menggeluti E-Commerce memerlukan kerja keras.[19]
C.            Tantangan E-Commerce di Masa Depan
Tidak dapat disangkal bahwa E-Commerce telah menjadi primadona dalam wacana pembicaran dunia bisnis global dewasa ini. Sejumlah seminar besar mengenai hal ini telah dilakukan oleh para praktisi bisnis dan teknologi informasi selama kurun waktu dua tahun terakhir. Setiap seminar yang diadakan pada intinya adalah memperkenalkan seluk beluk fenomena global yang telah memaksa perusahaan untuk mau tidak mau mencermati keberadaan teknologi ini jika ingin tetap bersaing dan mempresentasikan beragam teknologi informasi yang tersedia di pasaran untuk membantu perusahaan meng-electronic commerce-kan dirinya dalam waktu yang relatif cepat. Majalah-majalah dan surat kabar-surat kabar berbau ekonomi dan bisnis pun tidak kalah gencarnya mempromosikan mengenai kecanggihan teknologi digital ini.
Namun terlepas dari berbagai pandangan dan tanggapan yang ada, terdapat beberapa hal mendasar yang sama sekali belum tersentuh dalam berbagai wacana tersebut. Hal ini menyangkut dampak makro yang akan terjadi seandainya diasumsikan bahwa dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap individu dan korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet. Berikut adalah permasalahan yang luput, dan menjadi bahan pembicaraan dan pertimbangan selama ini.[20]
Pertama, belum tentu negara yang paling maju di dunia (Amerika, Jepang, dan negara-negara di Eropa) menjadi negara yang paling diuntungkan dengan kehadiran E-Commerce, bahkan mungkin sebaliknya. Alasannya sangat mudah. Dengan E-Commerce, eksistensi batasan sebuah negara menjadi tidak relevan lagi, karena transaksi terjadi di sebuah komonitas virtual atau yang kerap dinamakan cyberspace. Seorang bermental kapitalis murni akan dengan leluasa memilih hidup atau tinggal di negara yang paling murah, melakukan transaksi bisnisnya melalui internet dengan menjual produk dan jasanya di negara yang paling mahal (sanggup membeli produk/jasa dengan harga tinggi), dan menyimpan uang hasil usahanya pada bank-bank di negara yang aman. Dalam arti kata, dapat saja Indonesia misalnya ditempati oleh populasi yang banyak, dengan sumber daya manusia yang handal, tetapi hasil keuntungan melalui transaksi bisnis tersebut tidak kembali ke tanah air. Dengan format tersebut di atas tentu saja yang dirugikan adalah negara maju dan negara sedang berkembang, sementara negara-negara seperti Swiss dan Singapura yang terkenal dengan kualitas lembaga keuangannya akan dibanjiri dengan keuntungan tanpa harus berbuat sesuatu.
Kedua, keberadaaan cyberspace selain meniadakan batasan antar negara membuat segala bentuk proteksi hukum dan ekonomi dari pemerintah setempat menjadi tidak efektif lagi. Bagaimana pemerintah dapat melarang perjudian sementara beratus-ratus situs internet dari Las Vegas menawarkannya? Bagaimana pemerintah dapat mengontrol capital flight kalau investasi di negara lain dapat dilakukan dengan mudah tanpa meninggalkan rumah? Bagaimana cekal dapat menjadi ampuh jika seorang pejabat dapat melakukan money laundrying dari kantornya? Dengan kata lain, pembatasan-pembatasan berinteraksi antara satu atau sekolompok manusia (komunitas) bisnis melalui aturan-aturan tidak dapat dipergunakan lagi, karena keberadaannya bertentangan dengan hakekat dan arti dari globalisasi itu sendiri.
Ketiga, pemanfaatan E-Commerce secara menyeluruh akan menuju kepada suatu era yang dinamakan sebagai ekonomi digital (digital economy). Pertukaran barang atau jasa dengan prinsip ekonomi klasik (keuntungan sebesar-besarnya dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya) tetap dapat dilakukan, namun ukuran kinerja baik mikro maupun makro yang biasa dipergunakan untuk memonitor tingkat pertumbuhan sebuah entiti ekonomi menjadi tidak relevan lagi. Misalnya, isu yang telah dikemukakan, bagaimana pemerintah dapat menghitung GDP maupun GNP suatu negara? Alasan utamanya karena seseorang dapat berada di mana saja, kapan saja, dan melakukan transaksi ekonomi apa saja, tanpa harus secara fisik berpergian. Dan sekuritas yang disediakan oleh penyedia electronic commerce tidak memungkinkan pemerintah maupun orang lain untuk memonotir jalannya informasi, produk, dan uang yang mengalir. Keberadaan aliran produk dan jasa (the flow of goods and services) serta aliran uang (the flow of money) yang telah sedemikian bebasnya tidak mustahil dapat membawa dunia kepada format market bebas yang sempurna (perfect free market).
Keempat, kerangka persaingan sempurna (perfect competition)[21] yang selama ini hanya merupakan hiasan pada teori ekonomi makro maupun mikro akan dengan mudah menjadi kenyataan. Ada sebuah perusahaan yang sedang menakut-nakuti dunia jika mereka bersepakat untuk memasyarakatkan dan mengimplementasikan E-Commerce. Perusahaan ini mengatakan bahwa dirinya akan menunggu sampai dunia sudah sedemikian tergantung pada E-Commerce sebelum yang bersangkutan mengeluarkan produknya. Produk tersebut adalah peluncuran sebuah situs semacam yahoo.com atau altavista.com yang berfungsi sebagai mesin pencari informasi (searching engine). Misalnya, seseorang sedang berniat mencari dan membeli televisi bermerk Sony, ukuran 24 inch, dan multi-sistem.
Melalui situs ini yang bersangkutan tinggal menuliskan spesifikasi kebutuhan tersebut, dan dengan menekan satu tombol, maka aplikasi internet tersebut akan mencari seluruh perusahaan di dunia yang memiliki dan menjual televisi tersebut, serta memiliki pelayanan untuk mengantarkannya sampai ke rumah. Yang luar biasa adalah, bahwa situs tersebut akan menampilkan semua perusahaan tersebut secara urut berdasarkan dari harga yang termurah! Artinya, kalau sebuah perusahaan di Taiwan bersedia menjual dan mengirimkan televisi ke rumah seseorang dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh distributor Sony di tanah air, tidak ada alasan lain bagi yang bersangkutan untuk memilihnya. Kalau pemerintah berargumen bahwa tarif dapat dikenakan terhadap barang tersebut, pertanyaannya adalah sampai kapan dan bagaimana teknis proteksi untuk bisnis dalam bentuk jasa (seperti bank, asuransi, telekomunikasi, transportasi, dan lain sebagainya).
Jika keempat aspek di atas disimak secara lebih baik dan mendetail, sekilas dapat terlihat bahwa dalam suatu format yang ideal, keberadaan E-Commerce lebih merupakan bumerang (ancaman) daripada sebuah senjata persaingan, karena yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah kesiapan sebuah sistem dunia global, bukan superioritas sebuah komponen dalam sub-sistem tertentu. Namun saat ini globalisasi telah berada dalam tahap the point of no return. Dengan kata lain, sebenarnya perusahaan tidak perlu takut bahwa dirinya telah tertinggal dari berbagai segi yang berhubungan dengan teknologi informasi (menyangkut infrastruktur dan suprastruktur). Karena dalam era ekonomi dijital nanti, bukan negara yang paling kuat atau yang paling pintar yang akan bertahan dalam dunia bisnis, tetapi justru yang paling cepat dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan menang.
D.           Keterkaitan antara E-Commerce dengan Cyberculture
Cyberculture secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai budaya cyber. Dengan kata lain cyberculture adalah segala budaya yang telah atau sedang muncul dari penggunaan jaringan komputer untuk komunikasi, hiburan, dan bisnis. Cyberculture juga mencakup tentang studi berbagai fenomena sosial yang berkaitan dengan internet dan bentuk-bentuk baru komunikasi jaringan lainnya seperti komunitas online, game multiplayer online, jejaring sosial, texting, dan segala hal yang berkaitan dengan identitas, privasi, dan pembetukan jaringan. Manifestasi dari cyberculture sendiri meliputi berbagai interaksi manusia yang dimediasi oleh jaringan komputer. Hal-hal tersebut mencakup aktivitas, kegiatan, permainan, tempat dan metafora, dan termasuk basis beragam aplikasi.
Berbagai penjelasan di atas telah memberi pemahaman bahwa E-Commerce merupakan bagaian dari cyberculture. Implementasi E-Commerce pada dunia industri yang penerapannya semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi menjadi semakin dinamis dan global, namun telah membentuk suatu masyarakat tersendiri yang dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic Business Community). Komunitas yang memanfaatkan cyberspace sebagai tempat bertemu, berkomunikasi, dan berkoordinasi ini secara intens memanfaatkan media dan infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari. Seperti halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan antara berbagai pihak dengan beragam kepentingan secara natural telah membentuk sebuah pasar yang menjadi tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply). Sehingga, transaksi yang terjadi antara demand dan supply dapat dengan mudah dilakukan walaupun yang bersangkutan berada dalam sisi geografis yang berbeda karena kemajuan dan perkembangan teknologi informasi, yang dalam hal ini adalah teknologi E-Commerce.
Kesimpulan
1.        E-Commerce adalah semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang didigitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar.
2.        Perkembangan E-Commerce di Indonesia telah ada sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) sebagai perintis transaksi online.
3.        Besarnya peluang untuk bertransaksi elektronik melalui E-Commerce di Indonesia, membuat Pemerintah RI mengeluarkan regulasi yang akan menjadi payung hukumnya yang tercakup dalam UU No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang secara jelas mengatur pelaku usaha yang agar menyelenggarakan transaksi elektronik secara andal, aman dan bertanggung jawab.
4.        Terdapat beberapa dampak makro yang akan terjadi seandainya diasumsikan bahwa dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap individu dan korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet, yaitu:
·           Dengan E-Commerce, eksistensi batasan sebuah negara menjadi tidak relevan lagi, karena transaksi terjadi di sebuah komonitas virtual atau yang kerap dinamakan cyber space.
·           Keberadaaan cyberspace selain meniadakan batasan antar negara membuat segala bentuk proteksi hukum dan ekonomi dari pemerintah setempat menjadi tidak efektif lagi.
·           Pemanfaatan E-Commerce secara menyeluruh akan menuju kepada suatu era yang dinamakan sebagai ekonomi digital, yaitu pertukaran barang atau jasa dengan prinsip ekonomi klasik (keuntungan sebesar-besarnya dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya) tetap dapat dilakukan, namun ukuran kinerja baik mikro maupun makro yang biasa dipergunakan untuk memonitor tingkat pertumbuhan sebuah entiti ekonomi menjadi tidak relevan lagi.
·           Kerangka persaingan sempurna (perfect competition) yang selama ini hanya merupakan hiasan pada teori ekonomi makro maupun mikro akan dengan mudah menjadi kenyataan.
·           Implementasi E-Commerce pada dunia industri yang penerapannya semakin lama semakin luas telah membentuk suatu masyarakat tersendiri yang dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic Business Community), yaitu komunitas yang memanfaatkan cyberspace sebagai tempat bertemu, berkomunikasi, dan berkoordinasi ini secara intens memanfaatkan media dan infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari.
Daftar Pustaka
Buku:
Hidayat, Taufik. 2008. Panduan Membuat Toko Online dengan OSCommerce. Jakarta: Media Kita.
Kholil Munawar. 2009. E-commerce. http://staff.uns.ac.id.
Nawawi, Ismail. 2012. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner. Jakarta: Dwi Putra Pustaka Jaya.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suyanto. 2003. Strategi Periklanan pada e-Commerce Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta: Andi.
Varmaat, Shelly Cashman. 2007. Discovering Computers: Menjelajah Dunia Komputer Fundamental Edisi 3. Jakarta: Salemba Infotek.
Wong, Jony. 2010. Internet Marketing for Beginners. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Internet:
http://suiryuk.wordpress.com/2012/10/17/pengertian-e-commerce/
http://www.binushacker.net/definisi-ecommerce-e-commerce-www-kotadingin-cc-cc.html
http://deded18.wordpress.com/2011/05/03/3-tipe-aplikasi-e-commerce/
http://optionsface.blogspot.com/2011/04/transaksi-elektronik-e-procurement-e.html
http://indrids.blogspot.com/2012/10/e-commerce-pengertian-e-commerce.html
http://epolebusiness.wordpress.com/2008/06/04/sistem-transaksi-e-commerce/
http://kompiqu.wordpress.com/artikel/istilah-teori/istilah-istilah-penting-dalam-e-commerce/
http://www.sandybay.com/pc-web/digital_cash.htm
http://www.alabaster.tk/2010/12/perkembangan-e-commerce-di-indonesia.html
http://inet.detik.com
http://ekonomi.kompasiana.com
http://diaryapipah.blogspot.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html


[1] http://diaryapipah.blogspot.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html (diakses 09 Juni 2013 pukul 21:46 WIB)
[2] http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/e-commerse-definisi-jenis-tujuan.html (diakses 07 Mei 2013 pukul 14:25 WIB).
[3] M. Suyanto. 2003. Strategi Periklanan pada E-Commerce Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta: Andi. Hal. 11.
[4] Taufik Hidayat. 2008. Panduan Membuat Toko Online dengan OSCommerce. Jakarta: Media Kita. Hal. 5
[5] Kholil Munawar. 2009. E-commerce. http://staff.uns.ac.id. (diakses 07 Mei 2013 pukul 14:25 WIB)
[6] Jony Wong. 2010. Internet Marketing for Beginners. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal. 33.
[7] Shelly Cashman Varmaat. 2007. Discovering Computers: Menjelajah Dunia Komputer Fundamental Edisi 3. Jakarta: Salemba Infotek. Hal. 83.
[8] http://suiryuk.wordpress.com/2012/10/17/pengertian-e-commerce.html (diakses 19 April 2013 pukul 22:46 WIB).
[9] http://www.binushacker.net/definisi-ecommerce-e-commerce-www-kotadingin-cc-cc.html (diakses 19 April 2013 pukul 22:58 WIB).
[10] http://deded18.wordpress.com/2011/05/03/3-tipe-aplikasi-e-commerce.html (diakses 21 April 2013 pukul 16:38 WIB).
[11] http://optionsface.blogspot.com/2011/04/transaksi-elektronik-e-procurement-e.html (diakses 21 April 2013 pukul 16:51 WIB).
[12] http://indrids.blogspot.com/2012/10/e-commerce-pengertian-e-commerce.html (diakses 21 April 2013 pukul 17:05 WIB).
[13] http://tigor.trigunadharma.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/BAB1-pengantar-e-commerce.pdf (diakses 07 Mei 2013 pukul 14:25 WIB)
[14] http://novidiaharumi001.blogspot.com/2012/10/ancaman-mengggunakan-e-commerce.html (diakses 22 April 2013 pukul 06:24 WIB).
[15] http://www.apjii.or.id/ (diakses 24 Mei 2013 pukul 14:25 WIB)
[16] http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/15/perkembangan-ecommerce-di-indonesia-524595.html (diakses 24 Mei 2013 pukul 14:25 WIB)
[17] http://www.alabaster.tk/2010/12/perkembangan-e-commerce-di-indonesia.html (diakses 24 Mei 2013 pukul 20:37 WIB)
[18] https://docs.google.com/file/d/0B3U9-rZ8BPBwQW8tWU9CRGVwdDg/edit?pli=1 (diakses 24 Mei 2013 pukul 20:37 WIB)
[19] http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/15/perkembangan-ecommerce-di-indonesia-524595.html (diakses 24 Mei 2013 pukul 20:37 WIB)
[20] ferdhysetiadi.wordpress.com/e-commerce-dan-e-bisnis/e-comerce/contoh/tantangan-e-commerce (diakses 24 Mei 2013 pukul 20:37 WIB)
[21] Pasar persaingan sempurna (perfect competition) adalah sebuah jenis pasar dengan jumlah penjual dan pembeli yang sangat banyak dan produk yang dijual bersifat homogen. Harga terbentuk melalui mekanisme pasar dan hasil interaksi antara penawaran dan permintaan sehingga penjual dan pembeli di pasar ini tidak dapat memengaruhi harga dan hanya berperan sebagai penerima harga (price-taker). Barang dan jasa yang dijual di pasar ini bersifat homogen dan tidak dapat dibedakan. Semua produk terlihat identik. Pembeli tidak dapat membedakan apakah suatu barang berasal dari produsen A, produsen B, atau produsen C. Oleh karena itu, promosi dengan iklan tidak akan memberikan pengaruh terhadap penjualan produk.