Selasa, 28 Juni 2011

Mengembangkan Kebudayaan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia.
Kebudayaan Indonesia yang telah berkembang sepanjang sejarah bangsa merupakan salah satu modal dasar pemba­-ngunan nasional. Dasar kebijaksanaan tersebut juga dilandasi oleh Wawasan Nusantara yang mencakup antara lain perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Indonesia pada hakekatnya adalah satu, se­dangkan corak ragam kebudayaan yang ada menggambarkan kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa.
Pembinaan kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma­norma Pancasila. Di samping itu harus dicegah timbulnya nilai­nilai sosial budaya yang bersifat feodal dan untuk menanggu­langi pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Di lain pihak cukup memberikan kemannpuan masyarakat untuk menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan, selama tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Langkah dalam Mengembangkan Kebudayaan Nasional
Tujuan pokok pengembangan kebudayaan nasional adalah memperkuat identitas nasional, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional. Khususnya pengembangan kesenian na­sional perlu dilanjutkan dan terus diperkaya oleh generasi muda dewasa ini dan oleh generasi-generasi kemudian dengan hasil karya dan ciptaan baru.
Maka dengan demikian, langkah pelaksanaan pengembangan kebudayaan nasional disusun dalam empat golongan usaha yang nyata, yaitu:
  1. Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan seja­rah kebudayaan dan kebudayaan daerah
  2. Pengembangan dan pendidikan kesenian serta kebudayaan Indonesia
  3. Pengembangan bahasa dan kesusastraan
  4. Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan
  1. Penyelamatan dan Pemeliharaan Warisan Sejarah Kebudayaan
Tujuan pertama-tama dari usaha ini ialah untuk menyela­matkan warisan sejarah, khususnya peninggalan zaman purba diberbagai daerah agar terhindar dari kemusnahan. Warisan sejarah kebudayaan yang termasuk seni rupa, benda kesenian maupun alat perlengkapan rumah tangga, dan alat perhiasan lainnya juga diusahakan agar tidak lenyap ataupun musnah. Tujuan selanjutnya yang tidak kurang pentingnya ialah untuk memelihara peninggalan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Langkah konkrit yang akan dilakukan untuk menyelamatkan, memelihara dan mengembangkan warisan budaya terdiri atas:
  1. Inventarisasi peninggalan purbakala
Inventarisasi peninggalan purbakala akan ditingkatkan, mengingat benda atau monumen yang tersebar diberbagai dae­rah Indonesia mungkin banyak yang sudah tidak ditempatnya lagi.
Di samping itu temuan baru juga akan dimasukkan dalam inventarisasi untuk melengkapi dokumentasi sejarah kebudayaan dengan keterang­an tentang keadaan dan lokasi penemuan tadi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan perencanaan penggalian selan­jutnya.
  1. Penelitian dan penggalian peninggalan purbakala
Penelitian terhadap kebudayaan purbakala akan memperkaya perkembangan ilmu arkeologi Indonesia khususnya dan ilmu arkeologi pada umumnya. Hasil penelitian tersebut dapat me­nambah saling pengertian antarbangsa mengingat padanya terdapat aspek humanitas, hubungan kebudayaan, dan lain-lain. Data-data yang ditemukan sebagai hasil penelitian dan peng­galian akan menyebabkan bahwa sejarah kebudayaan bangsa kita di masa silam akan lebih terang rangkaiannya dalam hubungan sejarah daerah maupun nasional. Hasil penelitian dan penggalian itu dapat diumumkan melalui berbagai media karangan dimajalah, buku, seminar daerah, nasional dan internasional, sehingga dapat menambah kesadaran berbu­daya yang tinggi.
  1. Pembinaan dan pemeliharaan peninggalan purbakala
Pembinaan dan pemeliharaan peninggalan purbakala akan ditingkatkan selain untuk tetap mempertahankan keutuhan bukti warisan sejarah kebudayaan bangsa juga untuk mencegah kemusnahannya.
  1. Pemugaran Candi Borobudur dan candi lainnya
Sebagai usaha penyelamatan warisan sejarah kebudayaan nasional yang sudah sangat mendesak urgensinya ialah pemu­garan Candi Borobudur dan beberapa candi lainnya. Perhatian dan bantuan dunia internasional terhadap usaha yang sangat penting artinya bagi kebudayaan umat manusia ini akan diman­faatkan sebaik-baiknya. Dalam pada itu, kesadaran dan ke­banggaan nasional bangsa Indonesia sendiri dalam menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan secara bertahap pemu­garan warisan kebudayaan nasional ini, tetap menjadi modal utama dalam segala usaha penyelamatan peninggalan purba­kala.
Usaha pemugaran candi ataupun peninggalan lainnya dilaku­kan dengan tidak merobah bentuk dan suasana keasliannya serta tanpa mengurangi nilai-nilai estetika yang murni.
  1. Penelitian dan penataan kebudayaan daerah
Penelitian kebudayaan daerah diseluruh Indonesia, baik oleh universitas maupun oleh lembaga penelitian ditingkat nasional maupun daerah khususnya yang dapat menghasilkan buku etno­grafi harus dipergiat. Penelitian itu bertujuan mengumpulkan data mengenai keadaan penduduk, teknik pertanian, sistem so­sial, organisasi masyarakat, hukum adat, sistem religi, kesenian, dan folklore di daerah.
  1. Pengumpulan benda purbakala dan benda kebudayaan daerah
Benda hasil penggalian kebudayaan purbakala dan benda ke­budayaan yang dikumpudkan sebagai hasil penelitian kebuda­yaan daerah harus disimpan dalam museum di pusat maupun di daerah. Peningkatan dan perluasan museum ini akan diusahakan secara terarah sehingga dapat menumbuhkan peng­hargaan masyarakat luas terhadap sejarah dan karya kebu­dayaan nasional.
  1. Penyebaran pengetahuan tentang kebudayaan warisan sejarah dan kebudayaan daerah
Usaha penyebaran pengetahuan tentang kebudayaan warisan sejarah dan kebudayaan daerah akan dilakukan dikalangan masyarakat luas dan khususnya dikalangan generasi muda. Penyebaran pengetahuan tentang kebudayaan warisan sejarah itu akan dilakukan dengan cara menerbitkan buku sejarah ke­budayaan, dan buku-buku kesenian dengan foto dan gambar yang indah, dalam bahasa Indonesia dan dengan menyediakan­nya untuk umum dalam meseum dan pusat kebudayaan, rekaman seni suara rakyat, film kebudayaan, dan,lain sebagainya. Sedangkan cara menyebarkan pengetahuan tentang kebudayaan daerah adalah dengan menganjurkan para pengarang roman, pengarang buku anak-anak, dan pengarang buku pelajaran, un­tuk memakai buku etnografi tentang aneka warna kebudayaan suku bangsa di Indonesia itu sebagai sumber buku untuk menulis cerita atau bahan pelajaran mengenai kehidupan kebudayaan daerah tersebut. Dengan demikian dapat ditumbuhkan pengertian dikalangan masyarakat umum, anak, remaja, mau­pun orang dewasa, tentang kebudayaan warisan nenek moyang kita maupun kebudayaan suku bangsa di daerah.
  1. Pendidikan dan Pengembangan Kesenian
Tujuan pokok dari pelaksanaan pendidikan dan pengembang­an kesenian adalah untuk mendidik dan membentuk seniman dan pengarang yang memiliki daya cipta dan kreatifitas yang tinggi. Kecuali itu diusahakan juga untuk mempertinggi daya apresiasi kesenian diantara khalayak ramai. Usaha pendidikan dan pengembangan kesenian itu meliputi:
  1. Pengembangan pusat pembinaan pendidikan kesenian, baik tradisionil maupun kontemporer, diberbagai akademi ke­senian dan pusat pendidikan kesenian lainnya. Dalam rangka usaha ini termasuk pula penunjangnya seperti penelitian dan penerbitan buku pelajaran kesenian, pengembangan alat pendidikan kesenian, peningkatan penelitian dan penyempurnaan kurikulum dan penataran guru kesenian dan tenaga pembina kebudayaan
  2. Pengembangan dan pembentukan pusat kebudayaan di propinsi guna memelihara dan mengembangkan berbagai bentuk kesenian tradisionil maupun kontemporer, termasuk kesenian rakyat, sehingga memberikan kesempatan untuk menumbuh­kan dan membina apresiasi masyarakat dalam kehidupan seni
  3. Pengembangan loka karya seni, yang berfungsi sebagai perangsang daya apresiasi serta daya kreativitas dan inovasi untuk pengembangan kesenian tradisional maupun sebagai wa­dah eksperimentasi dalam seleksi dan adaptasi unsur kebudayaan asing. Dalam usaha ini termasuk pemeliharaan dan pengembangan kesenian daerah di daerah yang bersangkutan untuk kemudian sebagian dapat dipilih dan disebarkan secara nasional.
  4. Menciptakan suatu sistem penghargaan yang merangsang penciptaan baru dalam kesenian, termasuk karya kesusastra­an dalam bahasa nasional dan daerah, dengan memberikan hadiah berkala, pengiriman seniman kelain daerah atau ke luar negeri, mengadakan pertemuan berkala antara para seniman dan budayawan.
  1. Pengembangan Bahasa dan Kesusastraan
Pernbinaan dan pengembangan bahasa dan kesusastraan In­donesia dan daerah pada dasarnya ditujukan kearah tercapai­nya suatu kemampuan untuk mempergunakan bahasa Indonesia yang sebaik mungkin dikalangan masyarakat luas sebagai sarana komunikasi nasional antarmanusia Indonesia.
  1. Penyusunan buku pedoman dan buku sumber, termasuk buku pedoman pembentukan istilah (pembakuan tata istilah), penyusunan berbagai kamus baku, kamus bahasa daerah-Indonesia, dan kamus filologi, sebagai sumber penelitian
  2. Pengadaan sarana perangsang dan penunjang pengem­bangan keahlian, yang meliputi pengadaan beasiswa untuk calon tenaga ahli bahasa Indonesia, ahli bahasa daerah dan ahli kesusastraan untuk menimbulkan kegairahan terhadap bahasa nasional dikalangan pelajar dan mahasiswa
  3. Penyelamatan buku naskah berharga, dalam arti buku dan naskah klasik maupun yang hampir musnah untuk bahan penelitian di Indonesia, dengan jalan pembelian, pembuatan mikrofilm, dan lain-lain. Termasuk pula dalam usaha ini, pe­nerbitan kembali dan penulisan dalam huruf Latin serta penterjemahan naskah kuno kedalam bahasa Indonesia, dengan mak­sud memperluas ataupun mempermudah pembacaannya oleh generasi muda
  4. Penterjemahan karya kesusastraan daerah yang klasik dan modern, dan kesusastraan dunia ke dalam bahasa Indonesia sehingga memberikan wawasan yang luas kesadaran hidup berbangsa
  1. Pengembangan Perbukuan dan Majalah Pengetahuan
Tujuan pokok dari usaha pengembangan perbukuan dan ma­jalah pengetahuan ialah untuk merangsang minat dan kebiasaan membaca dikalangan masyarakat luas, antara lain melalui pe­nunjangan sarananya yang diperlukan. Untuk itu akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:
  1. Merangsang usaha penulisan buku bacaan anak-anak yang bermutu dan yang mengandung tema yang dapat mengembangkan nilai-nilai baru yang berorientasi kepada pembangunan serta tema yang memperkuat kepribadian bangsa, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional
  2. Pembentukan Pusat Perpustakaan Nasional, yang antara lain menyimpan segala macam buku dan penerbitan dari seluruh Indonesia
  3. Pengembangan minat dan kebiasaan membaca dalam ma­syarakat luas dan di antara anak-anak remaja serta orang de-wasa, antara lain dengan pembentukan perpustakaan umum dan sekolah

Sementara itu akan diambil langkah untuk menyebar luaskan ilmu pengetahuan kepada masyarakat serta meningkatkan per­kembangan ilmu pengetahuan menurut bidang keahliannya s­ecara berencana. Sasaran khusus yang hendak dicapai ialah:
  1. Merangsang dan melindungi hasil karya dalam lapangan ilmu pengetahuan, kesenian, kesusastraan dan sejarah nasio­nal, antara lain dengan perlindungan hak cipta serta memberi hadiah-hadiah berkala kepada sarjana-sarjana yang menghasil­-kan penemuan-penemuan baru, kepada pengarang karya ilmiah yang bermutu, dan lain-lain
  2. Pelayanan ringkasan dan terjemahan hasil ilmu penge­tahuan, untuk para cendekiawan dari berbagai bidang pendidikan dan keahlian yang pada dasarnya perlu mendapatkan perangsang atas daya kreasinya.
  3. Merangsang iklim yang sehat untuk kehidupan penerbitan buku, baik yang langsung dipergunakan di sekolah maupun buku penunjang, ataupun bacaan umum yang baik, antara lain dengan menyusun langkah yang bersifat mendorong dan membina serta pengaturan yang serasi dari berbagai jenis kegiatan usaha da­lam soal perbukuan, seperti penyusunan naskah, penerbitan, percetakan, dan penyebaran serta peningkatan kegemaran membaca
  4. Mendorong dan membantu penerbitan buku dan majalah ilmu pengetahuan untuk pembangunan, yang bercorak ilmiah populer dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam dan teknologi, ke­masyarakatan, sejarah nasional, keagamaan, kesusastraan, dan kesenian
  5. Mendorong dan membantu penerbitan buku dan majalah ilmu pengetahuan, yang memberikan kesempatan yang lebih leluasa kepada para ilmiawan dan para ahli dari berbagai bidang untuk memperkembangkan diri secara profesional, termasuk komunikasi secara teratur dengan teman sejawat mereka di dunia internasional.
  1. Usaha-Usaha yang Telah Terwujud dalam Membangun Kebudayaan Nasional
Usaha pembangunan telah pula berwujud dalam berbagai kegiatan kesenian oleh masyarakat sendiri seperti pementasan seni drama, seni pedalangan, seni tari, dan seni musik, pameran seni rupa, dan produksi film nasional. Namun kegiatan tersebut perlu diperbaiki mutunya. Karena kegiatan organisasi kesenian di dalam warga masyarakat ini justru merupakan modal utama dalam perkembangan kehidupan kebudayaan bangsa.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk lebih merangsang ke­giatan kebudayaan dalam masyarakat sendiri, antara lain dengan mendirikan berbagai pusat kesenian dan kebudayaan di Denpasar, Surakarta, Yogyakarta, Ujung Pandang, Pontianak dan Medan, dan dengan merehabilitasi konservatori. Pusat ini merupakan wadah bagi berbagai kegiatan kesenian dalam rang­ka pengembangan kebudayaan nasional.
Dibidang permuseuman telah dilakukan rehabilitasi Museum Pusat dan Museum Bali. Demikian pula telah dibantu pertum­buhan berbagai museum, antara lain museum batik di Peka­longan dan museum sekolah di Tegal (Slawi). Demikian pula telah dibuka kembali museum Jawa Timur di Surabaya dan dipersiapkan rehabilitasi museum di Medan, Ujung Pandang dan Pontianak. Namun demikian masih banyak sekali museum di daerah lain yang keadaannya memerlukan perhatian untuk direhabilitasi.
Dibidang arkeologi telah dipersiapkan pelaksanaan pemugaran Candi Borobudur. Pelaksanaan pemugaran sudah dapat dimulai pada bulan Agustus 1973. Hal ini merupakan usaha nasional yang besar.
Survey dan penggalian benda purbakala telah pula dilakukan di berbagai tempat. Suatu masalah besar di bidang ini adalah tidak terawatnya, hilangnya atau diselundupkannya ke luar negeri berba.gai benda purbakala yang amat berharga.
Dibidang bahasa, melalui suatu proses persiapan yang cukup panjang telah diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurna­kan sejak 17 Agustus 1972. Ejaan ini terus dibina dan dikembangkan, dan juga telah diselenggarakan loka karya ejaan untuk bahasa Bali, Sunda, dan Jawa.
Pengadaan buku bacaan telah pula dilakukan. Namun demikian masih dirasakan sekali kebutuhan akan adanya penerbitan buku ilmiah dan seni, kesusastraan, roman, fiksi, detektif, dan lain sebagainya, yang bersifat Indo­nesia dan yang bermutu. Bersamaan itu masih perlu juga dikembangkan kegemaran dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat, baik di antara anak, remaja, maupun orang dewasa.

BAB III
KESIMPULAN

  1. Langkah dalam Mengembangkan Kebudayaan Nasional
  1. Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan seja­rah kebudayaan dan kebudayaan daerah
  1. Inventarisasi peninggalan purbakala
  1. Penelitian dan penggalian peninggalan purbakala
  2. Pembinaan dan pemeliharaan peninggalan purbakala
  1. Pemugaran Candi Borobudur dan candi lainnya
  2. Penelitian dan penataan kebudayaan daerah
  1. Pengumpulan benda purbakala dan bends kebudayaan daerah
  2. Penyebaran pengetahuan tentang kebudayaan warisan sejarah dan kebudayaan daerah
  1. Pengembangan dan pendidikan kesenian serta kebudayaan Indonesia
  1. Pengembangan pusat pembinaan pendidikan kesenian, baik tradisionil maupun kontemporer, di berbagai akademi ke­senian dan pusat pendidikan kesenian lainnya
  2. Pengembangan dan pembentukan pusat kebudayaan di propinsi
  3. Pengembangan loka karya seni
  4. Menciptakan suatu sistem penghargaan yang merangsang penciptaan baru dalam kesenian
  1. Pengembangan bahasa dan kesusastraan
  1. Penyusunan buku pedoman dan buku sumber
  2. Pengadaan sarana perangsang dan penunjang pengem­bangan keahlian
  3. Penyelamatan buku naskah berharga
  4. Penterjemahan karya kesusastraan daerah yang klasik dan modern, dan kesusastraan dunia ke dalam bahasa Indonesia
  1. Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan
Dilakukan kegiatan sebagai berikut:
  1. Merangsang usaha penulisan buku bacaan anak-anak yang bermutu
  2. Pembentukan Pusat Perpustakaan Nasional
  3. Pengembangan minat dan kebiasaan membaca dalam ma­syarakat luas
Sementara itu akan diambil langkah untuk menyebar luaskan ilmu pengetahuan kepada masyarakat serta meningkatkan per­kembangan ilmu pengetahuan menurut bidang keahliannya s­ecara berencana. Sasaran khusus yang hendak dicapai ialah:
  1. Merangsang dan melindungi hasil karya dalam lapangan ilmu pengetahuan, kesenian, kesusastraan dan sejarah nasio­nal
  2. Pelayanan ringkasan dan terjemahan hasil ilmu penge­tahuan
  3. Merangsang iklim yang sehat untuk kehidupan penerbitan buku
  4. Mendorong dan membantu penerbitan buku dan majalah ilmu pengetahuan untuk pembangunan
  5. Mendorong dan membantu penerbitan buku dan majalah ilmu pengetahuan
  1. Usaha-Usaha yang Telah Terwujud dalam Membangun Kebudayaan Nasional
  • Bidang kesenian, pementasan seni drama, seni pedalangan, seni tari, seni musik, pameran seni rupa, dan produksi film nasional
  • Bidang permuseuman, telah dilakukan rehabilitasi Museum Pusat dan Museum Bali, dan beberapa museum yang lain
  • Bidang Arkeologi, telah dipersiapkan pelaksanaan pemugaran Candi Borobudur
  • Bidang Bahasa, telah diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan sejak 17 Agustus 1972

DAFTAR PUSTAKA

http://makalahjurnal.com/kebudayaan-nasional.pdf.doc.htm
http://gurumuda.com/bse/kebudayaan-nasional-indonesia

MODEL-MODEL KOMUNIKASI

 Model S – R
Model stimulus – respons (S – R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus – respons.
Model S – R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat non verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Proses ini dapat bersifat timbal-balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi (communication act) berikutnya.
Contoh yang berlangsung positif, ketika seseorang yang Anda kagumi atau menarik perhatian Anda tersenyum kepada Anda ketika berpapasan dijalan, boleh jadi Anda akan membalas senyumannya, karena Anda merasa senang.
Namun pola S – R ini dapat pula berlangsung negatif, misalnya orang pertama menatap orang kedua dengan tajam, dan orang kedua balik menatap, dan membentak, “apa liat-liat? nantang ya?”.
Model S –R mengabaikan komunikasi sebagai satiu proses, khususnya yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S – R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis; manusia dianggap berpilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), berdasarkan kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada sistem pengendalian suhu udara alih-alih pada perilaku manusia.
Model Aristoteles
Adalah model komunikasi paling klasik, yang sering juga disebut model retoris (rhetorical model) menurutnya komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Tepatnya, mereka mengemukakan tiga unsur dasar komunikasi, yaitu pembicara (speaker), pesan (massage), dan pendengar (listener).
Fokus komunikasi yang ditelaah Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang kini lebih dikenal dengan komunikasi publik (public speaking) atau pidato.
Namun seperti model S – R, model komunikasi Aristoteles jelas sangat sederhana, malah terlalu sederhana dari prespektif sekarang, karena tidak memuat unsur-unsur lainnya yang dikenal dalam model komunikasi, seperti saluran, umpan balik, efek, dan kendala atau ganguan komunikasi.
Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi diangap fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khlayak, dan khalayak mendengarkan. Disamping itu, model ini juga berfokus pada komunikasi yang bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya.
Model Lasswell
Mosel komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yakni :
Who
Says What
In Which Chanel
To Whom
With What Effect?
Model ini dikemukakan Harold Lasswell tahun 1948. Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu: pertama, pengawasan lingkungan – mengingatkan anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan; kedua, kolerasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan; dan ketiga, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran yang dapat membawa pesan. Unsur sumber (who) merangsan pertanyaan mengenai pengadilan pesan (misalnya oleh “penjaga gerbang”), sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (In Which Chanel) dikaji dalam analisis media. Unsur penerima (to whom) dikaitkan dengan analisis khalayak, sementara unsur pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang ditimbulkan oleh komunikasi massa pada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.
Model Lasswell dikritik karena model itu tampaknya mengisyaratkan kehadiran komunikator dan pesan yang bertujuan. Model itu juga dianggap terlalu menyederhankan masalah. Tetapi, seperti setiap model yang baik, model Lasswell memfokuskan perhatian pada aspek-aspek penting komunikasi.
Model Shannon dan Weaver
Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical Theory of Communication. Modelnya sering disebut model matematis atau model teori informasi, karena model ini pengaruhnya paling kuat daripada model dan teori komunikasi lainnya.
Model komunikasi mereka seperti berikut ini:
Model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk dikonsumsikan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi ini adalah otak, transmitternya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal (kata-kata terucapkan), yang ditransmisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi sebaliknya yang dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran (destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan pesan itu.
Suatu konsep penting dalam model Shannon dan Weaver ini adalah ganguan (noise), yakni semua rangsangan tambahan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Gangguan ini bisa merupakan interferensi statis atau suatu panggilan telepon, musik yang hingar bingar disebuah pesta, atau sirine di luar rumah. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima.
Model Shannon dan Weaver dapat diterapkan kepada konteks-konteks komunikasi lainnya seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi publik atau komunikasi massa. Sayangnya model ini juga memberikan gambaran yang parsial mengenai proses komunikasi. Lagi, komunikasi dipandang sebagai fenomena statis dan satu-arah. Juga tidak ada konsep umpan balik atau transaksi yang terjadi dalam penyandian dan penyandian-balik dalam model tersebut.
Model Schramm
Wilbur Schramm membuat serangkaian model komunikasi, dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang lebih rumit yang menghitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga kemodel komunikasi yang dianggap interaksi dua individu. Model pertama mirip model Shannon dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Model ketiga Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi-balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal. Disini kita melihat umpan balik dan lingkaran berkelanjutan untuk berbagi informasi.
Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber (source, pesan (message), dan sasaran (destination).
Menurt Schramm, seperti ditunjukkan model ketiganya, jelas bahwa setiap orang dalam komunikasi adalah sekaligus sebagai encoder dan decoder. Kita secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut, dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya. Misalnya begitu Anda mendengar teriakan “Api,” Anda mungkin akan segera berteriak “Tolong!” Dan apa yang Anda akan sandi bergantung pada pilihan Anda atas berbagai respons yang tersedia dalam situasi tersebut dan berhubungan dengan makna tadi.
Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik (feedback), yang memainkan peran sangat penting dalam komunikasi, karena hal itu memberitahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan, baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, dan sebagainya. Namun menurut Schramm, umpan balik juga dapat berasal dari pesan kita sendiri, misalnya kesalahan ucapan atau kesalahan tulisan yang kemudian kita perbaiki.
Model Newcomb
Theodore Newcomb (1953) memandang komunikasi dari perspektif psikologi-sosial. Modelnya mengingatkan kita akan diagram jaringan kelompok yang dibuat oleh para psikolog sosial dan merupakan formulasi awal mengenai konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut – yang sering juga disebut model ABX atau model simetri – Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A), menyampaikan informasi kepada seorang lainnya (B), mengenai sesuatu (X). model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi.
  1. Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)
  2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama
  3. Orientasi B terhadap X
  4. Orientasi B terhadap A
Dalam model Newcomb, komunikasi adalah cara lazim yang efektif yang memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah suatu model tindakan komunikatif dua orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratkan bahwa semua sistem apapun mungkin ditandai oleh keseimbangan kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian manapun dari sistem tersebut akan menimbulkan ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena ketidakseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenagkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan keseimbangan.
Model Westley dan MacLean
Tahun 1957, Bruce Westley dan Malcolm MacLean merumuskan suatu model yang mencakup komunikasi antarpribadi dan komunikasi massa, dan memasukkan umpan balik sebagai bagian integral dari proses kumunikasi. Model Westley dan MacLean ini dipengaruhi oleh model Newcomb, model Lasswell dan model Sannon dengan Weaver. Mereka menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek dan orang yang tidak terbatas, yang kesemuanya merupakan “objek orientasi”
Menurut kedua pakar ini, perbedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa. Umpan balik dari penerima bersifat segera dalam komunikasi antarpribadi, sementra dalam komunikasi massa bersifat minimal dan atau tertunda. Sumber dalam komunikasi antarpribadi lebih beruntung daripada dalam komunikasi massa. Dalam arti bahwa dalam komunikasi antar pribadi sumber dapat langsung memanfaatkan umpan balik dari penerima untuk mengetahui apakah pesannya mencapai sasaran dan sesuai dengan tujuan komunikasinya atau tidak. Dalam komunikasi massa, sumber, misalnya penceramah agama, calon presiden yang berdebat dalam rangka kampanye politik, atau pemasang iklan, yang disiarkan televisi, tidak dapat secara langsung mengetahui bagaimana penerimaan pesannya oleh khalayak pemirsa. Umpan balik dapat saja diterima pengirim pesan, namun mungkin beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
Dalam model Westley Maclean ini terdapat lima unsur, yaitu: objek orientasi, pesan, sumber, penerima, dan umpan balik.
Model Westley dan Maclen mencakup beberapa konsep penting: umpan balik, perbedaan dan kemiripan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa, dan pemimpin pendapat yang penting sebagai unsur tambahan dalam komunikai massa. Model ini juga membedakan yang bertujuan (purposif) dengan pesan yang tidak bertujuan (nonpurposif). Pesan yang bertujuan adalah pesan yang dikirimkan sumber untuk mengubah citra penerima mengenai sesuatu dalam lingkungan. Pesan yang nonpurposif adalah pesan yang dikirimkan sumber kepada penerima secara langsung atau melalui sesuatu namun tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penerima.
Model Gerbner
Model Gerbner (1956) merupakan perluasan dari model Lasswell, yaitu sebagai berikut:
  1. Seseorang (sumber, komunikator)
  2. Mempersepsi suatu kejadian
  3. Dan bereaksi
  4. Dalam suatu situasi
  5. Melalui suatu alat (saluran; media; rekayasa fisik; fasilitas administratif dan kelembagaan untuk distribusi dan kontrol)
  6. Untuk menyediakan materi
  7. Dalam suatu bentuk
  8. Dan konteks
  9. Yang mengandung isi
  10. Yang mempunyai suatu konsekuensi

Model Berlo
Model lain yang dikenal luas adalah model David K. Berlo, yang ia kemukakan pada tahun 1960. Model ini dikenal dengan model SMCR, kepanjang dari Source (sumber), message (pesan), channel (saluran), dan receiver (penerima). Sebagaimana dikemukakan Berlo, sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, baik seseorang ataupun suatu kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan kedalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat; saluran adalah medium yang membawa pesan; dan penerima adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi.
Model Berlo melukiskan beberapa faktor pribadi yang mempengaruhi proses komunikasi: keterampilan berkomunikasi, pengetahuan, sistem sosial, serta lingkungan budaya sumber dan penerima.
Menurut model Berlo, sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor-faktor: keterampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya. Pesan dikembangkan berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan, dan kode. Salurannya berhubung dengan panca indra: melihat, mendengar, menyentuh, membaui, dan merasai (mencicipi). Model ini lebih bersifat organisasional dari pada mendeskripsikan proses karena tidak menjelaskan umpan balik.
Salah satu kelebihan model Berlo adalah bahwa model ini tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antarpribadi dan berbagai bentuk komunikasi tertulis. Model Berlo juga bersifat heuristik (merangsang penelitian), karena merinci unsur-unsur yang penting dalam proses komunikasi
Model Berlo juga punya keterbatasan. Meskipun Berlo mengangap komunikasi sebagai proses, model Berlo, seperti juga model Aristoteles, menyajikan komunikasi sebagai fenomena yang statis ketimbang fenomena yang dinamis dan terus berubah.
Kalu kita bandingkan model Berlo ini dengan model Shannon dan Weaver, jelas ada perbedaan definisi terhadap apa yang dimaksud dengan penerima (receiver) terutama bila diterapkan pada komunikasi tidak langsung, seperti komunikasi lewat telepon atau televisi. Dalam model Berlo, yang dimaksud receiver adalah penerima pesan, yakni orang atau orang-orang (dalam komuniaksi tatap muka) atau khalayak pembaca, pendengar, atau penonton (dalam komunikasi massa). Sedangkan dalam komunikasi Shannon dan Weaver, yang dimaksud dengan receiver identik dengan decoder dalam model Schramm, yakni mekanisme pendengaran dalam komunikasi langsung, atau perangkat penerima pesan, seperti pesawat telepon, pesawat radio atau pesawat televisi, yang menyalurkan pesan tersebut kepada sasaran (destination) dalam komunikasi tidak langsung.
Model DeFleur
Model Melvin L. DeFleur, seperti model Westley dan MacLean, menggambarkan model komunikasi massa ketimbang komunikasi antarpribadi. Seperti diakui DeFleur, modelnya merupakan perluasan dari model-model yang dikemukaakn para ahli lain, khususnya Shannon dan Weaver, dengan memasukkan perangkat media massa (mass medium device) dan perangkat umpan balik (feedback device). Ia menggambarkan sumber (source), pemancar (transmitter), penerima (receiver), dan sasaran (destination) sebagai fase-fase terpisah dalam proses komunikasi massa, serupa dengan fase-fase yang digambarkan Schramm (Source, encoder, signal, decoder, destination) dalam proses komunikasi massa.
Transmitter dan receiver dalam model DeFleur, seperti juga transmitter dan receiver dalam model Shannon dan Weaver, parallel dengan encoder dan decoder dalam model Schramm. Source dan transmitter adalah dua fase atau dua fungsi berbeda yang dilakukan seseorang.
Fungsi Receiver dalam model DeFleur adalah menerima informasi dan menyandi-baliknya – mengubah peristiwa fisik menjadi pesan (system symbol signifikan).
Menurut DeFleur komunikasi bukanlah pemindahan makna. Alih-alih, komunikasi terjadi lewat operasi seperangkat komponen dalam suatu sistem teoretis, yang konsekuensinya adalah isomorfisme (isomorphism) diantara respons internal (makna) terrhadap seperangkat simbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima. isomorfisme makna merujuk pada upaya membuat makna terkoordinasikan antara pengirim dan khalayak.
Model Tubbs
Model komunikasi berikut dikembangkan oleh Stewart L. Tubbs. Model ini menggambarkan komunikasi paling mendasar, yaitu komunikasi dua orang (diadik). Model komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai transaksi, yang mengasumsikan kedua peserta komunikasi sebagai pengirim dan sekaligus juga penerima pesan. Ketika kita berbicara (mengirimkan pesan), sebenarnya kita juga mengamati perilaku mitra bicara kita dan kita bereaksi terhadap pelakunya yang kita lihat tersebut. Prosesnya bersifat timbale balik atau saling mempengaruhi. Proses komunikasi juga berlangsung spontan dan serentak. Karena itu, kita melihat bahwa kedua peserta komunikasi disebut komunikator 1 dan komunikator 2. Penggunaan nomor 1 dan nomor 2 itu sebenarnya bersifat sembarang saja, tidak otomatis karena bahwa komunikator 1 sebagi orang yang punya inisiatif pertama untuk mengirim pesan pertama kalinya dan komunikator 2 sebagai penerima pesan untuk pertama kalinya, meskipun untuk memudahkan pemahaman, kita dapat saja mengkonseptualisasikan komunikasi seperti itu.
Komunikasi dapat saja “dimulai” oleh komunikator 1 ataupun komunikator 2. Akan tetapi dalam kenyataannya, kedua orang itu mengirim dan menerima pesan sepanjang waktu. Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi itu suatu proses yang sinambung, tanpa awal dan tanpa akhir. Artinya apa yang kita anggap aawal komunikasi itu sebernarnya merupakan kelanjutan dari fenomena komunikasi yang terjadi sebelumnya, baik dengan orang bersangkutan ataupun pihak lain, dan apa yang kita anggap akhir komunikasi juga akan berlanjut dengan peristiwa komunikasi berikutnya, baik dengan diri kita lagi ataupun dengan pihak lain.
Sebenarnya tidak mudah untuk menetukan siapa yang memulai komunikasi, karena hal itu menyangkut peluang semata. Pandangan transaksional mengenai komunikasi menyarankan bahwa kita mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi. Pada model tersebut, perubahan ini mengisyaratkan bahwa komunikasi bersifat irreversible. Artinya, kita tidak dapat lagi berada dalam posisi semula (baik dalam pengetahuan, pengalaman ataupun sikap), sebelum suatu pesan menerpa kkita.
Model Tubbs ini memiliki dua komunikator, yang mana, dalam komunikator 1 dan komunikator 2 memiliki unsur-unsur dan didefinisikan sama: masukan, penyaringan, pesan, saluran, gangguan, serta unsur-unsur tersebut tetap berada dalam muatannya.
Pesan dalam model Tubbs dapat berupa pesan verbal, juga nonverbal, bisa disengaja ataupun tidak disengaja. Salurannya adalah alat indra, terutama pendengaran, penglihatan dan perabaan. Gangguan dalam model Tubbs dibagai dua, gangguan teknis dan gangguan semantik. Gangguan teknis adalah faktor yang menyebabkan si penerima merasakan perubahan dalam informasi atau rangsangan yang tiba, misalnya kegaduhan. Gangguan ini dapat juga berasal dari pengirim pesan, misalnya orang yang mengalami kesulitan bicara atau bicara terlalu pelan hingga nyaris tidak terdengar. Gangguan semantik adalah pemberian makna yang berbeda atas lambang yang disampaikan pengirim.

Model Gudykunst dan Kim
Model William B. Gudykunst dan Young Yun Kim sebenarnya merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya yang berlainan, atau komunikasi dengan orang asing (stranger).
Seperti model Tubbs, model Gudykunst dan Kim mengasumsikan dua orang yang setara dalam berkomunikasi, masing-masing sebagai pengirim dan sekaligus sebagai penerima, atau keduanya sekaligus melakukan penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding). Karena itu, tampak pula bahwa pesan suatu pihak sekaligus juga adalah umpan balik bagi pihak lainnya. Dan hal itu menunjukkan bahwa setiap kita berkomunikasi, secara serentak kita menyandi dan menyandi balik pesan. Dengan kata lain, komunikasi tidak statis, kita tidak menyandi suatu pesan dan tidak melakukan apa-apa hingga kita menerima umpan balik. Alih-alih kita memproses rangsangan yang datang (menyandi-balik) pada saat kita juga menyandi pesan.
Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan dan penyandian-balik pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan.
Pengaruh budaya dalam model itu meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia (agama), bahasa, juga sikap kita terhadap manusia, misalnya apakah kita harus peduli terhadap individu (individualism) atau terhadap kelompok (kolektivisme). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai, norma dan aturan yang mempengaruhi prilaku komunikasi kita. Pengaruh sosiobudaya adalah pengaruh yang menyangkut proses penataan sosial (sosial ordering process). Penataan sosial berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya ini terdiri dari empat faktor utama: keanggotaan diri dalam kelompok sosial, konsep diri kita, ekspektasi peran kita, dan definisi kita mengenai hubungan antarpribadi. Dimensi psikobudaya mencakup proses penataan pribadi (personal ordering process). Penataan pribadi ini adalah proses yang memberi stabilitas pada proses psikologis. Faktor-faktor psikobudaya ini meliputi stereotip dan sikap (seperti etnosentrisme dan prasangka) terhadap kelompok lain. Stereotip dan sikap kita menciptakan penghargaan mengenai bagaimana orang lain akan berperilaku. Pengharapan kita itu pada gilirannya mempengaruhi cara kita menafsirkan rangsangan yang datang dan prediksi yang kita buat mengenai perilaku orang lain. Lingkungan mempengaruhi kita dalam menyandi dan menyandi-balik pesan. Lokasi geografis, iklim, situasi arsitektural (lingkungan fisik), dan persepsi kita atas lingkungan tersebut, mempengaruhi cara kita menafsirkan rangsangan yang dating dan prediksi yang kita buat mengenai perilaku orang lain. Oleh karena orang lain mungkin mempunyai presepsi dan orientasi yang berbeda terhadap lingkungan, mereka mungkin menafsirkan perilaku dengan cara yang berbeda dalam situasi yang sama.
Model Interaksional
Model interaksional berlawanan dengan model stimulus – respons (S – R) dan beberapa model lainnya. Sementara model-model tersebut mengasumsikan manusia sebagai pasif, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Kualitas simbolik secara implisit terkandung dalam istilah interaksional, sehingga model interaksional jauh berbeda dengan interaksi biasa yang ditandai dengan stimulus – respons.
Model interaksional merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh para ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif interaksi simbolik, dengan tokoh utamanya George Herbert Mead dan salah seorang muridnya Herbert Blumer.
Dalam model ini komunikasi digambarkan sebagi pembentukan makna (penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain) oleh para peserta komunikasi (komunikator). Beberapa konsep penting yang digunakan adalah: diri (self), diri yang lain (other), simbol, makna, penafsiran dan tindakan.
Menurut model interaksi simbolik, orang-orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Dalam konteks ini Blumer mengemukakan tiga sumber yang menjadi dasar model ini. Pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya. Kedua, makna berhubungan langsung dengan aksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan, dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain (role-taking). Diri (self) berkembang lewat interaksi dengan orang lain, dimulai dengan lingkungan terdekatnya seperti keluarga (significant others) dalam suatu tahap yang disebut tahap permainan (play stage) dan terus berlanjut hingga ke lingkungan luas (generalized others) dalam suatu tahap yang disebut tahap pertandinagn (game stage). Dalam interaksi itu, individu selalu melihat dirinya melalui perspektif (peran) orang lain. Maka konsep diri pun tumbuh berdasarkan bagaimana orang lain memandang diri individu tersebut.
Komentar
Melihat unsur-unsur komunikasi dalam model-model yang telah diuraikan dalam bab ini, terutama yang bersifat satu arah, sebenarnya ada tumpang tindih antara unsur pesan dengan saluran, terutama bila diterapkan pada komunikasi tatap muka. Misalnya, bahasa (baik verbal ataupun nonverbal) bisa sekaligus disebut pesan dan saluran. Perbedaan antara pesan dan saluran semakin samar bila kita melukiskan komunikasi yang menggunakan alat-alat canggih yang kaya dengan nuansa, gerakan, bentuk, warna, dan teknik manipulasi lainnya, seperti alat komputer dan multimedia. Sebagian pengamat mengatakan bahwa melihat kemajuan teknologi komunikasi yang pesat belakangan ini, model-model komunikasi lama dianggap tidak memadai lagi, dan perlu dibuat model-model baru.
Dalam ilmu komunikasi sebenarnya terdapat ratusan model komunikasi. Setiap model memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing dan tidak ada model yang benar atau salah. Setiap model hanya bisa diukur berdasarkan manfaatnya ketika dihadapkan dengan dunia nyata, khususnya ketika diguanakan untuk menjaring data dalam penelitian. Selain itu, model yang dirancang, unsur-unsur model, dan hubungan antara berbagai unsur tersebut, bergantung pada persepektif yang digunakan si pembuat model. Bahkan kita sendiri bisa saja membuat model komunikasi khas kita dengan berdasarkan pada model-model komunikasi yang telah dikembangkan para pakar terdahulu, dengan berdasarkan pada perspektif kita sendiri.

POKOK-POKOK DAN PROSPEK KOMUNIKASI

 
  1. KONSEP KOMUNIKASI
Komunikasi adalah inti dari semua hubugan sosial, apabila orang telah mengadakan hubungan tetap, maka sistem komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau mempersatukan mereka, mengurangi ketegangan atau melenyapkan persengketaan apabila muncul.
Komunikasi itu merupakan suatu kegiatan manusia yang sedemikian otomatis. Dengan berkomunikasi orang dapat menyampaikan pengalamannya kepada orang lain, sehingga pengalaman itu menjadi milik orang lain pula, tanpa mengalaminya sendiri. Melalui komunikasi orang dapat merencanakan masa depannya, membentuk kelompok dan lain-lain. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan dan sebagainya kepada sesamanya secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun penerima komunikasi. Sehingga dengan demikian, terbinalah perkembangan kepribadiaanya baik sebagai diri pribadi maupun kemasakan sosial, serta tercapainya pula kehidupan bersama dan bermasyarakat.
Melalui komunikasi orang dapat mempengaruhi dan merubah sikap serta tingkah laku orang lain, membentuk suatu konsensus, yang dikenal sebagai pendapat umum atau kelompok. Komunikasi juga memungkinkan suatu ide (baru atau lama) bisa tersebar dan dihayati orang.
  1. LINGKUP KOMUNIKASI
  1. Bentuk Spesialisasi
  1. Komunikasi Persona
  • Komunikasi antar persona
  • Komunikasi dengan diri sendiri
  • Komunikasi dengan isyarat
  • Komunikasi kerohanian
  1. Akomunikasi Kelompok
  • Kuliah
  • Briefing
  • Indoktrinasi
  • Ceramah
  • Coaching
  • Pertemuan
  • Dan sebagainya
  1. Komunikasi Massa
  • Jurnalistik
  • Publik Relation
  • Penerangan
  • Propaganda
  • Advertising
  • Publicity
  • Pameran
  • Dan sebagainya
  1. Media
  1. Media Umum
  • Surat
  • Telepon
  • Telegraf
  • Telex
  • Dan sebagainya
  1. Media Massa
  • Pers
  • Radio
  • Film
  • Televisi
  1. Efek
  1. Personal Opinion
  2. Public Opinion
  3. Majority Opinion
  4. General Opinion
  1. PENGERTIAN KOMUNIKASI
  1. James A.F. Stoner: proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara memindahkan pesan
  2. John R. Schemerhorn: proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka
  3. William F. Glueck, menurutnya komunikasi dapat dibagi dalam dua bagian utama, yakni:
    1. Interpersonal communications (komunikasi antar pribadi): Proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih didalam suatu kelompok kecil manusia
    2. Organisational communications: Proses dimana pembicara secara sistematis memberikan informasi dan memindahkan pengertian kepada orang banyak didalam organisasi dan kepada pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga diluar yang ada hubungan
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama atau sama makna, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, prilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan oleh komunikator.
Dalam garis besarnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
  1. FUNGSI KOMUNIKASI
  1. Informasi: pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini serta komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan berarti secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat
  2. Sosialisasi (pemasyarakatan): penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang untuk bersikap dan bertindak sebagi anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan ia dapat aktif didalam masyarakat
  3. Motivasi: menjelaskan tujuan masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, serta mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarakan tujuan bersama yang akan dikejar
  4. Perdebatan dan diskusi: menydiakn dan saling menukar fakta yang akan diperlikan untuk memungknkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalha publik, menyediakan bukti-buti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatakan sdiri dalam masalah yang menyangkut lkepentinagan bersama di tingkat nasional dan lokal
  5. Pendidikan: pengalihan ilmu pengetahuan sehinggan mendorong perkembanhan intelektual, pembentukan watak, pendidikan ketrampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan
  6. Memajukan kebudayaan: penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horison seseorang, membangun imajinasi dan mendoring kreatifitas sertaa kebutuhan estetikanya
  7. Hiburan: penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, tari, kesenian, kesustraan, musik, olahraga, permainan dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan individu
  8. Integrasi: menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain
  1. TUJUAN KOMUNIKASI
    1. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti
    2. Memahami orang
    3. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain
    4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu
Jadi secara singkat dapat kita katakan bahwa komunikasi itu bertujuan: mengharapkan pengertian, dukungan gagasan, tindakan.
  1. UNSUR KOMUNIKASI
  1. Sumber (source), ialah dasar yang digunakan dalam penyampaian, pesan dalam rangka memperkuat sistem itu sendiri. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku dan sejenisnya
  2. Komunikator, dalam komunikator untuk menyampaikan pesan kadang-kadang komunikator bisa jadi komunikan sebaliknya komunikan menjadi komunikator. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan oleh komunikator adalah sebagai berikut:
    • Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya
    • Ketrampilan berkomunikasi
    • Mempunyai pengetahuan yang luas
    • Sikap
    • Memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap/penambahan pengetahuan bagi/diri komunikan
Gaya komunikator dapat kita bedakan kedalam beberapa model seperti:
      1. Komunikator yang membangun, ciri-cirinya:
  • Mau mendengarkan pendapat orang lain dan dia tidak pernah menganggap dirinya benar
  • Ingin bekerjasama dan memperbincangkan sesuatu persoalan dengan sesamanya sehunggan timbul saling pengertian
  • Dia tidak terlalu mendominir situasi dan mau mengadakan komunikasi timbal balik
  • Dia menganggap bahwa buah pikiran orang banyak lebih baik dari seseorang
      1. Komunikator yang mengendalikannya, ciri-cirinya:
  • Pendapatnya itu merupakan hala yang paling baik sengga ia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain intern maupun ekstern
  • Ia menginginkan komunikasi satu arah saja tidak akan menerima dari arah lain
      1. Komunikator yang melepaskan diri ciri-cirinya:
  • Ia lebih banyak menerima dari lawannya yang berkomunikasi
  • kadang-kadang rasa rendah dirinya timbul sehingga ketidakmampuannya keluar
  • Ia lebih suka mendengar pendapat orang lain dengan tidak sungguh-sungguh menanggapinya
  • Sumbangan pikirannya tidakn banyak mengandung arti sehingga ia lebih suka melemparkan tanggung jawabnnya kepada orang lain
      1. Komiunikator yang menarik diri ciri-cirinya:
  • Ia selalu bersifat pesimis sehingga menurutnya keadaan tidak dapat diperbaiki lagi
  • Ia lebih suka melihat keadaan seadanya dan kalau mungkin berusaha menghindari keadaan menjadi semakin buruk
  • Ia selalu diam tidak menunjukkan reaksi dan jarang memberikan buah pikirannya
  1. Pesan, ialah keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komuinikator. Bentuk pesan dapat bersifat:
  1. Informatif: memberikan keterangan-keterangan sehingga komunikan dapat mengambil kesimpulkan sendiri
  2. Persuasif: bujukkan, membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang nbahwa apa yang kita sampaikan akan membrikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan
  3. Coersif: Memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi
Untuk merumusaka pesan agar mengena, maka pesan yang disampaikan harus tepat, ibarat kita membbidik dan menembak, maka peluruh yang keluar harus tepat pada sasarannya, sehingga pesan itu mengenai sasarannnya harus memenuhi syarat-syarat:
  1. Pesan harus disiapkan atau direncanakan secara baik, serta sesuai dengan kebutuhan kita
  2. Pesan itu menggunakan bahasa yang dapat mengerti kedua belah pihak
  3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkkan kepuasan
Pendapat lain mengatakan syarat-syarat pesan harus memenuhi:
  1. Umum, Berisikan hal-hal yang umum dan mudah dipahami oleh komunikasi/audience, bukan soal-soal yang Cuma berarti atau hanya dapat dipahami oleh seseorang atau kelompok terrtentu.
  2. Jelas dan gamblang, pesan yang disampaikan tidak samar-samar
  3. Bahasa yang jelas, menghindari dalam menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh si penerima atau pendengar
  4. Positif, secara kodrati manusia tidak ingin mendengar dan melihat vhal-hal yang tidak menyenangakan dirinya. Oleh karena itu setiap pesan diusahakan dalm bentuk positif
  5. Seimbang
  6. Penyesuaian dengan keinginan komunikan
Hambatan-hambatan terhadap pesan:
  1. Hambatan bahasa (language factor), pesan yang disalah artikan sehingga tidak tercapai apa yang diinginkan, jika bahasa yang kita gunakan tidak dipahami oleh komunikan termasuk dalam pengertian ini adalah penggunaan kistilah-istilah yang diartikan berbeda
  2. Hambatan teknis (noise factor), pesan yang tidak utuh diterima komunikan karena gangguan teknis misalnya suara tak sampai karena pengeras suara rusak, kebisingan, lalu lintas dan lain sebagainya
  3. Hambatan Bola salju (snow ball effect), pesan menjadi membesar sampai jauh, yakni pesan ditanggapi dengan selera komunikan dan komunikator, akibatnya semakin jauh menyimpang dari pesan semula, hal ini timbul karena:
    • daya mampu manusia menerima dan mengahayati pesan terbatas
    • pengaruh kepribadian dari byang bersangkutan
  1. Saluran (Channel), ialah sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan agar dapat diterima baik menggunakan panca indra maupun menggunakan media
  2. Komunikan, dari segi sasarannya komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Komunikan Persona (seorang)
  2. Komunikan Kelompok
  3. Komunikan Massa
Syarat-syarat yang harus dimiliki komunikan antara lain:
    1. Keterampilan/kemampuan menangkap dan meneruskan pesan
    2. Memiliki pengetahuan dan pengalaman tertentu
    3. Sikap yang baik
  1. Effect (Hasil), ialah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku seseorang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan. Dan jika sikap atau tingkah laku seorang itu sesuai, maka komunikasi berhasil, demikian pula sebaliknya. Effect dapat dilihat dari:
    1. Personal Opinion (Pendapat pribadi), ialah sikap dan pendapat seseorang terhadap sesuatu masalah tertentu
    2. Public Opinion (Pendapat umum), ialah penilaian sosial mengenai sesuatu hal yang penting dan berarti, atas dasar pertukaran pikiran yang dilakukan individu-individu secara dasar dan rasional.
    3. Mayority Opinion, ialah pendapat bagian terbesar dari public atau masyarakat
Prosedur untuk mencapai effect yang dikehendaki:
  1. Attention (perhatian
  2. Interest (rasa tertarik/kepentingan
  3. Desire (keinginan)
  4. Decission (keputusan)
  5. Action (tindakan)
  1. UMPAN BALIK (FEEDBACK)
Ialah apabila ada seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikannya, dan pada pelaksanaannya ia juga merupakan komunikan jika komunikan tadi memberi tanggapan kepadanya.
  1. MEDIA KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI MASSA
Komunikasi massa ialah komunikasi yang melalui atau menggunakan media massa. Keuntungan menggunakan komunikasi massa ialah dapat menjangkau audience yang sangat luas, namun kekurangannya ialah lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi. Sebab jika ingin lebih dari sekedar menginformasikan tentang sesuatu, komunikasi massa tersebut harus diikuti lagi dengan komunikasi tatap muka, agar tujuan komunikasi dapat berhasil.
  1. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI MASSA
  1. Bersifat simultan, ialah bahwa walaupun komunikan berada pad ajarak satu sama lain terpisah, tetapi media massa mampu membina keserempakan kontak dengan komunikan dalam penyampaian pesannya
  2. Bersifat umum, ialah pesan yang disampaikan melalui media massa ditunjukkan kepada umum dan disampinhg itu juga mengenai kepentingan umum
  3. Komunikannya heterogen, sebagai konsekuensi daripada penyebaran yang teramat luas (jangkauan audiencenya), maka komunikan dari komuniukasi massa terdiri dari berbagai macm, inilah yang menjadikan komunikannya heterogen
  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI MASSA
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pesan:
  1. Expectation of Reward – mengharapkan ganjaran
  2. Effort to be Required – menghendaki suatu usaha
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi massa, dilihat dari sua segi, yakni segi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing media massa
Faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi komunikasi massa
  1. Kebisingan
  2. Keadaan Psikologis Komunikan
  3. Kekurangan ketrampilan komunikator atau komunikan
  4. Kesalahan penilaiann oleh komunikator
  5. Kekurangan pengetahuan komunikator/komunikan
  6. Bahasa
  7. Isi pesan berlebihan
  8. Bersifat satu arah
  9. Faktor Teknis
  10. Kepentingan/Interest
  11. Prasangka
  12. Cara penyajian terlalu verbalistik
  13. Tingkat buta huruf yang tinggi
  14. keadaan geografis
  15. Kondisi sosial budaya
  16. Tingkat pendidikan
  17. Kemampuan ekonomi penduduk
  18. Dan sebagainya
Komentar
Pada mulanya, komunikasi yang tetap hanya terdapat pada masyarakat kecil atau kelompok orang yang hidup berdekatan. Tapi dikarenakan berkembang pesatnya media informasi saat ini, komunikasi telah bisa dilakukan meskipun kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan.
Kita sebagai manusia baik individu maupun sosial, tentunya memiliki dorongan ingin tahu, ingin maju dan berkembang, maka dengan adanya komunikasi kita bisa memenuhi kebutuhan atau dorongan tersebut. Karena komunikasi merupakan suatu hubungan yang mutlak bagi kehidupan manusia.
Telah banyak komunikasi yang terjadi dan berlangsung tapi tidak tercapai pada sasaran tentang apa yang dikomunikasikan. Hal itu terjadi karena adanya hubungungan atau persesuaian yang tidak baik antara pemberi pesan dan penerima pesan.
Sehingga sangatlah penting untuk kita mengetahui tentang pokok-pokok dan prospek komunikasi serta mempraktekannya saat kita berkomunikasi.