A.
Latar Belakang
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan
idealisme-idealisme yang membawa banyak nilai-nilai positif, namun banyak juga
nilai-nilai negatif yang mengiringinya. Dalam diri remaja tersimpan energi yang besar untuk
berkembang, energi motivasi berprestasi, motivasi kreativitas dan motivasi
kemandirian. Energi perkembangan tersebut bukan saja mendorong ke
arah positif, namun energi tersebut adalah netral yang mampu digerakkan ke arah
negatif. Kemampuan memanage energi perkembangan pada masa ini
sangat penting untuk optimalisasi perkembangan kepribadian menuju dewasa.
Ketidakmampuan memanage energi perkembangan ini akan
mengakibatkan energi ini menjadi liar dan buas. Keliaran dan kebuasan energi
ini antara lain terlihat dalam fenomena penyalahgunaan narkoba oleh remaja.[1]
Fenomena ini berawal ketika remaja tersebut
sedang dalam pencarian jati diri. Mereka
mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok
anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam
kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap remaja di belahan dunia
ini. Apalagi jika ditambah dengan permasalahan
komunikasi antara remaja tersebut dengan orang tua, teman, dan orang-orang
sekitar. Kurangnya komunikasi, atau terjadi komunikasi yang tidak baik pun
turut menjadi pemicu terjadinya kenakalan remaja dalam mengkonsumsi narkoba.
Mereka berbuat demikian, karena sebagai wujud pelarian atas permasalahan yang
sedang mereka hadapi.
Oleh karena pergumulan di masa remaja
ini, maka remaja mempunyai kebutuhan sosialisasi yang seoptimal mungkin, serta
dibutuhkan pengertian dan dukungan orangtua dan keluarga dalam kerentanan di
masa remaja. Bila kebutuhan
remaja kurang diperhatikan, maka remaja akan terjebak dalam perkembangan
pribadi yang “lemah”, dan inilah yang menyebabkan remaja dengan mudah
terjerumus ke dalam belenggu penyalahgunaan narkoba.[2]
Melihat fenomena kali ini, Penulis akan
mencoba untuk menganalisa kemudian memberikan solusi berdasarkan perspektif
psikologi komunikasi.
B.
Kajian
Teoritik
Komunikasi dan Psikologi adalah bidang yang saling
berkaitan satu sama lain, terlebih sama-sama melibatkan manusia. Komunikasi
adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah
pendapat atau perilaku manusia lainnya. Sementara, perilaku manusia merupakan
objek bagi ilmu psikologi. Sehingga, terbentuklah teori psikologi komunikasi.
Komunikasi merupakan sebuah peristiwa sosial yang
terjadi ketika seorang manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Secara
psikologis, peristiwa sosial akan membawa kita kepada psikologi sosial.
Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Komunikasi
dalam Psikologi
Terdapat beberapa pengertian komunikasi yang diramu
oleh ilmu psikologi, misalnya, komunikasi adalah proses yang dilakukan oleh
sebuah sistem melalui saluran tertentu untuk mengubah atau mempengaruhi sistem
yang lain. Atau, komunikasi adalah pengaruh dari satu individu terhadap
individu lain yang menimbulkan perubahan.[3]
Psikologi pun telah menghasilkan banyak teori yang
berkaitan dengan ilmu komunikasi, di antaranya adalah:
·
Teori
Psikoanalisis, yaitu manusia dikendalikan oleh keinginan terpendam di dalam
dirinya (homo valens).
·
Teori
Behaviorisme, yaitu manusia sangat dipengaruhi oleh informasi dari media massa.
Hal tersebut dilandasi konsep behaviorisme, yaitu manusia dianggap sangat
dikendalikan oleh alam (homo mechanicus).
·
Teori
Psikologi Kognitif, yaitu konsep yang melihat manusia sebagai makhluk yang
aktif mengorganisasikan dan mengolah informasi yang diterima (homo sapiens).
·
Teori
Psikologi Humanistis, yaitu konsep yang menggambarkan manusia sebagai pelaku
aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (homo
ludens).
Proses komunikasi bisa terjadi dalam diri seorang
individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial.
Berdasarkan pendapat tersebut, Burgon & Huffner (2002) membuat klasifikasi
tiga jenis komunikasi, yaitu:
·
Komunikasi
Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu
(internal). Contohnya adalah kegiatan merenung, berpikir, berdialog dengan diri
sendiri, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
·
Komunikasi
Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan
individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain.
Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasangan, teman, rekan kerja,
tetangga, dan sebagainya.
·
Komunikasi
Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia di mana
di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan
bersifat satu arah (one way communication). Contohnya adalah kegiatan
komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi di hadapan sekumpulan massa,
melalui televisi, radio, media internet, media cetak, dan lain-lain.
Psikologi
dalam Komunikasi
Psikologi telah lama berupaya memahami
komponen-komponen yang terlibat dalam proses komunikasi, khususnya komunikator
dan komunikan.
Psikologi meneliti karakteristik individu yang
menjadi komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang
memengaruhi perilaku komunikasinya. Psikologi juga mempelajari sifat-sifat
individu yang menjadi komunikator dan mencari tahu apa yang menyebabkan keberhasilan
atau kegagalan satu sumber komunikasi dalam memengaruhi orang lain.
Fungsi
Psikologi Komunikasi
Penggunaan Psikologi Komunikasi ditujukan untuk
menghasilkan proses komunikasi yang berhasil dan efektif. Komunikasi yang
efektif akan menyebabkan pengertian (pemahaman dan penerimaan), kesenangan
(hubungan yang akrab dan hangat), perubahan sikap, hubungan sosial yang baik,
dan tindakan.
C.
Analisa Fenomena: Konsepsi kenakalan Remaja dalam
Behaviorisme
1.
Narkoba dan Kenakalan Remaja
Memang, penyalahgunaan narkoba dapat dikatakan sebagai penyakit
endemik yang siap menyerang dan menular kepada siapa saja. Tidak mengenal batas
umur maupun status sosial. Bagi mereka yang memiliki mental dan kepribadian
yang labil, di samping keringnya nilai-nilai spiritual yang tertanam dalam
jiwanya, disinyalir tidak akan luput dari upaya penularan ‘penyakit’
ini—terutama pada dataran remaja. Dengan ungkapan lain, dalam pandangan Dadang Hawari (1997, 133),
penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronis dalam masyarakat modern, yang
berulangkali kambuh dan hingga saat ini belum diketemukan upaya
penanggulangan secara universal dan memuaskan, baik dari segi prevensi, terapi,
maupun rehabilitasi.
Masa remaja merupakan era transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa sebagai generasi yang akan memegang estafet untuk meneguhkan dan
mewarisi cita-cita luhur bangsa di masa depan (leaders for tomorrow). Oleh karena itu, remaja adalah generasi harapan bangsa yang
diharapkan memiliki potensi dan vitalitas serta semangat patriotik. Namun,
keberadaan generasi muda, pada dasarnya, di samping memiliki nilai strategis,
namun juga mengandung resistensi. Memiliki nilai strategis jika dimanfaatkan
secara optimal untuk kepentingan bangsa. Sedangkan mengandung resistensi
negatif jika menjadi beban dan tanggungan bagi masyarakat.
Oleh karena itu masa remaja disebut juga masa yang penuh
kontradiksi. Sebagian orang mengatakan masa remaja adalah masa energik,
heroik, dinamis, kritis, dan masa paling indah. Tetapi di sisi lain ada yang
mengatakan bahwa masa remaja adalah masa rawan, nyentrik, dan negative phase karena masa tersebut berada di ambang the best of time and the worst of time.
Pada masa ini seorang remaja ditandai oleh sikap ketidakmantapan,
atau sikap tidak konsisten, yakni berpindah-pindah prilaku atau norma.
Dengan keperibadiannya yang seperti itu, sering masa mereka disebut strum und drang, dimana emosinya penuh gejolak yang menimbulkan kemauan-kemauan yang
keras.
Ia berusaha menyadari tentang siapa dirinya,
seraya mencari identitas egonya dengan melepas diri dari segala bentuk kekangan
dan berontak terhadap norma-norma atau tradisi yang berlaku yang kiranya tidak
dikehendaki. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zakiyah Darajat (1982, 9) bahwa
masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya menarik untuk dibicarakan
lebih-lebih pada akhir-akhir ini, dimana telah timbul akibat negatif yang
sangat mencemaskan yang akan membawa kehancuran bagi remaja itu sendiri dan
masyarakat pada umumnya.
Begitu pula di usia remaja, terdapat suatu gejala psikologis
tertentu sebagai akibat masa perkembangan. Gejala yang
paling menonjol pada masa perkembangan ini, yakni adanya kebutuhan atau
keterikatan dalam kelompok sebaya (peer group)
secara kuat. Seringkali juga terdapat persaingan tersembunyi, yang tujuannya
untuk mendapatkan status dan prestise dalam suatu kelompok.
Dari gambaran di atas, maka dapat dipahami
mengenai eksistensi sosok remaja dalam menyelami kehidupannya, baik dari segi
karakter, sifat, maupun keperibadiannya. Remaja, dengan
demikian, berada dalam masa transisi yang sedang mencari identitas diri
sehingga tidak dapat terlepas dari persoalan-persoalan yang mengiringi masa
pertumbuhan itu. Dan oleh karena itu, tidak sedikit remaja mengalami
kegoncangan batin yang menggelisahkan dirinya.
Apabila diterpa pelbagai persoalan, baik karena faktor internal
maupun faktor eksternal—yang menjadi latar belakang, seringkali mereka
tidak dapat mengontrol diri. Dalam menghadapi atau mengatasi problematika,
mereka justru mengalami stress, cemas, frustasi, dan hilangnya kepercayaan diri
yang terkadang menimbulkan tindakan-tindakan destruktif, melanggar, dan
menyalahi norma-norma masyarakat, agama, maupun hukum. Perilaku menyimpang ini
yang kemudian disebut sebagai kenakalan remaja atau juvenile dilikuency.
2.
Penyebab Kenakalan Remaja dalam Bentuk Penyalahgunaan Narkoba
Sebelum Penulis menjelaskan tentang penyebab dari
penyalahgunaan narkoba oleh remaja, terlebih dahulu Penulis paparkan mengenai
faktor-faktor yang menjadi penyebab kenakalan remaja. Sesungguhnya, kenakalan
remaja tidak dapat dilepaskan dari dua faktor: yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah sesuatu yang lahir
dari diri sendiri sebagaimana apa yang telah dipaparkan di atas. Sedangkan
faktor eksternal adalah hal-hal di luar dirinya yang mempengaruhi dan
menyebabkan kenakalan remaja di antaranya sebagai berikut, pertama, tidak adanya integritas yang harmonis antara lembaga kemasyarakatan
yang ada. Kedua, keadaan keluarga tidak harmonis (broken home). Yakni ketika orang tua melupakan akan perannya. Dan ketiga, keadaan sekolah dengan sistem pendidikan yang tidak menarik dan
menjemukan, dimana murid hanya sebagai “banking concept”.
Menurut Y. Bambang Mulyono, faktor yang tidak kalah pentingnya
terhadap kenakalan remaja adalah karena kurang diterimanya remaja di dalam
masyarakat. Akhirnya mereka memprotes kepada lingkungannya dengan
tindakan-tindakan asosial.
Di samping itu, adanya kemajuan zaman seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus melaju, telah menimbulkan culture lag yang menyebabkan ketidakseimbangan, yakni
kecenderungan kepada aspek materi sehingga menyebabkan kekurangan dan
kekeringan nilai-nilai agama di jiwanya. Oleh
karenanya, generasi muda tidak memiliki pegangan hidup lagi, sebab segala
sesuatunya bersifat relatif.[4]
Menyimak uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan
suatu bentuk kenakalan remaja itu sendiri. Karenanya, jika Penulis fokuskan menjadi faktor-faktor penyebab
penyalahgunaan narkoba oleh remaja, akan dihasilkan penjelasan sebagai berikut:[5]
·
Faktor
Internal (ciri kepribadian): Pola kepribadian seseorang besar pengaruhnya
dalam penyalahgunaan narkoba. Ciri kepribadian yang lemah dan antisosial sering
merupakan penyebab seseorang menjadi penyalahguna narkoba. Misalnya pendiam
(introvert) yang cenderung asyik dengan dunianya sendiri.
·
Faktor
keluarga. Beberapa kondisi keluarga yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan
narkoba adalah:
1) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.
2) Keluarga yang tidak utuh.
3) Suasana rumah diwarnai dengan pertengkaran yang
terus-menerus.
4) Kurang komunikasi dan kasih sayang antara anggota
keluarga.
5) Keluarga yang sering ribut dan berselisih.
6) Keluarga yang kurang mengamalkan hidup beragama.
7) Keluarga yang orang tuanya telah menggunakan
narkoba
Menurut Sayuti (2006) keluarga
sebagai lingkungan yang paling menentukan bagi terbentuknya perilaku remaja.
Jika di dalam keluarga terdapat hubungan yang tidak harmonis, tingkat
pendidikan yang rendah, rasa dan praktek keagamaan lemah, maka secara langsung atau
tidak langsung akan memberikan pengaruh bagi kehidupan dan perilaku anaknya,
terutama yang masih dalam usia remaja, karena di saat anak memasuki usia
remaja, perkembangan emosinya masih labil, berperilaku ragu, sering uring-uringan,
dan kecenderungan meniru gaya dan perilaku keluarga. Oleh karenanya, jika
lingkungan keluarga tidak dapat memberikan contoh yang baik, maka lambat laun
anak atau remaja akan mencari kepuasan di luar atau remaja akan mencari
kepuasan di luar dan bisa menjerumuskannya ke dalam penyalahgunaan narkoba.
·
Faktor
lingkungan teman sebaya. Pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan, khususnya
pengaruh dan tekanan dari kelompok teman sebaya sering menjadi sumber penyebab
terjadinya penyalahgunaan narkoba. Kelompok teman sebaya tersebut berperan
sebagai media awal perkenalan narkoba. Penyalahgunaan narkoba pada kelompok
teman sebaya merupakan prediktor yang kuat terhadap penyalahgunaan narkoba pada
remaja.
3.
Dampak
Penyalahgunaan NAPZA
Martono (2006)
menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi
pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta
masyarakat, bangsa, dan negara.
·
Bagi
diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak
dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD),
yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan
otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan,
menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi
efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si
pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang
merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis narkoba
itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur
(hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang
beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan
medis.
·
Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan
suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan
merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi
perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena
pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang
harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun
lembaga pemasyarakatan.
·
Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang
sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan
kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman,
rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
·
Bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan
terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar
gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat
yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan
terancam.
4.
Kenyataan
Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba Dewasa Ini
Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child
(CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak
mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan
dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini
bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun
sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia
8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan
narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi,
dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus
pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007
berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan
meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak,
penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi
makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak
jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan
efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari
bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU
Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih
lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih
jauh dari harapan.
Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba umumnya
berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif
atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya
diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini
sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari
kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung
ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya
mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan
D.
Solusi dan Saran
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa
diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah
individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah
pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Adalah sangat penting
untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan
memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan
kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan
mereka terima.
Anak-anak membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan
untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba atau juga mengurangi dampak dari
bahaya narkoba dari pemakaian narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam
penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan program yang
menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age oriented).
Selanjutnya, terkait dengan psikologi komunikasi, berikut
solusi dan saran yang penulis tawarkan untuk menanggulangi kasus penyalahgunaan
narkoba oleh remaja:[6]
1.
Perlunya pemberian perhatian yang tinggi pada remaja. Terutama oleh orang
tua yang merupakan peran utamanya dalam memperhatikan perkembangan pribadi dan
pembentukan watak anak-anaknya. Menjalin komunikasi yang baik sangat diutamakan
dalam hal ini. Terutama jika anak tersebut sudah beranjak remaja. Komunikasi
interpersonal yang baik dari orang tua, akan membawa pengaruh yang luar biasa
pada anak. Karena pendidikan pertama yang di dapat anak adalah dari orang
tuanya.
2.
Memberdayakan pencegahan dan penyalahgunaan narkotika dengan penguatan rasa
takut, rasa bersalah, dan rasa malu ketika menyalahgunakan narkotika dan psikotropika. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara sosialisasi komunikasi melalui media massa (komunkasi
massa), baik cetak maupun elektronik, dalam bentuk iklan layanan masyarakat,
film edukasi, program acara, dll.
3.
Melakukan kampanye pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Dalam hal ini
peran komunikasi persuasif sangat diperlukan. Karena mampu mengajak khalayak
pada hal yang positif.
4.
Remaja sebaiknya mengembangkan cara berpikir alternatif untuk meluruskan
keyakinan yang salah. Kemudian lebih mengembangkan diri, harga diri, dan
kepercayaan diri, serta menghindari kebiasaan buruk seperti merokok dan
minum-minuman keras. Dalam hal ini, jenis komunikasi yang digunakan lebih
kepada komunikasi intrapersonal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar