Selasa, 28 Juni 2011

MEMBUKA AIB ORANG LAIN MENURUT PANDANGAN ISLAM (STUDI KASUS TAYANGAN INFOTAINMENT)

BAB I
PENDAHULUAN

Berbicara mengenai ghibah (gosip), bahasan ini sepertinya memang sudah lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tanpa sadar, seringkali kita juga ikut terbawa menggosip. Dan oleh karena itu, kita beranggapan bahwa gosip adalah masalah kecil, sehingga tidak perlu diributkan apalagi sampai dilarang. Bahkan dengan bergosip acara kumpul-kumpul dengan teman bisa jadi lebih seru. Ditambah media massa dan elektronik saat ini yang juga tidak terlepas dari acara gosip, membuat mereka menjadi semakin yakin bahwa gosip mereka yang termasuk gosip ringan tidak perlu dilarang.
Pemikiran yang seperti itu tentu tidak benar. Karena hal itu sudah pasti bertentangan dengan hukum syari’ah. Oleh karena itu, untuk membangkitkan kesadaran terdalam dan menggugah orang-orang memahami gentingnya perbuatan dosa itu, di sini dibahas tentang arti ghibah yang sebenarnya. Sehingga diharapkan berdampak pada beberapa perubahan positif di masyarakat dalam jangka panjang.

BAB II
PEMBAHASAN TENTANG GHIBAH

  1. Pengertian Ghibah
Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadis Rasulullah Saw. berikut ini:
Abu Hurairah r.a. berkata : Rosulallah SAW bersabda : tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab shahabat : Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi bersabda : menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Ditanya : Bagaimanakah pendapatmu kalau itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi : kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya). (H.R. Muslim)1
Berdasarkan hadis di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan sesuatu tentang diri saudara kita yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah SWT. sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hujurat 12
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa, dan jangnlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing disebagian yang lain. Apakah diantara kamu ada yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sunggguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat:12)
Ghibah adalah sebuah penyakit yang sangat tercela dalam islam. Dalam QS Al-Hujurat: 12, Allah SWT memerintahkan kita untuk tidak bergunjing diantara sesama, karena hal itu serupa dengan memakan bangkai saudara sendiri. Perumpamaan ini menunjukkan betapa menjijikkannya dosa tersebut.
Tukang ghibah melakukan dua pelanggaran: pertama, ia berdosa kepada Allah SWT., dan sudah semestinya ia menunjukkan penyesalan dengan bertaubat. Kedua, ia menzalimi hak saudara seimannya. Jika kabar mengenai pergunjingan sampai kepada pihak yang digunjingkan, sang penyebar gosip harus meminta maaf kepada yang bersangkutan, dan mengungkapkan penyesalan telah mengatakan kabar tak sedap tersebut.
Ghibah adalah membincangkan saudaramu dengan cara tertentu sehingga dia tidak akan senang bila mendengar hal itu. Apapun yang kau bincangkan mengenai cacat fisik, asal-usul silsilah, tingkah laku, akhlak, keyakinan atau bahkan pakaian, rumah atau kendaraannya, semua itu merupakan ghibah.
Berkenaan dengan tubuh seseorang, ghibah dapat berupa umpatan dengan mengatakan bahwa dia botak, pendek, tinggi, hitam, kulit kuning, atau menggambarkan kondisi fisik sehingga yang bersangkutan tidak akan merasa nyaman.
Terkait dengan silsilah keluarga, gunjingan bisa dimulai dengan menyebutkan bahwa ayahnya seorang badui, tukang sampah, tukang sepatu, atau apapun sehingga yang bersangkutan tidak akan senang bila mendengarnya.
Berkenaan dengan tingkah laku dan kebiasaan, misalnya, dengan menyebut bahwa dia tidak sopan, kikir, angkuh, seorang pengecut, si lemah hati, tidak bertanggung jawab, dan sejenisnya.
Berkenaan dengan amal ibadah, gunjingan dapat dikemukakan dengan pernyataan semacam ini: dia pencuri, seorang pembohong, pemabuk, suka curang, seorang penindas, tidak menunaikan shalat atau zakat, ruku’ atau sujudnya tidak sempurna, gegabah dalam urusan membersihkan najis, tidak berbakti kepada orang tua, tidak membayar zakat dengan benar, atau tidak menjaga puasanya dari hal yang cabul, fitnah, dan menggunjingkan orang lain.
Berkaitan dengan perbuatan sehari-hari, gunjingan berbentuk umpatan bisa berupa pernyataan semacan ini: dia tidak bisa bersopan santun, banyak omong, tukang tidur, atau dia duduk ditempat yang tidak seharusnya.
Membicarakan kesalahan orang lain, bahkan bila yang bersangkutan tidak hadir dengan maksud menyelamatkan seseorang dari gangguan orang tersebut, atau mencari bantuan seseorang untuk memperbaiki kesalahan tersebut, atau merekam keluhan seseorang dengan kewenangan yang ada, dan alasan logis yang lainnya untuk mendiskusikan kesalahan-kesalahan semacam itu tidak dikategorikan berghibah.
Sangat penting untuk dicatat bahwa mencari kesalahan orang lain atau berbicara tajam, atau memfitnah orang disebut lumz (yang suka mencela). Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:
Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS Al-Hujurat: 12)
Hal itu berarti bahwa ketika kamu menemukan kesalahan orang lain, mereka akan mencari kesalahan kamu pula dan menemukan kesalahan itu di dalam dirimu. Keindahan ayat Al-Qur’an ini tidak lain mengatakan bahwa mencari-cari kesalahan orang lain adalah seperti menemukan kesalahan dalam diri kita sendiri.2
  1. Bentuk-bentuk Ghibah
    • Ghibah dalam hati
Seseorang tidak boleh menceritakan kesalahan orang lain, juga tidak boleh memikirkan dan menduga-duga walau di dalam hati. Berprasangka buruk menegenai seorang muslim tanpa dasar yang jelas, adalah berghibah dalam hati. Dikatakan berghibah karena seorang muslim tidak boleh berpikir buruk mengenai muslim lainnya, kecuali ia tahu pasti bahwa saudaranya tersebut telah melakukan perbuatan keji yang tidak bisa dimaafkan maupun diberi pembenaran.
    • Ghibah dengan lisan
Ghibah sering dilakukan dengan lisan. Banyak orang entah disengaja ataupun tidak sering kali manusia lupa akan keharaman ghibah sehingga mereka menganggap remeh dan melakukan hal itu setiap hari. Dalam artian bahwa manusia seringkali menggunjing bahkan memperolok-olok saudara mereka dengan omongan meskipun itu benar adanya.
    • Ghibah dengan tulisan
Bentuk lain ghibah adalah tulisan, sebab pena adalah lidah kedua. Hal ini terjadi ketika seseorang lewat tulisannya menceritakan orang lain walaupun ia mengungkapkan kebenaran. Ini termasuk ghibah dan dia disebut mughtab, penggunjing. Dengan bergunjing berarti dia tidak mematuhi Allah SWT. dan dia memakan bangkai saudaranya. Dan jika isi tulisannya dusta belaka, dia menyatukan dua hal, yakni ghibah dan kidzb (bohong).3
  1. Sebab-sebab Terjadinya Ghibah
Ada banyak faktor yang menyebabakan orang melakukan ghibah. Faktor yang paling pertama adalah banyaknya waktu luang atau kosong. Berghibah diwaktu kosong, membuat seseorang lupa segalanya. Padahal jika waktu untuk mengghibah itu kita gunakan untuk mengajari orang lain membaca Al-Qur’an, pasti akan lebih bermanfaat. Karena, dengan hal itu orang lain jadi bisa membaca Al-Qur’an dan kita pun mendapatkan pahala.
Penyebab ghibah yang kedua adalah kesombongan. Kita merasa diri kita lebih tinggi, lebih terhormat, dan lebih baik daripada yang dighibahkan. Kesombongan memang jadi penyebab terjadinya kejahatan lisan atau ghibah. Lebih-lebih kepada orang yang merasa memiliki kekuasaan. Kalau orang yang berkuasa merendahkan orang yang tidak berkuasa, ”misalnya majikan kepada pembantunya” bisa dipastikan sang majikan tidak punya ilmu. Sehingga kita sendiri bisa menilai siapa sebenarnya yang lebih rendah. Yang direndahkan atau yang merendahkan.
Ghibah juga bisa disebabakan oleh faktor ketiga, yaitu memunculkan rasa bangga dengan mencela dan mengghibahkan orang lain. Yang mana rasa bangga itu sendiri muncul karena adanya kesombongan. Sikap sombong membuat orang dengan ringan hati mencela-cela dan merendahkan orang lain. Dan mengghibah pun terasa indah bagi mereka.
Ghibah juga sering disebabkan oleh faktor keempat, yaitu merasa dirinya buruk, akan dicela, dan akan dikritik. Maka, orang-orang yang seperti ini akan berpikir lebih dahulu mengkritik atau mencela ketimbang dicela atau dikritik orang. Tujuannya, tentu saja agar orang tidak melihat keburukannya dan lebih fokus pada keburukan orang yang dikritik.
Penyebab ghibah yang kelima adalah sebagai pelampiasan kesalahan. Bisa juga balas dendam atas kritikan yang pernah dilakukan orang lain terhadapnya.
Selanjutnya ghibah juga bisa disebabkan hal keenam, yaitu ngguyubi kanca atau mengikuti teman. Dengan asyik mereka menambahkan, membetulkan, atau sekedar menyenangkan hati orang yang mengghibah.
Seringkali dalam interaksi dengan orang lain kita harus berada dalam satu perkumpulan tertentu. Bisa karena pesta, hang out, acara arisan, pengajian, jalan wisata bersama, dan lain-lain. Dalam kesempatan seperti itu, pasti kita bertemu banyak orang. Dan demi alasan ngguyubi kanca, mereka pun ikut berghibah.
Hal ini paling sering terjadi di lingkungan perempuan, terutama ibu-ibu. Sehingga, jelas bukan tanpa dasar kalau ada satu hadis yang menjelaskan penghuni neraka lebih banyak terdiri dari perempuan karena kejahatan lisan dan kufur pada suaminya.
Selanjutnya yang menjadi penyebab ghibah adalah hal ketujuh, yaitu lingkungan yang memungkinkan untuk mengghibah. Lingkungan yang jauh dari lingkaran Ketuhanan. Namun, tentu saja dalam hal ini kita tidak bisa hanya bicara tempat, tapi orang-orang yang ada di dalamnya.
Penyebab ghibah yang kedelapan adalah bermaksud untuk bercanda tapi kelewatan dengan mencirikan cacat tubuh atau fisik.
Ghibah juga bisa terjadi karena faktor kesembilan, yaitu mencari perhatian orang lain. Dengan membawa ghibah yang dianggap paling ganas, dia akan mendapatkan perhatian orang lain.
Dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang ajaib dan unik. Kadang-kadang tindakannya pun sangat tidak logis. Saking inginnya mencari perhatian orang, dia selalau datang dengan membawa ghibah yang paling panas. Lalu, semua orang akan memperhatikannya. Sebenarnya, sah-sah saja mencari perhatian orang lain asal caranya baik. Bukan mencari sensasi dengan menyebarkan ghibah atas orang lain.
Selanjutnya, penyebab ghibah yang kesepuluh adalah keinginan memperoleh maksud dan tujuan yang secara culas. Tidak mau berjuang lewat jalan yang benar. Dengan mengghibahkan pihak lain yang lebih jelek dari dirinya, dia berharap dapat mencapai tujuan – mungkin kekuasaan, popularitas, relasi, dan lain-lain.4
  1. Macam-macam Ghibah yang Diperbolehkan
Beberapa situasi memperbolehkan kita untuk memberitahu orang lain berkenaan dengan perbuatan seseorang. Kasus-kasus tersebut oleh para ulama islam tidak digolongkan sebagai ghibah dan orang tidak akan berdosa jika melakukannya.
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara’ yang disebabkan oleh enam hal, yaitu:
  1. Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya.5 Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 148:
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nisa’:148)
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang teraniaya boleh menceritakan keburukan perbuatan orang yang menzaliminya kepada khalayak ramai. Bahkan jika ia menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, seperti seorang pemimpin atau hakim, dengan tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan, maka sudah jelas boleh hukumnya. Tetapi walaupun kita boleh mengghibah orang yang menzalimi kita, pemberian maaf atau menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini ditegaskan pada ayat berikutnya, yaitu surat An-Nisa’ ayat 149:
Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (Q.S. An-Nisa’: 149)
  1. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.6 Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu ini juga merupakan kewajiban manusia untuk beramar ma'ruf nahi munkar. Setiap muslim harus saling bahu membahu menegakkan kebenaran dan meluruskan jalan orang-orang yang menyimpang dari hukum-hukum Allah, hingga nyata garis perbedaan antara yang haq dan yang bathil.
  2. Istifta’ (meminta fatwa)7 akan sesuatu hal. Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kita adukan, tidak lebih.
  3. Memperingatkan kaum muslimin dari berbagai kejahatan, seperti:
  • Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma' ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Hal ini dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan tujuan seperti ini jelas diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadis. Apalagi hadis merupakan sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Al-Qur’an.
  • Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak (untuk masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah tangga) yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. Ini dilakukan untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan terhadap saudara kita, bukan untuk menyakiti salah satu pihak.
  • Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang fasik atau ahli bid'ah dan kita khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya. Maka kita wajib menasehati dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru tersebut dengan tujuan untuk kebaikan semata.
  1. Menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah seperti: minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya. Ketika menceritakan keburukan itu kita tidak boleh menambah-nambahinya dan sepanjang niat kita dalam melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.
  2. Untuk mengenal kepada orang yang memiliki julukan sehingga lebih mudah.8 Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya. Jika ia mempunyai nama lain yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut
Dalam kasus-kasus di atas kita tidak diperbolehkan menyembunyikan perihal yang penting untuk dikatakan. Dan semua bentuk pembicaraan mengenai orang lain semacam itu sah menurut hukum islam.
1 An-Nawawi, Imam Zakariya Yahya bin Syarf, Tarjamah Riadhu al Shalihin (Bandung: Pt al Ma’arif), 404
2 Wasim Ahmad, Gibah sumber Segala Keburukan, (Bandung: Mizania), hal. 12
3 Ibid, hal. 19
4 Wijayanto, Gosip Halal vs Gosip Haram, (Bandung: Pustaka Oasis), hal. 38
5 An-Nawawi, Imam Zakariya Yahya bin Syarf, Tarjamah Riadhu al Shalihin, hal. 409
6 Ibid, 409
7 Ibid, 409
8 Ibid, 409

BAB III
FENOMENA GHIBAH PADA MASA SEKARANG (INFOTAINMENT)

  1. Pengertian Infotainment
Infotainment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-entertainment. Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik”. Kata salah satu Ensiklopedia bebas di Internet.
Tetapi bagaimana sebenarnya masyarakat kita mendefinisikan infoteinment di atas nilai-nilai yang sedang bergeser. Acara televisi ini mendapat perhatian yang tinggi (dibanding acara-acara lain di televisi yang ada di rumah kita) sejalan dengan nilai-nilai yang terus berubah. Secara global tampaknya orang-orang di seputar bola bumi memiliki seperangkat nilai luhur yang sama. Situasinya tampak cerah, dahulu nilai-nilai masyakarat didasarkan pada prinisp agama dan moral turun-temurun. Akan tetapi, keadaannya berubah dengan cepat. Apa yang mendorong perubahan tersebut? Profesor Ronald Inglehart, koordinator sebuah proyek riset yang dinamakan Survei Nilai-Nilai Dunia, mengatakan, “Ada semakin banyak bukti yang mengindikasikan bahwa sedang terjadi berbagai perubahan yang berurat berakar dalam cara pandang dunia.”
Itulah sebabnya untuk meraup keuntungan yang besar bisinis televisi menggunakan segala cara untuk menaikan popularitas acara-acara tertentu tanpa memandang nilai-nilai yang semakin hari kian merosot.


  1. Pandangan Para Tokoh tentang Infotainment
  1. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Na’im Sholeh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan tidak melarang tayangan infotainment yang ada. Walau begitu, MUI tetap mengharamkan tayangan infotainment yang memublikasikan unsur-unsur tertentu, seperti gibah atau gosip.
Bukan berarti boleh. Kita ambil dari sisi asalnya, infotainment itu kan artinya sendiri berita yang diracik dengan konten hiburan. Kalau ada gibah, gibahnya yang dilarang,” ungkapnya. Tayangan infotainment, lanjut Na’im, tidak diperbolehkan jika berdampak pada rusaknya tatanan moral di masyarakat, rusaknya hubungan rumah tangga orang lain, dan berisi tentang masalah pribadi pihak tertentu yang tidak diharapkan untuk diumbar ke ruang publik.
  1. Menteri Agama Suryadharma Ali
Secara pribadi mendukung ketetapan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) bahwa infotainment yang sifatnya gosip, memunculkan kejelekan rumah tangga, kejelekan pribadi, tidak perlu mendapat dukungan.
Saya secara pribadi mendukung apa yang telah ditetapkan Nahdatul Ulama bahwa infotainment yang sifatnya gosip, memunculkan kejelekan rumah tangga, kejelekan pribadi, mengungkap hal-hal yang sangat privat itu tidak perlu mendapat dukungan,”
  1. Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsudin
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Mummadiyah, Din Syamsudin menyatakan dukungan fatwa ghibah terhadap infoteinment yang dikeluarkan PB Nahdatul Ulama. Kendati demikian, ia mengatakan pihaknya merasa tidak perlu mengeluarkan fatwa untuk itu.
Sebetulnya fatwa mengenai itu sudah pernah dikeluarkan MUI. Nah, sekarang itu kan dihidupkan kembali karena adanya kasus Luna Maya lawan infoteinment kemarin. Kita (Muhammadiyah) setuju dan mendukung fatwa itu.”
Infotainment sekarang lebih cenderung mengumbar kepribadian seseorang, masalah kawin cerai, perselingkuhan, hingga beragam kehidupan glamor para celebritis. Tontonan itu yang tidak mendidik” Din Syamsudin berharap jadikan infotainment sebagai sarana pencerdasan, bukan justru tempat mengumbar aib seseorang.
  1. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa hukum haram atau tidaknya tayangan infotainment ditentukan oleh isi atau kontennya.
Infotainment sebagai kerangka program acara dinilai menurut isinya, karena yang bisa dihukumi adalah isi atau kontennya. Kalau isinya gosip, adu domba, mengaduk-aduk ketenteraman keluarga, pasti dilarang agama,” kata Hasyim di Jakarta, Minggu.
Munas Alim Ulama NU di Surabaya pada 2006 juga mengharamkan infotainment yang kontennya berupa gosip, fitnah, dan rumor.
  1. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Shirodj
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Shirodj menegaskan bahwa pihak media infotainment tentunya harus tunduk pada kode etik jurnalistik. ”Prinsipnya abahwa memang ada kebebasan pers, ya. Namun bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya dan tidak bertanggungjawab. Sepanjang mengkomunikasikan hal-hal yang mencerdaskan bangsa, tidak ada masalah,” tegas Said Agil dalam perbincangan dengan Republika di Jakarta, Selasa (29/12).
Namun jika yang ditayangkan sudah mengandung ghibah, apalagi fitnah, itu sudah lain ceritanya. Haram hukumnya.


  1. Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indarparawansa,
Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indarparawansa, menegaskan bahwa PBNU telah mengharamkan infotainment Ghibah beberapa tahun lalu. ”Ada area-area pada tayangan infotainment yang kemudian hukumnya menjadi haram. Yaitu area-area privasi yang kemudian pada akhirnya mennjadi ghibah, rumors bahkan fitnah,”Ini yang kemudian menurut Khofifah dalam Munas Alim Ulama PBNU di Surabaya tahun 2006 lalu memutuskan mengharamkan dan mengeluarkan fatwa haram terhadap tayangan infotainment Ghibah.
  1. Dirjen Bimas Islam Depag, Prof Dr Nasaruddin Umar
Departemen Agama (Depag) memandang perlu adanya pembenahan dan perbaikan terhadap tayangan-tayangan infotainment. Untuk itu Depag meminta agar pihak media memperhatikan aspek edukasi dan hiburan, tidak semata-mata mengejar keuntungan. tayangan infotainment yang bagus dan mengandung unsur edukasi serta informasi yang baik, sudah seharusnya dilanjutkan dan ditingkatkan.
Namun untuk tayangan infotainment yang mengandung gosip, pribadi keluarga, rumah tangga seseorang yang pada akhirnya mengandung ghibah, tentu sangat tidak pantas untuk ditayangkan dan sebagai tontonan publik,”
  1. Pengamat media dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Fajar Junaedi
Kabar infotainmen sering tidak berimbang dan melebih-lebihkan fakta, sehingga narasumbernya dirugikan, . “Infotainmen juga sering memberitakan hal-hal yang sebenarnya tergolong wilayah pribadi. Padahal, acuannya jelas, mana wilayah publik dan mana wilayah privat,”
Ia mengatakan, jika ada sesuatu hal berimplikasi pada wilayah publik dan masyarakat akan rugi ketika tidak mengetahui berita tersebut, maka harus diberitakan. Namun, jika tidak berimplikasi pada kepentingan publik, tidak perlu masuk ke wilayah pribadi seseorang. “Kesalahan fatal infotainmen adalah ketika melakukan proses liputan, pekerja infotainment sering kurang menghargai atau menghormati narasumber,”
  1. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Sasa Djuarsa Sendjaja,
Semua sudah diatur di sana dan jika ada pelanggaran, kami akan memberikan sanksi tegas,” tandas Sasa. “Sejak awal kami tidak pernah melarang tayangan infotainment. Hanya saja tentu ada batas-batasnya. Jelas jika infotainment mengandung ghibah, termasuk sebagai pelanggaran” kata Sasa Djuarsa Sendjaja
  1. Aktor senior yang juga produser film Rano Karno
Aktor senior yang juga produser film Rano Karno menyatakan bahwa siaran infotainment tidak harus dilarang melainkan pewartanya yang perlu dibina sesuai kode etik jurnalistik. “Jangan haramkan infotainment, namun bagaimana mengarahkan mereka ke jalur yang benar,”
Menurut Rano, pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan infotainmet menjadi cambuk bagi para pemburu selebritis untuk intropeksi diri. Hanya saja, lanjut Rano, masyarakat khususnya kaum perempuan dan ibu-ibu membutuhkan informasi juga gosip artis yang disampaikan infortainment.
Dia menjelaskan, diharamkannya infotainment harus dilihat dari segala sisi, penyampaian infotainment tidak selama buruk namun terdapat segi positifnya. Kata Rano, yang menjadi persoalan adalah pewarta infortainment mereka harus dibina sesuai dengan kode etik jurnalistik dan asas moral.
  1. Sekretaris MUI Kota Malang, Muhammad Nidhom Hidayat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang, Jawa Timur, menganggap tayangan infotaiment tidak perlu dilarang, sebab munculnya tayangan tersebut tidak lepas dari selera masyarakat.
Sekretaris MUI Kota Malang, Muhammad Nidhom Hidayat, Minggu, mengatakan, sikap MUI pusat sebenarnya tidak perlu dilakukan, sebab penolakan tersebut justru menunjukkan ketidakdewasaaan dalam bersikap. “Kita tidak bisa melarang tayangan infotainment. Upaya penolakan tayangan infotainment itu justru tidak dewasa,” katanya Nidhom menjelaskan, pembuatan program pemberitaan yang menampilkan kepribadian maupun masalah artis timbul karena banyaknya masyarakat yang menyukainya. “Masyarakat maunya begitu, masak infotainmentnya yang dilarang,” katanya.
Demikian beberapa fatwa dan pendapat beberapa tokoh di Indonesia tentang acara infotainment di televisi yang banyak berkembang dan digemari oleh sebagian masyarakat. Banyak infotainment yang sifatnya ghibah, dan sebagainya sehingga lebih banyak kejelekannya dari pada manfaatnya.
  1. Contoh Tayangan Infotainment Media Elektronik
Begitu banyak tayangan infotainment yang disiarkan di media elektronik terutama televisi. Namun disini hanya akan dibahas perbedaan dari dua contoh infotainment saja.
Kiss
Kiss adalah tayangan infotainment yang ditayangkan program televisi Indosiar. Seperti halnya infotainment yang lain Kiss banyak menayangkan tentang kehidupan pribadi selebritis baik positif maupun negatif.
Silet
Sedang Silet adalah tanyangan infotainment yang ditayangkan program televisi RCTI. Sama halnya dengan Kiss tayangan ini banyak mengupas tentang kehidupan pribadi selebritis baik positif maupun negative secara mendalam. Mulai dari keseharian, asmara, hingga masalah kepribadian dari selebritis. Bukan hanya itu, Silet juga menampilkan fenomena-fenomena yang dianggap tabu oleh masyarakat seperti meletusnya gunung merapi dan lain sebagainya, kemudian meminta selebritis untuk menanggapi fenomena tersebut. Namun melihat dari riset yang membuktikan yang lebih sering ditayangkan ialah tentang kehidupan pribadi selebritis.
Perbedaan Kiss dan Silet
Telah dijelaskan bahwasanya untuk tanyangan Kiss hanya merujuk pada kehidupan pribadi selebritis saja. Sedang Silet selain menayangkan tentang kehidupan pribadi selebritis juga merujuk pada hal-hal yang bersifat mistis. Segi perbedaan dari keduanya hanya sebatas pada apa yang ditayangkan saja. Dan jika ditanya infotainment mana yang merujuk pada ghibah, tentu kedua-duanya merujuk pada ghibah. Dari Kiss, yang sudah sangat jelas menayangkan tentang kehidupan pribadi selebritis. Kemudian Silet, meski tidak semua tayangannya tentang kehidupan pribadi selebritis namun yang lebih sering ditayangkan adalah kehidupan pribadi selebritis tersebut. Terlebih lagi dalam tayangnnya selalu dibahas secara mendalam namun hanya issue yang dihasilkan bukan penyelesaian yang sebenarnya. Sehingga yang lebih merujuk pada ghibah adalah Silet.
  1. Hukum menonton dan mendengar acara infotainment yang bernuansa ghibah menurut Islam
Sebelum bicara masalah hukum menonton  dan mendengar acara infotainment, harus diketahui dulu hukum dari infotainment itu sendiri. Hukum infotainment tergantung kepada konten atau isinya, jika berisi sesuatu yang bermanfaat dan mengandung nilai-nilai pendidikan, serta pengalaman-pengalaman yang berharga, tentunya boleh dan dianjurkan. Tetapi sebaliknya jika isinya hanya mengungkap keburukan-keburukan seseorang yang belum tentu benar adanya, maka hukumnya haram.
  1. Periwtiwa yang terjadi dizaman Rasulullah yang berkaitan dengan ghibah dan tindakan Beliau
Ghibah yang terjadi pada zaman Rasulullah saw sangat beragam, tetapi peristiwa ghibah yang besar sekaligus menjadi fitnah yang sangat dahsyat pada zaman Rasulullah saw adalah Haditsat al Ifki (peristiwa kedustaan) yang disebarkan oleh orang-orang munafik yang menuduh Aisyah ra berselingkuh dengan salah seorang sahabat yang bernama Shofwan bin Mu’athol. Mendengar fitnah tersebut Rasulullah saw mengklarifikasikan masalah tersebut dan turunlah jawaban dari Allah swt yang menyangkal fitnah tersebut dengan menurunkan 16 ayat yang tersebut di dalam QS An Nur: 11-26. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya isu bohong yang disebarkan ditengah masyarakat tanpa adanya tabayun terlebih dahulu. Ayat di atas sekaligus sebagai teguran untuk mass media yang suka mengumbar isu.
  1. Wartawan infotainment yang tetap tetap menanyakan kebenaran (tabayyun) suatu ghibah kepada pihak yang bersangkutan
Selama kejelekan yang disebarkan itu tidak ada kepentingan kecuali hanya untuk mendulang dollar, maka hukumnya tetap haram, walaupun kadang yang disebarkan itu adalah benar. Kemudian apa tujuan disebarkannya kejelekan tesebut kepada masyarakat umum?  Kita harus memperhatikan teguran keras dari Allah kepada orang-orang yang menyukai perbuatan-perbuatan jelek  agar tersebar di kalangan masyarakat, sebagaimana yang terdapat di dalam surat An-Nur: 19
Sesungguhnya orang-orang  menyukai berita perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih  di dunia dan di akherat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui“
  1. Adanya ghibah yang bisa mendokrak popularitas yang bersangkutan
Mencari popularitas dengan sarana yang diharamkan adalah tidak boleh. Tindakan semacam ini menjadi sebuah trend di masyarakat karena merebaknya paham kapitalis dan materialistis, yang mengukur segala sesuatu dengan harta dan popularitas. Sang artis mengerjar popularitas dan sang produsen mengejar keuntungan materi, sedang para penonton mendukungnya, jadilah sebuah kerjasama di dalam melestarikan tindakan kejahatan dan perbuatan dosa. Dan ini sangat dilarang di dalam Islam. Allah berfirman:
Dan janganlah kalian bekerjasama terhadap perbuatan dosa dan pelanggaran“. (QS Al-Maidah: 2)
  1. Akibat ghibah bagi pelaku, pendengar, dan masyarakat
Pelaku ghibah sebagaimana yang disebutkan di dalam QS Al-Hujurat: 12, seperti orang yang memakan bangkai saudaranya, tentunya yang mendengar dan menyetujuinya sama dosanya dengan orang yang melakukannya. Dan jika ghibah sudah menyebar, bahkan  menjadi trend dimasyarakat, maka kehidupan mereka tidak akan tenang, karena satu dengan yang lainya sudah saling mencurigai dan membicarakan kejelekannya masing-masing. Hubungan antara anggota masyarakat tentunya terganggu dan pada akhirnya terjadi tindakan anarkis, keji, biadab dimana-mana, kemudian hancurlah masyarakat tersebut.
  1. Hukum rezeki yang diperoleh dari berghibah
Kalau kita katakan dalam infotainment ghibah adalah haram, maka mendapatkan rizki dengan cara menyiarkan infotainment ghibah tersebut adalah haram juga. Sebagaimana sebuah toko yang menjual khomr atau minuman keras, maka bekerja sebagai pelayan di dalam toko tersebut hukumnya haram juga. Maka kita berharap agar para pekerja di infotainment ghibah untuk keluar dari pekerjaan tersebut dan pindah ke tempat lain yang halal.

BAB IV
KESIMPULAN

Seperti yang telah dijelaskan oleh hadis Nabi bahwasanya ghibah ialah menceritakan sesuatu tentang diri saudara kita yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain.
Bentuk ghibah sendiri bermacam-macam mulai dari hati, lisan, dan tulisan dengan faktor penyebabnya yang telah dijelaskan diatas. Ghibah memang perbuatan tercela, namun ada juga ghibah yang diperbolehkan dalam agama.
Fenomena ghibah yang sering dijumpai sekarang ini ialah Infotainment. Yaitu acara televisi yang banyak menayangkan kehidupan selebritis tentu dengan ciri penyampaiannya yang berbeda-beda. Yang mana dari sekian banyak infotainment tersebut memang semua merujuk pada ghibah. Tapi tidak semua pemberitaannya dibahas secara mendalam. Namun, meski dibahas secara mendalam hanya issue-issue saja yang dihasilkan bukan penyelesaian yang sebenarnya.

BAB IV
SARAN

  1. Tindakan umat Islam dalam menyikapi maraknya acara ghibah/infotainment dan media yang menayangkannya
Umat Islam harus bersikap kritis terhadap mass media, dengan cara melayangkan surat somasi, kemudian memboikotnya. Sebagaimana diketahui, bahwa umat Islam adalah penduduk terbesar di Negara ini, jika mereka serempak untuk tidak melihat tayangan–tayangan seperti ini tentunya tayangan tersebut dengan sendirinya akan berhenti sendiri.
  1. Upaya yang harus dilakukan umat Islam untuk meminimalisir tayangan-tayangan ghibah
Usaha yang harus dilakukan umat Islam adalah sebagai berikut:
  1. Pemerintah dalam hal ini Mentri Komunikasi dan Informatika mestinya bertindak tegas terhadap tayangan-tayangan yang merusak akhlaq bangsa.
  2. Para ulama dan tokoh masyarakat harus menyadarkan kepada para produsen bahwa tayangan-tangan seperti itu tidak layak disebarluaskan karena tidak mendidik masyarakat, dan meninggalkan efek negatif bagi kehidupan berbangsa.
  3. Masyarakat hendaknya tidak mendukung tayangan-tangan seperti ini dengan terus-menerus menontonnya. Karena kalau kita perhatikan, ternyata maraknya tayangan-tanyangan seperti itu tidak lepas dari dukungan masyarakat, seandainya masyarakat tidak menontonnya, maka ratingnya akan turun dan tayangan tersebut akan gulung tikar dengan sendirinya.
Selain itu juga kita dianjurkan mengikuti apa yang perintahkan Rasulullah SAW, beliau meminta dan memohon kepada Allah SWT:
Ya Rabb, tolonglah aku dan janganlah memberi pertolongan kepada mereka yang menentangku; berikan kepadaku kemenangan, dan janganlah menjauhkan kemenangan dariku; berikan dukungan-Mu kepadaku dan jauhkanlah tipu daya dariku; tuntunlah aku, dan mudahkanlah petunjuk bagiku; tolonglah aku atas mereka yang berbuat zalim terhadapku. Ya Allah jadikanlah aku hamba yang bersyukur terhadap-Mu, senantiasa mengingat-Mu, takut terhadap-Mu, patuh dalam mentaati-Mu, merendahkan diri terhadap-Mu, atau kembali dalam ketaatan kepada-Mu. Ya Rabb, terimalah tobatku, bersihkanlah dosaku, jawablah seruanku, teguhkanlah hujjahku (kebenaran), tuntunlah kalbuku, jagalah lisanku agar senantiasa lurus, dan lenyapkanlah kedengkian dari kalbuku.” (Sunan Abi Dawud)
Apabila orang tersebut tidak mengetahui bahwa ia telah digunjingkan, sang penggunjing tidak perlu memberi tahu, tapi dia harus segera memohon ampunan Allah SWT.
Mujahid berkata:
Pertobatan atas memakan bangkai saudaramu adalah engkau memuji dan mendoakan kebaikan atasnya. Demikian pula jika yang kau gunjingkan telah meninggal.”
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Tidak lurus keimanan seorang hamba hingga kalbunya lurus, dan tidaklah lurus kalbunya hingga lisannya lurus. Dan seseorang tidak akan masuk surga bila tetangganya tidak merasa aman dari berbagai kejahatannya.”
Hadis ini memperlihatkan bahwa Rasulullah SAW. menetapkan penyucian keimanan bergantung pada penyucian kalbu dan penyucian lisan.
Seorang manusia melalui perbuatan dan kata-katanya, menaburkan benih-benih kebaikan dan kejahatan. Pada hari kebangkitan, manusia memanen buah-buahan. Mereka yang menanam bibit perbuatan buruk dan kata-kata keji hanya mendapatkan penyesalan dan penyesalan yang teramat dalam.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi, Imam Zakariya Yahya bin Syarf. Tarjamah Riadhus Shalihin. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1987.
Ahmad, Wasim. Ghibah sumber segala keburukan. Bandung: Mizania, 2010.
Wijayanto. Gosip halal vs gosip haram. Bandung: Pustaka Oasis, 2010.
Qardawi, Yusuf. Halal dan haram dalam Al-Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu, 2003
Nawawi, Muhammad. Nasihat bagi hamba Allah. Surabaya: Al-Hidayah, 1416 AH.
http://www.scribd.com/doc/3671308/GHIBAH-dan-bersikap-Wara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar