Berawal
dari slogan yang diucap seorang teman, “Game Online sama dengan mematikan
potensi”, menarik keinginan saya untuk sedikit beranalisis tentang sejauh mana
potensi seseorang mati akibat game online.
Dia
bernama Edo, seorang teman yang saya kenal dari komunitas film indie di
Surabaya. Edo mengenal game online sejak kelas 2 SMA dari temannya yang waktu
itu sedang kecanduan. Edo bercerita tentang dampak negatif dari game online
yang membuat temannya pernah tidur di warnet bahkan sampai bolos sekolah karena
asik bermain game. Satu alasan yang cukup membuatnya berpikir bahwa game online
tidak baik.
Tahun
demi tahun terlewati. Edo yang sebelumnya adalah seorang Siswa, kini telah
menjadi Mahasiswa Multimedia di STIKOM Surabaya. Dengan prinsip yang masih sama
terkait game online, kala itu dia memang tidak pernah mencoba untuk memainkan.
Sampai suatu ketika, ada seorang teman yang berkunjung ke rumahnya, menawarkan
satu game online yang memiliki kualitas grafis yang bagus untuk coba dimainkan.
karena kecintaannya akan dunia grafis, Edo yang sebelumnya menolak—pun akhirnya
memainkan hingga menjadi pecandu dan
melanggar prinsipnya sendiri.
Kehidupan
sehari-harinya mulai berubah. Akibat kecanduan game online, dia jadi terbiasa
tidur jam 03.00 pagi dan baru bangun jam 09.00 pagi. Yang demikian terjadi
setiap harinya. Paling parah ketika dia sampai bolos kuliah hanya untuk main
game. Pernah juga waktu itu, dia sengaja mensetting komputer agar tetap
menyala selama 2 jam karena harus ditinggal pergi. Semua dilakukan semata-mata
hanya untuk menyelesaikan misi dalam game.
Setelah
1,5 tahun Edo kecanduan game online, dia mulai merasakan banyaknya dampak
negatif yang dia dapat. Mulai dari kerugian materi, dia pernah top up
untuk membeli voucher senilai Rp 90.000, hanya demi bermain game. Tambah lagi
kerugian fisik. Karena lupa tidak makan, dia pernah mengalami yang namanya
sakit mag. Kemudian kerugian-kerugian lain seperti terabaikannya prioritas dan
kurangnya sosialisasi dengan teman-temannya.
Selain
dampak negatif, Edo mengaku ada beberapa hal positif yang dibawa game online, seperti
kemampuan berbahasa inggrisnya yang semakin membaik dan bertambahnya teman di
dunia maya yang sampai ke luar negeri. Namun demikian, dia tetap berpendapat
bahwa game online sama dengan mematikan potensi. Terbukti karena game online,
kuliahnya terlambat setahun. Tugas Akhir yang seharusnya bisa dia selesaikan di
semester 8, mundur sampai sekarang dia masuk semester 9.
Kesadaran
untuk menghentikan kecanduan bermain game online pun mulai muncul. Namun karena
sadar bahwa menghilangkannya sangat susah. Maka jalan yang dia pilih adalah
merusak senjata-senjata yang ada dalam game online. Sedikit pemahaman, bahwa
senjata dalam game merupakan satu hal yang penting keberadaanya. Karena dengan
senjata, karakter game akan lebih muda untuk menyelesaikan misi hingga menjadi
karakter yang lebih hebat dan naik ke level berikutnya. Cara selanjutnya yang
turut membantu adalah dia sengaja tidak mengisi pulsa I-Net ketika dia
mulai merasa rindu ingin bermain game online lagi.
Sebetulnya, baik buruk dari game online semua bergantung
pada siapa dan untuk apa game itu dimainkan. Game akan menjadi satu media yang
sangat menghibur ketika seseorang memainkannya guna menghilangkan kejenuhan
akibat aktivitas sehari-hari. Namun, akan menjadi media yang sangat merugikan
jika karena memainkannya, justru mengabaikan kegiatan-kegiatan yang seharusnya
menjadi prioritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar