Rabu, 16 Mei 2012

Konglomerasi Media Massa dan Ancaman Terhadap Demokrasi



Suatu negara dikatakan demokratis jika sistem sosial dan politik dalam negara tersebut memberi jaminan penuh terhadap kebebasan individu. Dari masyarakat yang demokratis inilah lahir suatu sistem media demokratis dimana melalui media jurnalis bertanggung jawab dalam membuka seterang mungkin suatu masalah sehingga publik dapat memahami dan membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi secara tuntas. Namun kebijakan-kebijakan dalam hal ini tetap perlu untuk dirumuskan. Hanya saja dalam penetapan kebijakan ini seringkali menjadi perdebatan politik yang panjang oleh masyarakat dan berbagai kekuatan politik yang merasa berkepentingan untuk turut terlibat di dalamnya.
Seorang pakar komunikasi Jurgen Habermas mengatakan bahwa di masyarakat terdapat suatu istilah yang disebut ‘ruang publik’, yakni suatu wilayah yang bebas dari kontrol negara dan modal. Setiap anggota masyarakat dapat saling berinteraksi, belajar, dan berdebat tentang masalah-masalah publik tanpa perlu risau adanya campur tangan penguasa ekonomi dan penguasa politik. Dalam hal ini yang dimaksud adalah media. Namun pada perkembangan yang ada, potensi demokratis itu melenyap ketika negara dan modal (atau kombinasi keduanya) mulai mendominasi atau mengambil alih ruang tersebut. Dari sinilah muncul suatu istilah dalam media yang disebut dengan bisnis media.
Keberadaan suatu media tentu tidak lepas dari pihak-pihak yang menjadi sponsor media. Ketergantungan media akan pihak sponsor yang merupakan pemberi modal mengakibatkan media semakin tidak bisa lepas dari pemenuhan kebutuhan mereka. Karenanya seringkali jurnalis dituntut untuk menghasilkan berita yang bukan hanya saja memberi informasi pada khalayak, namun informasi tersebut juga harus banyak diminati. Jika tidak, dampak yang dirasakan oleh media adalah tidak adanya modal karena tidak ada sponsor. Pada konteks hiburan juga demikian. Contoh sederhananya, artis yang saat itu sedang banyak digandrungi akan lebih dipilih untuk menjadi pemeran suatu sinetron misalnya, meski cerita yang disuguhkan biasa saja.
Bukan hanya itu, keberadaan politisi dan publik figur yang merupakan sumber berita, mengakibatkan tidak jarang dari mereka yang memanipulasi pemberitaan. Meski demikian seorang jurnalis hanya tetap bisa bertugas karena mereka membutuhkan berita. Dampaknya, masyarakat menjadi semakin sulit mendapatkan informasi yang benar, ditambah tidak berlakunya lagi ruang publik tersebut.
Untuk mengembalikan fungsi media massa sabagaimana mestinya, maka media demokratis harus dapat menyingkirkan penguasaan besar-besaran dari kalangan bisnis dan pemasang iklan. Selain itu, pemerintah harus memberikan subsidi pada beberapa bagian dari ruang publik ini. Pemerintah itu sendiri hanya diijinkan terlibat dalam beberapa bidang tertentu yang itu akan menguntungkan pertumbuhan media demokratis. Kemudian negara juga harus membuat serangkaian peraturan yang merangsang pertumbuhan ruang publik yang bersifat non-komersial sekaligus bebas dari campur tangan negara.
Oleh karena itu, tujuan dari pembuatan kebijakan harus dapat menentukan bagaimana cara terbaik yang dapat dilakukan setiap orang/pihak tertentu dalam mengelolah dan menggunakan teknologi yang ada untuk menciptakan sektor yang terdesentralisasi, bersifat non-komersial, dapat dipercaya dan yang terpenting, memberikan pelayanan yang menguntungkan seluruh masyarakat.

1 komentar:

  1. Mbak. Tulisannya bagus. Mungkin saya bisa dikasih tahu referensinya.

    BalasHapus